Mohon tunggu...
Humaniora

Indahnya Perbedaan dalam Konser Lintas Iman di Salatiga

27 Januari 2016   15:51 Diperbarui: 27 Januari 2016   16:16 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bertempat di Kampus 2 IAIN Salatiga, Sabtu lalu (23/01) komunitas lintas iman Sobat Muda dari Kampung Percik Salatiga menyelenggarakan konser lintas iman dengan tema "Aku, Kau, Indonesia Kita".

Sesuai dengan namanya, konser ini melibatkan komunitas-komunitas lintas iman di Salatiga dan sekitarnya, antara lain Sekolah Tinggi Agama Budha Syailendra, PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia), Pondok Pesantren Edi Mancoro, Jama'ah Ahmadiyah Indonesia, GKI Salatiga, GKJ Sidomukti, Pemuda Desa Pulihan, dan PMII.

"Perencanaan konser lintas iman ini memakan waku lebih dari 1 tahun", aku Yohanes Okta Gimanto (Manto) dalam sambutannya selaku panitia. Manto pun menambahkan bahwa status Kota Salatiga sebagai kota paling toleran ke-2 di Indonesia harus terus dipertahankan dan ditingkatkan melalui kegiatan kerja sama lintas iman seperti ini. Walikota Salatiga Bapak Yuliyanto pun turut hadir dan membuka acara konser lintas iman ini. "Saya sangat bangga atas inisiatif anak-anak muda menyelenggarakan acara seperti ini untuk menjaga kerukunan hidup beragama di Indonesia, khususnya di Salatiga", tutur beliau.

Konser lintas iman ini dibuka dengan doa pembukaan yang unik. Perwakilan-perwakilan agama dari komunitas yang terlibat secara berurutan melantunkan doa pembukaan sesuai dengan cara beribadahnya masing-masing. Segenap hadirin yang hadir pun mampu menghadirkan suasana khusuk dari awal hingga akhir doa sebagai wujud toleransi mereka terhadap cara beribadah agama yang satu dengan yang lainnya.

Konser pun kemudian mengalir diawali dengan penampilan musik gamelan dari Sekolah Tinggi Agama Budha Syailendra yang membawakan lagu "Budha Pelita". Acara kemudian dilanjutkan dengan penampilan paduan suara gabungan GKJ Sidomukti dan GKI Salatiga melalui lagu yang berjudul "Lilin-lilin Perdamaian". Lagu ini sekaligus membuka acara pementasan drama berjudul "Satu" yang disutradarai oleh Bu Atik dan Pak Chandra "Tung-tung".

Drama ini mengisahkan permintaan Pak Wahyu kepada Pak Tomo, karyawannya, untuk membuat boneka-boneka khas Indonesia dengan karakter yang kuat. Pak Tomo kemudian membuat boneka-boneka dengan karakter Indonesia yang kuat, antara lain boneka koruptor, pecandu narkoba, pekerja seks bebas, pelaku pedofilia dan kekerasan dalam rumah tangga beserta korban-korbannya. Pak Tomo berpendapat bahwa inilah karakter Indonesia, seperti yang sering ia lihat di televisi dan baca di surat kabar. Gelak tawa hadirin pun membahana seisi ruangan melihat aksi konyol dari para aktor/ aktris yang memerankan peran boneka-boneka tersebut.

Pak Wahyu pun kecewa melihat boneka-boneka seperti ini karena tidak mencerminkan karakter Indonesia yang berjiwa Pancasila, taat beragama, dan sangat berbudaya. Ia segera meminta Pak Tomo untuk mengganti boneka-boneka tadi. Di sinilah kemudian satu per satu perwakilan agama menampilkan kebudayaaannya: pertunjukan barongsai dari SMP Stella Matutina Salatiga mewakili agama Konghucu, paduan suara yang membawakan lagu "Bapa Kami" mewakili agama Kristen/ Katolik, ritual ibadah khas mewakili agama Hindu, penampilan kirab rebana mewakili agama Islam, dan tari puja yang mewakili agama Budha.

Kesemuanya itu memang berbeda, tetapi justru perbedaan itulah yang memberikan keindahan, kekayaan budaya Indonesia. Lilin-lilin yang telah dibagikan kepada hadirin pun dinyalakan sembari diiringi lagu "Lilin-lilin Perdamaian" yang memberikan pesan bahwa masing-masing dari kita yang memang memiliki latar belakang yang berbeda-beda hendaknya mampu menerangi dunia ini dengan semangat perdamaian. Suasana kebersamaan di tengah hadirin pun semakin terasa hangat. Acara drama yang berjudul SATU ini akhirnya ditutup dengan lagu "Satu Nusa Satu Bangsa".

Untuk menutup rangkaian acara konser lintas iman, acara pun dilanjutkan dengan sarasehan. Para tokoh lintas iman dan segenap hadirin yang tertarik mengikuti acara ini dengan penuh antusias. Perdamaian di Indonesia memang akan menjadi nyata apabila masing-masing dari kitalah yang memperjuangkannya. Aku bersyukur boleh melihat keindahan dari perbedaan dalam konser lintas iman itu dan kini berniat menyebarkannya.. Apakah kamu siap membantu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun