Mohon tunggu...
kristanto budiprabowo
kristanto budiprabowo Mohon Tunggu... Human Resources - Hidup berbasis nilai

Appreciator - Pendeta - Motivator

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Spiritualitas Transformatif Dibalik Kisah Dewa Ruci

29 Agustus 2015   14:44 Diperbarui: 29 Agustus 2015   14:59 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Umumnya diterima bahwa kombinasi penokohan Bima dan Dewa Ruci merupakan personifikasi dari dialektika problem kemanusiaan klasik untuk membangun kesadaran diri memahami segala sesuatu. Ada bangunan epistemologi yang khas yang menawarkan cara pandang terhadap dunia secara holistik dengan dasar pijak - dalam alur cerita – terlebih dahulu melampaui/mengatasi cara pandang yang monistik dan pantheistik. Jika direfleksikan secara religius jelas ini sebuah tawaran yang sangat progresif mengingat era dimana kisah ini menjadi populer adalah era persaingan kekuasaan yang bergelindan dengan persaingan pengaruh sistem kepercayaan. Sekalipun tidak terlalu eksplisit ditegaskan – kecuali dalam interpretasi Dalang ketika memainkan kisah ini – cara pandang yang monoteis diperkenalkan dengan cara yang tidak absolut. Hal ini memperlihatkan bahwa sekalipun menegaskan sebuah prinsip epistemologis paling penting, pengalaman spiritual paling dalam, dan pemahaman tentang keilahian paling sakral, selalu ada peluang yang ditawarkan bagi siapa saja untuk memasuki kisah dengan perspektifnya sendiri.

Tak ayal lagi, kisah Dewa Ruci selalu mengganggu sistem kekuasaan, baik kemapanan sistem kekuasaan sosial, politik, bahkan ortodoksi agama-budaya. Perjuangan besar beberapa orang bijak seperti Haji Mutamakin, adalah gambaran riil tentang kuatnya pengaruh kisah ini bagi usaha pembebasan. Perspektif teologi pembebasan ala kisah Dewa Ruci menabur benih-benih sikap kritis orang Jawa terhadap apapun yang dapat dikategorikan sebagai sistem kuasa. Dalam perspektif inilah kisah Dewa Ruci selalu menjadi relevan untuk terus direfleksikan dan di reinterpretasi dalam menghadapi konteks perubahan sosial.

Begitulah, Dewa Ruci telah menjadi narasi latent milik bersama. Kisahnya dalam berbagai penyesuaian dan interpretasi adalah kisah komunal masyarakat Jawa memaknai agama, tradisi, budaya, moralitas, dan spiritualitas. Tiap-tiap agama, bahkan yang belakangan datang setelah kisah Dewa Ruci berkembang cukup luas, dapat dengan leluasa memberikan interpretasi baru yang di satu sisi dapat meningkatkan tersebarnya nilai penting di balik kisah tersebut, dan di sisi lain memberi tambahan khasanah baru beragama yang mengakar dalam dinamika transformasi budaya.

Menafsirkan Dewa Ruci adalah langkah awal untuk mengabarkan spiritualitas transformatif yang post-religion. Spiritualitas yang melampaui agama dengan menggunakan kearifan, kesederhanaan, keagungan, dan perdamaian tradisi lokal itu pada akhirnya akan semakin memperkokoh agama untuk dapat “turun ke bumi” dan tidak melayang di atas langit belaka. Kisah Dewa Ruci menawarkan kepada kita sebagai sebuah bangsa untuk teguh berani menjadi orang-orang beragama dan sekaligus berbudaya lokal dengan bangga dan gembira.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun