Dampak finansial ini juga berdampak pada kondisi psikologis. Banyak orang yang akhirnya merasa kecemasan dan penyesalan setelah melakukan pembelian impulsif, terutama saat mereka sadar bahwa barang yang dibeli tidak benar-benar dibutuhkan.Â
Kecemasan ini diperparah oleh stres berlebih saat melihat kondisi keuangan yang memburuk, terutama ketika hutang semakin menumpuk dan tidak ada tabungan untuk kebutuhan mendesak. Kondisi ini dapat memicu siklus stres yang sulit diatasi tanpa perubahan perilaku finansial yang signifikan.
Selain itu, doom spending juga menghambat pencapaian tujuan keuangan jangka panjang. Orang yang terjebak dalam pola belanja kompulsif akan sulit menabung untuk hal-hal penting seperti pendidikan, membeli properti, atau membangun dana darurat. Padahal, pencapaian tujuan-tujuan ini sangat penting untuk kestabilan finansial di masa depan. Jika kebiasaan ini tidak dihentikan, bukan hanya kesejahteraan finansial yang terancam, tetapi juga kualitas hidup secara keseluruhan.
Mengatasi Doom Spending dengan Literasi Keuangan Sejak Dini
Edukasi keuangan sejak dini menjadi kunci dalam mengatasi fenomena doom spending, terutama di kalangan generasi muda. Dengan memberikan pemahaman tentang pengelolaan uang sedari awal, anak-anak dan remaja dapat dibekali dengan keterampilan yang membantu mereka membuat keputusan finansial yang lebih bijak. Hal ini sangat penting di era di mana informasi dan godaan belanja begitu mudah diakses melalui media sosial dan internet.
Pengajaran dasar-dasar literasi keuangan harus mencakup konsep-konsep penting seperti budgeting atau pengelolaan anggaran, memahami perbedaan antara kebutuhan dan keinginan, serta pentingnya menabung untuk tujuan-tujuan masa depan. Anak-anak perlu diajarkan bahwa tidak semua barang yang diinginkan perlu dibeli, dan ada nilai lebih dalam menabung untuk hal-hal yang benar-benar penting atau darurat.
Beberapa strategi praktis yang dapat diterapkan dalam mendidik anak-anak dan remaja agar lebih bijak dalam hal uang antara lain adalah simulasi belanja, di mana mereka dapat mempraktikkan pengambilan keputusan keuangan di situasi sehari-hari.Â
Tantangan menabung juga bisa menjadi cara menarik untuk mengajarkan disiplin finansial---misalnya, dengan menantang mereka untuk menabung sebagian dari uang saku mereka untuk membeli sesuatu yang mereka inginkan dalam jangka waktu tertentu.Â
Selain itu, kelas literasi keuangan di sekolah dapat menjadi ruang yang efektif untuk memberikan pemahaman lebih mendalam mengenai konsep keuangan, dengan fokus pada bagaimana merencanakan pengeluaran, menabung, serta investasi masa depan.
Dengan literasi keuangan yang baik, generasi muda dapat lebih siap menghadapi godaan doom spending dan FOMO, serta mampu mengelola keuangan mereka dengan lebih sehat dan terencana.
Peran Orangtua dan Sekolah dalam Mendorong Literasi Keuangan
Orangtua memiliki peran penting dalam membentuk pemahaman anak-anak mengenai keuangan. Dengan menjadi teladan dalam mengelola keuangan, orangtua dapat memberikan contoh nyata tentang bagaimana mengatur anggaran, menabung, dan membuat keputusan finansial yang bijaksana.Â
Salah satu langkah praktis adalah melibatkan anak-anak dalam diskusi keuangan keluarga, seperti perencanaan pengeluaran bulanan, pentingnya menabung, atau prioritas pengeluaran. Dengan keterlibatan ini, anak-anak dapat memahami proses pengambilan keputusan finansial dan belajar menghargai nilai uang.