Mohon tunggu...
Krisanti_Kazan
Krisanti_Kazan Mohon Tunggu... Guru - Learning facilitator in SMA Sugar Group

Mencoba membuat jejak digital yang bermanfaat dan bercita² menghasilkan karya buku solo melalui penerbit mayor. Learning facilitator di Sugar Group Schools sejak 2009, SMA Lazuardi 2000-2008; Guru Penggerak Angkatan 5; Pengajar Praktik Angkatan 11; Pembicara Kelas Kemerdekaan di Temu Pendidik Nusantara ke 9; Pemenang Terbaik Kategori Guru Inovatif SMA Tingkat Provinsi-Apresiasi GTK HGN 2023; Menulis Buku Antologi "Belajar Berkarya dan Berbagi"; Buku Antologi "Pelita Kegelapan"; Menulis di kolom Kompas.com; Juara II Lomba Opini Menyikapi Urbanisasi ke Jakarta Setelah Lebaran yang diselenggarakan Komunitas Kompasianer Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Fenomena Tagar Desperate Cari Kerja: Bagaimana Pendidikan Dapat Mengubah Tantangan Menjadi Peluang

13 Oktober 2024   17:57 Diperbarui: 13 Oktober 2024   18:03 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah hiruk-pikuk dunia kerja yang semakin kompetitif, tagar desperate cari kerja menjadi salah satu sorotan utama di media sosial Linkedin akhir-akhir ini, menggambarkan keresahan generasi muda yang berjuang menemukan tempat di pasar kerja. Fenomena ini bukan sekadar ungkapan keluhan, tetapi mencerminkan realitas pahit: berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tingkat pengangguran di kalangan pemuda mencapai angka yang mencengangkan, dengan banyak lulusan perguruan tinggi yang masih mencari peluang. Dalam konteks ini, munculnya kebutuhan akan soft skill---kemampuan interpersonal dan intrapersonal yang esensial---menjadi lebih penting dari sebelumnya. Soft skill mencakup kemampuan seperti komunikasi, kerjasama, dan kreativitas, yang sering kali menjadi penentu utama dalam proses perekrutan. Para pencari kerja yang memiliki keterampilan ini bukan hanya lebih menarik bagi calon pemberi kerja, tetapi juga lebih mampu beradaptasi dan bertahan di lingkungan kerja yang dinamis. Oleh karena itu, peran pendidikan dalam membekali siswa dengan soft skill yang relevan sangatlah krusial dalam membantu mereka mengatasi tantangan yang ada dan mengubahnya menjadi peluang untuk masa depan yang lebih baik.

Tantangan yang Dihadapi oleh Pencari Kerja

Dengan semakin meningkatnya jumlah lulusan perguruan tinggi setiap tahun, persaingan di pasar kerja semakin ketat. Banyak generasi muda yang berpendidikan tinggi, tetapi hanya sedikit posisi yang tersedia untuk mereka, menciptakan situasi di mana lulusan harus bersaing tidak hanya dengan rekan-rekan seangkatan, tetapi juga dengan pelamar yang lebih berpengalaman. Menurut data terbaru, lebih dari 1 juta lulusan baru memasuki pasar kerja setiap tahun, tetapi hanya sebagian kecil yang berhasil mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang studi mereka. Ketatnya persaingan ini mengharuskan para pencari kerja untuk memiliki keunggulan kompetitif, dan di sinilah peran soft skill menjadi sangat penting.

Di sisi lain, terdapat kesenjangan yang mencolok antara pendidikan formal yang diterima oleh siswa dan kebutuhan nyata di lapangan kerja. Banyak kurikulum pendidikan tinggi yang masih berfokus pada teori dan kurang memberikan perhatian pada pengembangan keterampilan praktis yang diperlukan oleh industri. Hal ini menyebabkan lulusan merasa kurang siap untuk menghadapi tantangan di dunia kerja, terutama dalam hal soft skill yang sering kali diabaikan dalam proses pendidikan formal. Keterampilan seperti komunikasi, pemecahan masalah, dan kerja tim tidak selalu diajarkan secara sistematis, sehingga lulusan sering kali kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan pekerjaan yang sebenarnya. Dalam konteks ini, pendidikan perlu beradaptasi dan berinovasi agar dapat memenuhi kebutuhan pasar yang terus berubah.

