Ketika ekonomi sedang membaik tentunya tidak sulit untuk memilih portofolio investasi entah itu emas, valas (dollar), saham, reksadana, deposito, ORI atau properti. Karena situasi keamanan kondusif, kondisi politik stabil, iklim investasi baik maka pertumbuhan ekonomi akan bagus, inflasi terjaga dan PDB meningkat.
Tetapi ketika terjadi gejolak seperti Pilpres tahun 2019 lalu, dampak dari perang dagang China Vs AS dan devaluasi mata uang Yuan, ekonomi melemah sehingga kita mengalami kesulitan untuk memilih portofolio investasi.
Apalagi saat ini ancaman pandemi virus Covid-19 telah memasuki krisis di seluruh dunia. Di Indonesia saja hantaman krisis sudah begitu terasa rupiah melemah 15% dari 14.000-an menjadi 16.000-an, IHSG merosot 30% dari 6.000-an menjadi 4.000-an, bahkan Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 2,1% dan prediksi DBS Bank Group PDB Indonesia tumbuh 2.5%.
Lalu sebaiknya antara Saham, Dolar dan Properti memilih yang mana?
Saham
Portofolio investasi ini begitu sensitif terhadap faktor eksternal maupun internal, bahkan sampai ke kinerja sektor ataupun kinerja emiten.Â
Memang idealnya investasi saham untuk jangka panjang, tetapi realitasnya sulit dihindari, misalnya kondisi saat ini banyak saham yang perlahan tumbang karena banyak investor asing yang melakukan penjualan (profit taking). Melihat seperti ini kita akan ikut-ikutan menjual saham (cut loss) jangan sampai saham terlanjur tergelincir.
Memang kondisi saat ini ada saham-saham yang mengalami kenaikan (uptrend) misalnya saham TLKM, PGAS, FREN, BBCA, BBRI, LPKR, ADRO, ZINC, KAEF, INAF dan CARE.Â
Tetapi banyak saham yang walaupun dalam kategori Blue Chip mengalami penurunan dan memang overall IHSG melemah. Jadi apabila investasi saat ini tidak cukup memilih saham Blue Chip tetapi juga saham yang mampu bertahan saat krisis.
Valas (Dolar)
Berdasarkan kalkulasi membeli valas (foreign exchange) mata uang dolar sepertinya tepat karena apabila ekonomi suatu negara buruk maka dollar akan naik dan itu sudah terbukti sampai hari ini dalam jangka waktu tiga bulan dolar menguat 15%.