Rasa tertegun dan kagumku padamu, tak pernah dapat kupungkiri, itulah pandangan pertamaku terhadap dirimu, Kompasiana.
Dan betapa terkejutnya diriku, setelah kita berjabat tangan melalui rangkaian aksara yang dipenuhi dengan bentangan rindu untuk saling berbagi, engkau merentangkan tangan begitu lebar, seakan menerima dan mempersilahkan diriku untuk memeluk erat dirimu.
Kompasiana, aku tak tahu harus berkata apa tentang dirimu.
Bagiku, kau begitu sempurna dengan segala fitur yang kau miliki.
Kau, begitu kaya dengan sejuta pesona wajah dalam cerita di setiap sudut ruang lamanmu.
Ada wajah berduka dibalik cerita menderita, tentang duka dan nestapa, ada wajah lugu dibalik cerita lucu yang membuat seseorang tertawa dan tampak dungu, ada wajah ceria dibalik cerita bahagia, ada wajah penuh kemunafikan dibalik cerita penuh drama cinta yang mendua, dan masih masih banyak wajah-wajah yang terlukis lewat untaian aksara penuh tanya di setiap sudut lamanmu.
Sementara aku, "wajah apa yang ingin kutampilkan dihadapanmu?" Aku bingung, karena aku sendiri tidak tahu, apa yang harus kusajikan untukmu.
Tapi, baiklah aku akan menampilkan wajahku apa adanya, wajah dengan segala kebodohan dan kesederhanaan, karena inilah diriku yang tidak dapat berpenampilan mengada-ada.
Semua kukatakan agar tak membuatmu kecewa nantinya,"bahwa aku tidak memiliki apa-apa, selain hati yang bulat untuk satu tekad yang kuat."
Aku tak memiliki kehebatan apapun seperti mereka, hanya memiliki kebodohan dan niat untuk selalu bersamamu melalui literasi sederhanaku.