Mohon tunggu...
Kridho Ambardi
Kridho Ambardi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam dengan konsentrasi Konseling Islam fakultas agama islam. Senang belajar hal baru terkait dengan kesehatan mental serta memiliki aspirasi untuk mengabdi dibidang Konseling dan sosial. Menguasai Brief Motivational Counseling, saya memiliki keterampilan mendengarkan yang baik untuk memahami serta merespon beragam situasi emosional dengan empati. Saya percaya bahwa setiap individu memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang. Aktif dalam meningkatkan pengetahuan terkait dengan konseling untuk tumbuh dan berkembang serta saya berkomitmen untuk mendukung klien dalam menemukan solusi yang sesuai dengan kebutuhan mereka, serta Aktif dalam meningkatkan keterampilan praktis melalui pendidikan dan pengalaman lapangan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kamis Pon Jarik dan Surjan, Nilai-Nilai Islam yang Terkandung pada Pakaian Adat

7 November 2024   12:00 Diperbarui: 7 November 2024   15:21 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kamis Pon (Gambar: Kridho Ambardi)

Oleh : Kridho Ambardi 

Komunikasi dan Penyiaran Islam 

Jarik dan Surjan, merupakan pakaian yang digunakan oleh Masyarakat jawa pada umumnya dan merupakan pakaian keseharian mereka. Seiring dengan berjalannya waktu pakaian ini mulai ditinggalkan dan mulai banyak yang tidak mengetahui nilai-nilai filosofis yang terkandung pada pakaian tersebut, hal ini merupakan dampak terjadinya westernisasi di Yogyakarta. Pada tahun 1950'an model pakaian Masyarakat Yogyakarta semakin terpengaruh oleh model pakaian Eropa khususnya Belanda, Inggris dan Amerika.

Pakaian Takwa dan Syarat Makna

Jarik dan Surjan lebih dari sekedar kain biasa yang dipakai, akan tetapi terkadung nilai-nilai islam didalamnya maka, Jarik dan Surjan ini disebut dengan Ageman Takwa yang berarti pakaian takwa. Nilai-nilai ketakwaan dalam Ageman Takwa dapat digambarkan dari pakaian tersebut. 

Seperti pada mulanya adanya blankon itu karena terinspirasi dari Kanjeng Nabi Muhammad yang senantiasa mengenakan surban diatas kepalanya, maka Masyarakat jawa juga mengenakan surban yang telah menjadi blankon dengan ciri khas blankong Ngayogyakarta memiliki plepet sebanyak 17, angka ini menunjukan jumlah raka'at sholat dalam sehari semalam.

Kemudian implementasi dari Ketakwaan tersebut adalah kehati-hatian, maka orang jawa dalam mengenakan Ageman Takwa selalu membawa Keris yang diletakan dibelakang sebagai perwujudan kehati-hatian. Keris ini juga terkadang disebut sebagai duwung yang memiliki makna curigo (curiga) karena itu merupakan salahsatu dari lambang hati-hati dan menjaga diri. 

Dalam menjaga kehati-hatian tersebut masayarakat jawa harus wasapada terhadap Nafsunya, menjaga nafsu tersebut dilambangkan dengan adanya Bebet atau sejenis sabut yang diikatkan pada bagian Perut, hal ini menandakan bahwa Nafsu terbesar manusia itu terdapat dalam perut dan kemaluannya.

Sifat wasapada dan hati-hati yang sudah tertanam dalam dada maka, akan mendapatkan penerangan yakni dilambangkan dengan Surjan yang merupakan akronim dari bahasa Arab yakni Siroojan Muniro yang berarti pelita bercahaya guna  penerang bagi sesama.

Kamis Pon "Hari Mengenakan Pakaian Adat"

Penggunaan pakaian adat jawa yakni Surjan dan Jarik yang sudah telaksana pada setiap sekolahan yang ada di Yogyakarta. Pada saat kami mengunjungi SMP Muhammadiyah 1 Sleman pada hari kamis pon terlihat anak-anak dengan percaya diri dan bangga dengan pakaian adatnya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun