Mohon tunggu...
Kris Hadiwiardjo
Kris Hadiwiardjo Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Eks Penulis Artikel Bisnis, Ekonomi, Teknologi Harian Pelita

Penulis adalah peminat bidang teknologi, Komputer, Artificial Intelligence, Psikologi dan masalah masalah sosial politik yang menjadi perbincangan umum serta melakukan berbagai training yang bekenaan dengan self improvement, human development dan pendidikan umum berkelanjutan bagi lanjut usia.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Korupsi & Teori Perbandingan Sosial, Hukuman Berat

25 Oktober 2024   08:11 Diperbarui: 25 Oktober 2024   08:11 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Korupsi dan Teori Perbandingan Sosial: Alasan Mengapa Hukuman Berat Diperlukan

Korupsi sering kali dipandang sebagai salah satu masalah terbesar dalam pemerintahan dan masyarakat. Namun, di kalangan masyarakat, sering terjadi fenomena yang memperlihatkan bagaimana perilaku buruk dalam skala kecil dianggap ringan hanya karena korupsi yang lebih besar di tingkat pemimpin. Teori Perbandingan Sosial (Social Comparison Theory) membantu kita memahami bagaimana masyarakat, termasuk "orang kecil," menggunakan perbandingan ini untuk membenarkan tindakan mereka. Dengan merujuk pada teori, penelitian, dan jurnal terkait, kita dapat memahami mengapa hukuman berat untuk korupsi sangat penting dalam mencegah krisis moral yang lebih besar.

Teori Perbandingan Sosial

Dikembangkan oleh Leon Festinger pada tahun 1954, Teori Perbandingan Sosial berpendapat bahwa individu secara alami memiliki kecenderungan untuk mengevaluasi kemampuan, pendapat, dan perilaku mereka dengan membandingkan diri mereka dengan orang lain. Festinger berargumen bahwa individu menggunakan dua jenis perbandingan: perbandingan ke atas (upward comparison) dan perbandingan ke bawah (downward comparison). Dalam konteks perilaku korupsi, perbandingan ke atas terjadi ketika masyarakat membandingkan diri mereka dengan pejabat yang melakukan korupsi besar. Sebaliknya, perbandingan ke bawah terjadi ketika mereka melihat perilaku lebih buruk dan merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri.

Fenomena ini berpotensi berbahaya, terutama dalam konteks korupsi. Sebagai contoh, seseorang yang melakukan pencurian kecil atau manipulasi dalam skala kecil mungkin merasa bahwa tindakannya tidak terlalu salah jika dibandingkan dengan korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh pejabat tinggi. Mereka mencari pembenaran sosial dengan mengatakan, "Saya hanya mencuri sedikit, tidak sebesar apa yang mereka lakukan." Perbandingan sosial ini memungkinkan mereka meredam rasa bersalah atau tanggung jawab atas tindakan mereka.

Pembenaran Sosial untuk Tindakan Buruk

Salah satu alasan masyarakat menggunakan perbandingan ini adalah untuk mendapatkan persetujuan atau penerimaan dari lingkungan sosial mereka. Dalam banyak kasus, tindakan buruk seperti suap kecil atau pencurian sederhana diterima dalam kelompok tertentu sebagai bentuk "keharusan" dalam menghadapi ketidakadilan yang lebih besar. Jurnal yang diterbitkan oleh "Journal of Behavioral Economics" menunjukkan bahwa perilaku ini sering muncul dalam masyarakat dengan tingkat ketidakadilan yang tinggi, di mana orang merasa bahwa mereka tidak punya pilihan lain selain melakukan tindakan yang salah, dan kemudian membenarkannya dengan mengatakan bahwa "orang besar" melakukan lebih buruk.

Fenomena ini juga didorong oleh apa yang disebut oleh para sosiolog sebagai "spiral moral". Dalam spiral ini, standar moral masyarakat secara bertahap menurun karena semakin banyak orang yang melakukan pelanggaran kecil, sementara kejahatan besar tidak dihukum dengan keras. Artikel dalam "American Journal of Sociology" menunjukkan bahwa ketika individu melihat bahwa koruptor besar tidak dihukum atau dihukum dengan ringan, mereka merasa bahwa sistem moral tidak berlaku bagi semua orang, dan ini memicu perilaku menyimpang dalam masyarakat.

Dampak Perbandingan Sosial Terhadap Ketidakpercayaan Publik

Perbandingan sosial yang membenarkan perilaku buruk juga memperburuk ketidakpercayaan publik terhadap institusi pemerintah dan hukum. Masyarakat yang terus-menerus melihat koruptor besar yang tidak dihukum atau hanya menerima hukuman ringan akan merasa bahwa tidak ada insentif untuk bertindak secara etis. Ini, pada gilirannya, menciptakan budaya permisif di mana pelanggaran kecil dianggap wajar.

Penelitian oleh "Transparency International" menunjukkan bahwa di negara-negara dengan tingkat korupsi yang tinggi, kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan pemerintah sangat rendah. Orang-orang percaya bahwa mereka tidak bisa mendapatkan keadilan, sehingga merasa tidak ada gunanya untuk mengikuti aturan. Di sinilah perbandingan sosial menjadi senjata yang merusak, karena masyarakat mulai merasa bahwa jika orang-orang di posisi tinggi bisa lolos dari kejahatan besar, mereka juga seharusnya bisa lolos dari kejahatan kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun