Diperhadapkan pada realitas bahwa ruang publik selalu menghadirkan persoalan baik yang bersifat brokratis kebijakan publik maupun kehadiran pesan-pesan kerakusan, menang sendiri, dan ketidakpedulian, komunitas-komunitas yang menaruh kepedulian terhadap ruang publik perlu mendasari gerakannya dengan nilai-nilai yang jelas dan tegas. karena dari apa yang dipraktekan oleh komunitas-komunitas itulah tersiar bagaimana budaya masyarakat sebenarnya terbangun.
Jadi pandanglah wajah ruang-ruang publik dan mari berkaca sambil bertanya apakah kita masing berani mengatakan bahwa kita adalah masyarakat gotong royong, apakah kita masyarakat yang saling pengertian (tepo sliro), apakah kita masyarakat yang saling menghormati, apakah kita masyarakat yang berbudi luhur bawa leksana?Â
Ruang Publik dan Masa Depan
Masa depan ruang publik adalah tanggungjawab keadaban dan kebudayaan seluruh anggota masyarakat. Dalam banyak kasus pembangunan sebuah kawasan menjadi sangat tertib dan bahkan steril dari ketidakdisiplinan, di belakangnya selalu terkandung tindakan tegas dan bahkan kadang galak dan garang dengan keampuhan mekanisme hukuman yang bisa jadi tidak manusiawi. Tentu kita tidak perlu menunggu sampai sistem itu diberlakukan dengan tanpa ampun agar seluruh anggota masyarakat bisa berpikir dan merasa. Masa depan ruang publik adalah masa depan keberlangsungan budaya kita berinteraksi dengan orang lain dan dengan ruang dimana kita bisa menemukan kenyamanan dan ketentraman kawasan.Â
Sekendur dan sekeras apapun aturan diperlakukan terhadap ruang publik oleh penguasa tentulah mengandung maksud tertentu. Dan dimanapun kekuasaan yang berhubungan dengan kapital akan melihat bahwa ruang publik adalah peluang paling besar untuk dapat dikapitalisasi demi kepentingan kekuasaan itu sendiri. Masyarakat yang sudah tergabung dalam komunitas-komunitas peduli perlu segera memberanikan diri untuk bernegosiasi agar semua ruang publik dalam kawasan tertentu tidak hanya berfungsi sebagai alat bagi kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan. Sekali lagi, fungsi ruang publik yang utama adalah untuk kenyamanan dan keamanan seluruh masyarakat dalam berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan alam di sekitarnya.
Disamping itu, komunitas-komunitas yang peduli terhadap kelestarian publik juga perlu terus bergerak berdasar nilai mempertahankan fungsi manusiawi yang alamiah terhadap ruang publik itu. Sikap pembiaran dan acuh tak acuh terhadap penyalahgunaan ruang publik dmei kepentingannya sendiri - apapun alasannya - perlu disikapi dengan berdasar pada nilai pentingnya ruang publik bagi masa depan budaya interaksi antar manusia.Â
Dekapitalisasi = Maksimalisasi Fungsi
Dengan melihat bahwa ruang publik, baik bagi kepentingan politik kekuasaan maupun kepentingan praktis ekonomis masyarakat menemukan persimpangannya, maka kesadaran dasar yang perlu ditekankan menjadi budaya adalah dengan cara men dekapitalisasi ruang publik. Artinya, diperlukan sebuah gerakan budaya untuk melihat ruang publik itu bukan lagi sebagai tempat dimana siapapun dapat memanfaatkannya untuk kepentingan ekonomis dan politisnya sendiri.
Siapa yang bisa mempelopori dan memberi contoh untuk gerakan budaya sperti ini? Tentu yang paling strategis dan pertama kali dengan tegas memperlihatkannya adalah para penguasa yang kekuasaannya dicurahkan pada pemanfaataqn ruang publik itu. Pemerintah dapat dengan sangat strategis memberikan contoh tegas bahwa ruang publik bukanlah ajang bisnis antara pemerintah dengan korporasi tertentu. Demikian juga penguasa setempat entah itu kedinasan tertentu atau kepemimpinan tak nampak yang menguasai sebuah wilayah ruang publik, termasuk di dalamna komunitas-komunitas peduli, perlu bersinergi memperlihatkan keberpihakannya dengan nalar sehat berbasis fungsi ruang publik yang adalah bagi keseluruhan anggota masyarakat dan kelestarian ruang publik itu sendiri.
Selama segala aktifitas yang berhubungan dengan ruang publik masih memberikan ruang bagi usaha kapitalisasi ruang publik itu demi kepentingannya sendiri, selama itu pula semua pihak akan beramai-ramai berusaha memanfaatkan ruang publik sebagai lahan baik untuk bisnis maupun untuk kepentingan idiologis-politis kelompoknya sendiri. Dan dalam proses seperti itulah budaya kita dipertaruhkan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H