"Pernahkah kita berpikir bahwa sedekah tidak selalu tentang jumlah, tetapi tentang ketulusan?"
Ramadan selalu menjadi bulan yang penuh berkah, tidak hanya bagi mereka yang menjalankan ibadah puasa, tetapi juga bagi siapa saja yang ingin berbagi kebaikan. Di bulan yang suci ini, setiap amal baik dilipatgandakan pahalanya, termasuk sedekah sekecil apa pun.
Menariknya, anak-anak sering kali memiliki cara unik dalam bersedekah. Tidak seperti orang dewasa yang mungkin mempertimbangkan jumlah atau strategi berbagi, anak-anak melakukannya dengan spontan, sederhana, dan penuh ketulusan. Mereka tidak berpikir apakah yang mereka berikan cukup besar atau berharga di mata orang lain---bagi mereka, berbagi adalah sebuah kebahagiaan.
Saya melihat sendiri bagaimana anak saya yang duduk di kelas 5 SD mulai memahami konsep berbagi di bulan Ramadan. Kebetulan dia saya beri jatah uang jajan 30 ribu/minggu untuk belajar mengatur keuangan sejak dini. Dengan caranya sendiri, ia menyisihkan sebagian uang jajannya untuk dimasukkan ke kotak amal di masjid setiap kali salat. Bahkan, saat membeli jajanan di pasar takjil, ia memilih untuk membeli dari teman-temannya yang berjualan. Hal-hal kecil ini terlihat sederhana, tetapi di baliknya ada pelajaran besar tentang ketulusan, empati, dan kepedulian terhadap sesama. Masya Allah
Kisah Nyata: Cara Anak Berbagi di Bulan Ramadan
Suatu sore di bulan Ramadan, saat kami berjalan-jalan ke pasar takjil untuk mencari hidangan berbuka, anak saya tiba-tiba menarik tangan saya ke salah satu lapak kecil. "Ma, aku mau beli di sini aja," katanya sambil menunjuk jajanan yang dijual oleh temannya. Saya sempat bertanya, "Kenapa harus di sini? Bukannya tadi mau beli yang lain?" Dengan polosnya, ia menjawab, "Kan ini jualan temanku. Kalau aku beli, dia pasti senang."
Saya tersenyum mendengar jawabannya. Ia mungkin belum memahami konsep ekonomi atau strategi dagang, tetapi ia sudah mengerti bahwa membeli dagangan teman adalah bentuk dukungan yang nyata. Bagi temannya, mungkin satu-dua bungkus yang dibeli anak saya tidak seberapa, tetapi bagi anak saya, itu adalah caranya berbagi dan membantu sesama.
Setelah beberapa hari, saya melihat kebiasaan ini berlanjut. Setiap kali ke pasar takjil, ia selalu mencari lapak temannya lebih dulu sebelum memilih jajanan lain. Saya sadar, tanpa banyak diajari, ia sudah memahami bahwa berbagi tidak selalu harus berupa sedekah uang, tetapi bisa dengan mendukung usaha orang lain---sesuatu yang bahkan sering luput dari perhatian orang dewasa.
Kebiasaan lain yang membuat saya terharu adalah bagaimana anak saya mulai rutin menyisihkan uang jajannya untuk dimasukkan ke kotak amal masjid. Awalnya, saya kira itu hanya sesekali, mungkin karena melihat orang-orang lain melakukannya. Tapi ternyata, ia mulai melakukannya hampir setiap kali salat di masjid.
Saya pernah bertanya, "Kenapa kamu selalu memasukkan uang ke kotak amal?" Ia menjawab, "Kata Bu Guru tidak boleh jadi orang pelit, harus rajin bersedekah." Jawabannya sederhana, tapi penuh makna.
Yang kadang menggelitik adalah ketika suatu hari ia meminta uang kembalian belanja saya. "Biar aku bisa sedekah tiap hari," katanya dengan senyum bangga. Saya pun semakin sadar bahwa kebaikan tidak harus diajarkan lewat kata-kata panjang, tetapi cukup dengan memberi contoh dan membiarkan mereka menemukan makna berbagi sendiri.