Mohon tunggu...
Kris Hadiwiardjo
Kris Hadiwiardjo Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Eks Penulis Artikel Bisnis, Ekonomi, Teknologi Harian Pelita

Penulis adalah peminat bidang teknologi, Komputer, Artificial Intelligence, Psikologi dan masalah masalah sosial politik yang menjadi perbincangan umum serta melakukan berbagai training yang bekenaan dengan self improvement, human development dan pendidikan umum berkelanjutan bagi lanjut usia.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Syukur dan Kebahagiaan

2 Oktober 2024   09:10 Diperbarui: 2 Oktober 2024   09:12 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

  • Syukur dan Kebahagiaan

    Syukur merupakan salah satu konsep yang telah ada dalam berbagai budaya dan agama di seluruh dunia. Dalam Islam, konsep ini dikenal sebagai syukur, yang berarti rasa terima kasih kepada Tuhan atas segala karunia-Nya. Namun, syukur juga diakui sebagai sebuah praktik universal yang memiliki banyak manfaat, baik secara psikologis, fisik, maupun spiritual. Dalam artikel ini, kita akan membahas apa itu syukur, bagaimana hubungannya dengan kebahagiaan, dan bagaimana kita bisa mengembangkan perilaku bersyukur untuk mencapai kebahagiaan yang lebih mendalam.

    Apa itu Syukur?

    Secara sederhana, syukur adalah rasa terima kasih atau penghargaan atas hal-hal baik dalam hidup kita, baik yang berasal dari sesama manusia maupun dari kekuatan yang lebih besar, seperti Tuhan atau alam semesta. Syukur melibatkan pengakuan akan kebaikan yang kita terima dan pengakuan bahwa sumber kebaikan tersebut sering kali berada di luar diri kita. Dalam Islam, syukur adalah sebuah tindakan yang sangat dianjurkan, di mana seseorang tidak hanya mengakui nikmat Tuhan tetapi juga menjalani hidup sesuai dengan perintah-Nya sebagai bentuk rasa syukur.

    Berdasarkan buku "The Psychology of Gratitude" yang disusun oleh Robert A. Emmons dan Michael E. McCullough, syukur merupakan respons emosional yang tidak hanya terbatas pada hubungan antar manusia, tetapi juga melibatkan rasa syukur terhadap alam atau kekuatan ilahi. Hal ini menunjukkan bahwa syukur adalah konsep yang luas, melampaui sekadar bentuk terima kasih antarindividu.

    Apa itu Kebahagiaan?

    Kebahagiaan adalah kondisi emosional positif yang mencakup perasaan senang, puas, dan damai. Menurut psikologi, kebahagiaan bukan hanya hasil dari pencapaian material, tetapi juga muncul dari hal-hal yang lebih dalam, seperti hubungan interpersonal yang sehat, makna hidup, dan, tentu saja, rasa syukur. Dalam buku "The Book of Joy" oleh Dalai Lama dan Desmond Tutu, kebahagiaan sejati dijelaskan sebagai sesuatu yang datang dari dalam diri dan tidak tergantung pada situasi eksternal. Kebahagiaan, menurut mereka, adalah hasil dari mengembangkan sikap batin yang mencakup kasih sayang, empati, dan syukur.

    Bagaimana Hubungan Kebahagiaan dan Syukur?

    Syukur dan kebahagiaan memiliki hubungan yang sangat erat. Penelitian psikologi modern menunjukkan bahwa orang yang bersyukur cenderung lebih bahagia dan lebih puas dengan hidup mereka. Dalam buku "Thanks! How Practicing Gratitude Can Make You Happier" oleh Robert Emmons, penelitian menunjukkan bahwa orang yang secara teratur mempraktikkan syukur memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi hingga 25% dibandingkan dengan mereka yang tidak melakukannya. Syukur membantu seseorang fokus pada hal-hal positif dalam hidup mereka, mengurangi perasaan negatif seperti kecemburuan dan penyesalan.

    Emmons juga menunjukkan bahwa syukur tidak hanya memberikan kebahagiaan jangka pendek, tetapi juga kebahagiaan yang lebih tahan lama. Ini karena syukur membantu kita mengembangkan perspektif yang lebih sehat dan menghargai hal-hal yang sudah kita miliki, daripada terus mengejar sesuatu yang baru.

    Apakah Orang Sudah Tahu Cara Bersyukur?

    Meskipun banyak orang memahami pentingnya syukur, tidak semua orang tahu bagaimana menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bukunya "Gratitude and the Good Life", Philip Watkins menjelaskan bahwa banyak orang sering kali terjebak dalam budaya konsumerisme dan persaingan, di mana fokusnya adalah pada apa yang belum dimiliki daripada menghargai apa yang sudah ada. Hal ini membuat praktik syukur menjadi sesuatu yang lebih sulit dicapai dalam kehidupan modern, terutama di dunia yang didorong oleh ambisi dan kesuksesan material.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
    Lihat Filsafat Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun