Mohon tunggu...
Kresna Risqi Ramadhan
Kresna Risqi Ramadhan Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

TAMAN CHRYSANTI I BLOK I.1/16 SEKTOR XXI BSD

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Sejarah Bahasa Indonesia

19 Januari 2025   22:00 Diperbarui: 19 Januari 2025   22:00 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto sejarah shutterstock

SEJARAH BAHASA INDONESIA

Merupakan salah satu unsur identitas suatu bangsa. Begitu pula bahasa Indonesia merupakan salah satu identitas nasional bagi bangsa dan negara Indonesia. Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan Bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya satu hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945, bersamaan dengan mulai berlakunya Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945. Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Ragam yang dipakai sebagai dasar bagi Bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu Riau. Pada Abad ke-19, bahasa Melayu merupakan bahasa penghubung antar daerah dan suku-suku di kepulauan nusantara. Selain menjadi bahasa penghubung antar daerah dan suku-suku, dulu bahasa Melayu juga menjadi bahasa penghubung dalam kegiatan perdagangan internasional di wilayah nusantara. Trasaksi antar pedagang, baik yang berasal dari pulau-pulau di wilayah nusantara maupun orang asing, menggunakan bahasa pengantar Bahasa Melayu. Bahasa melayu kala itu adalah lingua franca (bahasa pengantar dalam pergaulan) antarwarga nusantara dan dengan pendatang dari manca negara. Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa bahasa Melayu ditetapkan sebagai dasar bagi bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Melayu sebagai lingua franca atau bahasa pergaulan bagi suku-suku di wilayah nusantara dan orang-orang asing yang datang ke wilayah nusantara dibuktikan dalam berbagai temuan prasasti dan sumber-sumber dokumen.

Dari dokumen-dokumen yang ditemukan diketahui bahwa orang-orang Cina, Persia dan Arab, pernah datang ke kerajaan Sriwijaya di Sumatera untuk belajar agama Budha. Pada sekitar abad ke-7 kerajaan Sriwijaya merupakan pusat internasional pembelajaran agama Budha, dan negara yang terkenal sangat maju perdagangannya. Kala itu, bahasa Melayu merupakan bahasa pengantar dalam pembelajaran agama Budha dan perdagangan di Asia Tenggara. Bukti-bukti yang menyatakan hal itu adalah prasasti-prasasti yang ditemukan di Kedukan Bukit di Palembang (683 M), Talang Tuwo di Palembang (684 M), Kota Kapur (686 M), Karang Birahi di Jambi (688 M). Prasasti-prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari dan berbahasa Melayu Kuno. Bahasa Melayu Kuno ternyata tidak hanya dipakai pada masa kerajaan Sriwijaya saja karena di Jawa Tengah (Ganda Suli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu kuno. Pada masa keemasan kerajaan Sriwijaya, bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa kebudayaan dan pendidikan. Waktu itu bahasa Melayu dipakai dalam buku-buku pelajaran agama Budha. Seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain menyatakan bahwa di Sriwijaya kala itu ada bahasa yang bernama Koen Loen yang berdampingan dengan Bahasa Sanskerta. Sebutan Koen-Luen bermakna bahasa perhubungan (lingua franca), yaitu bahasa Melayu (Ali Syahbana, 1971).