Peran Pendidikan dalam Membangun Soft Skill

Integrasi soft skill ke dalam kurikulum pendidikan merupakan langkah krusial untuk mempersiapkan siswa menghadapi dunia kerja yang kompetitif. Berbagai mata pelajaran dapat dirancang untuk tidak hanya fokus pada penguasaan materi, tetapi juga mengembangkan keterampilan interpersonal siswa. Misalnya, dalam mata pelajaran bahasa Inggris, siswa dapat diajarkan untuk berdebat dan berdiskusi secara kelompok, yang tidak hanya meningkatkan kemampuan berbahasa mereka tetapi juga melatih keterampilan komunikasi dan negosiasi. Selain itu, pelajaran seni dan olahraga dapat memberikan kesempatan untuk belajar tentang kerja tim dan kepemimpinan, sehingga menciptakan lingkungan pembelajaran yang holistik dan relevan dengan kebutuhan industri.

Baca juga: Menumbuhkan Siswa Butuh Belajar, Bukan Wajib Belajar

Selain integrasi kurikulum, pengalaman belajar yang mendukung pengembangan soft skill juga sangat penting. Proyek kolaboratif yang melibatkan siswa dalam kelompok kecil dapat membantu mereka belajar cara bekerja sama, mendengarkan pendapat orang lain, dan memecahkan masalah secara kreatif. Kegiatan presentasi di depan kelas, misalnya, dapat meningkatkan kemampuan public speaking dan kepercayaan diri siswa. Di luar kelas, kegiatan ekstrakurikuler seperti klub debat, organisasi siswa, atau kegiatan sosial dapat menjadi wadah bagi siswa untuk mengasah soft skill mereka dalam konteks yang lebih santai namun tetap produktif. Selain itu, pelatihan dan workshop yang melibatkan profesional dari industri dapat memberikan wawasan nyata tentang keterampilan yang dibutuhkan di dunia kerja, sekaligus memperluas jaringan siswa yang dapat berguna di masa depan.

Solusi dalam Kurikulum Merdeka

Kurikulum Merdeka menawarkan pendekatan inovatif yang berfokus pada pembelajaran yang lebih fleksibel dan relevan dengan kebutuhan siswa dan masyarakat. Salah satu solusi utama dalam kurikulum ini adalah memberi kebebasan kepada guru untuk merancang pembelajaran yang sesuai dengan konteks lokal dan minat siswa. Dengan demikian, guru dapat mengintegrasikan soft skill ke dalam proses pembelajaran secara lebih efektif. Misalnya, melalui proyek berbasis masyarakat, siswa dapat belajar mengidentifikasi masalah di sekitar mereka dan merancang solusi, sambil sekaligus melatih keterampilan seperti kolaborasi, komunikasi, dan kreativitas. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan keterlibatan siswa, tetapi juga membantu mereka mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan di dunia kerja.

Baca juga: Melatih Literasi Digital dan Keterampilan 5C Memanfaatkan Tools Online Padlet

Selain itu, Kurikulum Merdeka mendorong penerapan pembelajaran berbasis proyek yang melibatkan kolaborasi antar siswa dan integrasi berbagai disiplin ilmu. Dengan mendesain proyek yang melibatkan penyelesaian masalah nyata, siswa dapat belajar bagaimana bekerja dalam tim, mengambil keputusan, dan mempresentasikan hasil kerja mereka. Misalnya, dalam proyek yang berkaitan dengan lingkungan, siswa dapat melakukan penelitian, menyusun laporan, dan mempresentasikannya kepada masyarakat. Melalui pengalaman ini, mereka tidak hanya memperoleh pengetahuan akademis, tetapi juga keterampilan praktis yang sangat berharga. Dengan memberikan ruang bagi siswa untuk bereksplorasi dan berinovasi, Kurikulum Merdeka menjawab tantangan pendidikan saat ini dan mempersiapkan mereka untuk menghadapi dinamika dunia kerja yang terus berubah.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun