Perjalanan dari Ibu Kota Republik Slowakia, Bratislava, ke Brno dengan menggunakan FlixBus ditempuh dalam waktu sekitar satu setengah jam saja, dan sekitar pukul 4 sore, saya pun tiba di terminal kota terbesar kedua di Republik Ceko ini. Kunjungan ke Brno sebenarnya di luar rencana.
Awalnya, saya bermaksud untuk mengunjungi kembali Vienna (Austria) sebelum bertolak ke Krakow (Polandia), sekalian bertemu dengan kawan lama (jarak dari Bratislava ke Vienna hanya satu jam saja dengan bus). Namun rencana tersebut saya urungkan, sehingga jatuhlah pilihan saya pada Brno, yang kebetulan juga terletak di rute Bratislava - Krakow.
Selain merupakan kota terbesar kedua di Ceko, kota dengan jumlah penduduk sekitar 400 ribu jiwa ini juga merupakan "ibu kota" kekuasaan kehakiman. Di sinilah Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Kejaksaan Agung, dan lembaga Ombudsman negara tersebut berkedudukan.
Bekas Ibu Kota Kerajaan Moravia ini juga dikenal dengan nama Jerman, Brunn, karena hingga awal abad ke-20, sebagian besar penduduknya merupakan penutur bahasa Jerman. Salah satunya adalah Gregor Johann Mendel, seorang biarawan yang dikenal kemudian sebagai Bapak Ilmu Genetika (biara di mana Mendel melakukan penelitian kini dijadikan museum).
Gereja ini terkenal sebagai tempat ossuary (penyimpanan kerangka manusia) terbesar kedua di Eropa, dengan jumlah "koleksi" sekitar 50 ribu kerangka. Sayangnya, saya tidak sempat berkunjung ke sana.
Area di sekitar gereja sendiri dipenuhi berbagai restoran, bar, dan toko, yang sangat ramai terutama pada akhir pekan. Sebuah pemandangan yang sangat unik bagi saya menyaksikan ratusan orang minum-minum, bahkan berpesta hingga lewat tengah malam, tepat di belakang sebuah tempat ibadah.
Perjalanan ke gereja tersebut saya tempuh hanya dalam waktu sekitar 10 menit saja. Tak terduga, rute yang saya tempuh juga melewati Namesti Svobody (Namesti Square), di mana terdapat salah satu monumen terkenal: Brnensky Orloj alias Brno Astronomical Clock.
Monumen yang terbuat dari batu granit berwarna hitam rancangan Oldrich Rujbr dan Petr Kamenik ini dibangun dalam waktu 3 tahun dengan biaya CZK 12 juta (Rp 7,3 milliar)! Salah satu keunikan jam bertinggi 6 meter ini adalah ia mengeluarkan sebuah kelereng setiap harinya pada pukul 11 siang (mengenai makna pukul 11 siang bagi rakyat Brno akan dibahas di bawah).
Jika Anda beruntung mendapatkan kelereng tersebut, silakan bawa pulang sebagai tanda mata. Namun bukan itu yang menjadikan jam ini terkenal, melainkan bentuknya yang mirip (maaf) alat kelamin pria. Tidak heran, ketika diresmikan pada tahun 2009, jam ini mengundang cemoohan sebagai vibrator raksasa, dan bahkan (maaf) penis termahal di Republik Ceko!
Tidak lama setelah melewati monumen jam, saya pun sampai di Gereja Capuchin, dan membayar tiket masuk sebesar CZK 35 atau sekitar Rp 23 ribu (harga pelajar, harga umum CZK 70) dan tambahan CZK 30 untuk memotret.
Sebelum memasuki area penyimpanan mumi, pengunjung disambut dengan tulisan Latin "Tu fui, ego eris" yang artinya "What you are, I was. What I am, you will be." Tulisan ini tentu saja mengingatkan kita pada kematian yang bisa menjemput kapan saja. Saya juga dipinjamkan sebuah buklet yang memuat denah dan informasi mengenai setiap ruangan. Menurut buklet tersebut, total terdapat 205 mumi di ruang bawah tanah ini, dan mereka wafat antara tahun 1656-1784.
Bagian kepala jenazah von Der Trenck ini ternyata sempat terpisah dan hilang cukup lama dari tubuhnya, hingga terdengar desas-desus bahwa bagian kepala mumi tersebut merupakan milik orang lain yang disambungkan (sepintas lalu ukurannya memang nampak tidak proporsional dengan tubuhnya yang bongsor). Namun untunglah pada tahun 1980-an, penelitian DNA membuktikan bahwa kepala tersebut memang berasal dari tubuh yang sama.