Bahasa Melayu menyebar ke seluruh pelosok nusantara bersama dengan menyebarnya agama Islam di wilayah. Meskipun dipakai oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Bahasa ibu bagi sebagian besar warga Indonesia adalah salah satu dari 748 bahasa daerah yang ada di Indonesia. pedagang asal Portugis menyebutkan adanya bahasa yang dipahami oleh semua pedagang di wilayah Sumatera dan Jawa. Pada masa itu bahasa Melayu tinggi banyak dipengaruhi oleh kosa kata bahasa Arab dan bahasa Parsia, sebagai akibat dari penyebaran agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata bahasa Arab seperti masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta katakata Parsi seperti anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada periode ini. Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga sekarang. Pada masa selanjutnya, para pedagang dari Portugis, Belanda, Spanyol, dan Inggris mulai berdatangan. Mereka kemudian banyak mempengaruhi perkembangan bahasa Melayu. Bahasa Portugis banyak memperkaya kata-kata yang diambil dari kebiasaan Eropa dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Melayu kemudian mengenal kosa kata baru, seperti gereja, sepatu, sabun, meja, bola, bolu, dan jendela. Bahasa Belanda memperkaya kosa kata bahasa Melayu di bidang administrasi dan kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan kemiliteran), dan teknologi. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas, knalpot, dan stempel adalah pinjaman dari bahasa itu. Para pedagang dari Cina juga ikut memperkaya kosa kata bahasa Melayu, terutama yang berkaitan dengan perniagaan dan keperluan sehari-hari. Kata-kata seperti pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong berasal dari kosa kata bahasa Cina. Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada abad ke-19 menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa yang paling penting di "dunia timur". Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan menggunakan bahasa Melayu di berbagai Pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun Bahasa setempat. Terjadi proses pidginisasi di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara, misalnya di Manado, Ambon, dan Kupang. Orangorang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga menggunakan varian bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu Tionghoa di Batavia. Varian yang terakhir ini malah dipakai sebagai bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar pertama berbahasa Melayu (sejak akhir abad ke-19). Varian-varian lokal ini secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti bahasa. Tonggak penting bagi bahasa Melayu terjadi ketika pada pertengahan abad ke19 Raja Ali Haji dari istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus bahasa Melayu. Sejak saat itu kedudukan bahasa Melayu menjadi setara dengan bahasa-bahasa lain di dunia, karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan jelas. Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak baku serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga. Dengan mengamati perkembangannya, pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada bahasa Melayu Tinggi (karena telah memiliki kitab-kitab rujukan) sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standarisasi bahasa. Pengenalan bahasa Melayu pun dilakukan di sejumlah institusi pemerintah, seperti sekolah-sekolah dan lembaga pemerintahan. Sastrawan juga mulai menulis karyanya dalam bahasa Melayu. Sebagai dampaknya, terbentuklah cikal-bakal bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari asal-usulnya, yaitu bahasa Melayu Riau Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu mulai terlihat. Di tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen. Pada tahun 1904 wilayah Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah jajahan Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson. Tahun 1896 dimulai penyusunan ejaan Van Ophuysen yang diawali penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) oleh van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma'moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Menyadari akan pentingnya kedudukan bahasa Melayu, campur tangan pemerintah semakin kuat. Pada tahun 1908 pemerintah kolonial membentuk Commissie voor de Volkslectuur atau "Komisi Bacaan Rakyat" (KBR). Lembaga ini merupakan embrio Balai Poestaka. komisi ini. Di bawah pimpinan D.A. Rinkes, pada tahun 1910 KBR melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi pemerintah. Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan. Cara ini ditempuh oleh pemerintah colonial Belanda karena melihat kelenturan bahasa Melayu Pasar yang dapat mengancam eksistensi jajahanannya. Pemerintah kolonial Belanda berusaha meredamnya dengan mempromosikan bahasa Melayu Tinggi, diantaranya dengan penerbitan karya sastra dalam Bahasa Melayu Tinggi oleh Balai Pustaka. Namun, Bahasa Melayu Pasar sudah telanjur berkembang dan digunakan oleh banyak pedagang dalam berkomunikasi. Pada tahun 1917 pemerintah kolonial belanda mengubah KBR menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.

Peresmian Nama Bahasa Indonesia 

Pada tahun 1928 bahasa Melayu mengalami perkembangan yang luar biasa. Pada tahun tersebut para tokoh pemuda dari berbagai latar belakang suku dan kebudayaan membuat ikrar untuk menetapkan bahasa Indonesia sebagai Bahasa persatuan Indonesia. Ikrar ini dicetuskan melalui Sumpah Pemuda pada tanggal 8 oktober 1928 sekaligus peresmian Bahasa Indonesia sebagai Bahasa persatuan. Ikrar Sumpah Pemuda dilakukan karena perjuangan rakyat yang telah dilakukan bertahun-tahun untuk kemerdekaan belum juga berhasil. Sebab utama gagalnya perjuangan mencapai kemerdekaan karena sifatnya masih kedaerahan. Egoisme suku dan daerah menjadi penghalang munculnya persatuan. Kesadaran itu kemudian memotivasi para pemuda dari berbagai daerah di nusantara untuk berkumpul dan membuat ikrar:

"Berbangsa satu bangsa Indonesia

Bertanah air satu tanah air Indonesia

Menjunjung tinggi bahasa persatuan Bahasa Indonesia."

Ikrar para pemuda itulah yang menjadi penyemangat muncul Gerakan persatuan rakyat untuk mencapai kemerdekaan, yang akhirnya membuahkan hasil berupa kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Satu hari setelah kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945, bahasa Bahasa Indonesia secara yuridis-formal diakui sebagai bahasa resmi negara dan Bahasa persatuan bangsa. Pada saat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, usul agar bahasa Melayu diangkat sebagai bahasa nasional disampaikan oleh Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Muhammad Yamin mengatakan: "Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan." Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak mengisi dan menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia. Sejarah singkat ini menggambarkan perjalanan bahasa Indonesia yang kini menjadi bahasa nasional yang menyatukan seluruh bangsa Indonesia. Kita semua diharapkan untuk menghormati dan menggunakan bahasa Indonesia, serta menjaga keberagaman bahasa daerah dan tetap mempelajari bahasa-bahasa asing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun