Mohon tunggu...
KPK WATCH Indonesia
KPK WATCH Indonesia Mohon Tunggu... -

KPK WATCH INDONESIA adalah lembaga nirlaba yang memposisikan diri sebagai lembaga pengawas kinerja KPK dengan Motto “bersama kita bisa jihad melawan Korupsi.” KPK WATCH Indonesia didirikan di Jakarta pada Tanggal 20 Februari 2010, berkantor di Jakarta dan dapat mempunyai cabang-cabang atau perwakilan-perwakilan yang di anggap perlu oleh Pengurus KPK WATCH Indonesia atas persetujuan Dewan Pendiri. KPK WATCH Indonesia berasaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dengan sifat Sukarela dan Independent

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kinerja KPK Masih Dipertanyakan “Antara Ada dan Tiada”

25 Mei 2010   18:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:58 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Seperti halnya tikus, tak ada kata kenyang bagi para koruptor. Merampok harta Negara bagi mereka adalah hal yang biasa. Takkan pernah berhenti hingga harta negeri ini habis tak tersisa. Membiarkan manusia seperti ini sama saja dengan membiarkan Negara ambruk perlahan tanpa kompromi”

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan suatu komisi khusus yang dasar pendiriannya diatur dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31/1999) dan secara khusus diatur dalam UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 43 UU No. 31 Tahun 1999 mengatur tugas dan wewenang KPK adalah melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Secara rinci tugas KPK diatur dalam Pasal 6 UU No. 30/2002, yaitu: (a). Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; (b). Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; (c). Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; (d). Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; (e). Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Sejalan dengan tugas yang diemban oleh KPK, maka secara yuridis KPK diberikan wewenang : Pertama, Dalam melaksanakan tugas supervisi, KPK berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik. Kedua, Dalam melaksanakan wewenang tersebut maka KPK berwenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan. Ketiga, Dalam hal KPK mengambil alih penyidikan atau penuntutan, kepolisian atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Berkaitan dengan hal tersebut, hubungan fungsional dan koordinatif antara Kejaksaan dan Kepolisian dengan KPK dapat dilihat dengan jelas dalam penjabaran Pasal 6 UU No. 30 Tahun 2002 seperti telah disebut di atas. Dalam pasal tersebut terlihat betapa besar peran, tugas dan wewenang dari KPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Selanjutnya, mengenai hal ini dijelaskan dalam Penjelasan Umum dari UU No. 30 Tahun 2002, KPK: (1). Dapat menyusun jaringan kerja (networking) yang kuat dan memperlakukan institusi yang telah ada sebagai "counterpartner" yang kondusif sehingga pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif; (2). Tidak memonopoli tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan; (3). Berfungsi sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi yang telah ada dalam pemberantasan korupsi (trigger mechanism); (4). Berfungsi untuk melakukan supervisi dan memantau institusi yang telah ada, dan dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan (superbody) yang sedang dilaksanakan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan.

Dari penjelasan umum ini, maka dapat ditarik suatu benang merah bahwa KPK harus menjadikan kepolisian maupun kejaksaan sebagai ‘counter partner’ yang kondusif sehingga pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif. Hal ini dapat dipahami mengingat keberadaan KPK tidak sampai pada daerah-daerah terutama Kabupaten/Kota. Apabila KPK melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sendiri akan mengakibatkan timbulnya berbagai kesulitan serta pembengkakan pembiayaan, hal tersebutlah yang menjadi pertimbangan sehingga untuk penyidikan dan penuntutan dilaksanakan oleh Kejaksaan Negeri atau Kejaksaan Tinggi secara teknis dan praktis dengan tetap bekerjasama dan supervisi oleh KPK.

Demikian pula tentang fungsi KPK untuk tidak memonopoli penyelidikan, penyidikan dan penuntutan serta fungsi lainnya, yaitu sebagai pemicu dan pemberdaya institusi dan fungsi melakukan supervisi dan memantau instansi yang telah ada. Hal ini menandakan bahwa dalam hubungan fungsional antara KPK dengan kejaksaan dan/atau kepolisian akan tetap memberikan peran yang besar kepada kedua institusi penegak hukum (kepolisian dan kejaksaan) untuk tetap melaksanakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Selain itu dalam UU No. 30/2002 juga diberikan persyaratan berkaitan dengan perkara korupsi yang dapat diambil alih oleh KPK, yaitu: Pertama, Laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti; Kedua, Proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-larut atau tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan; Ketiga, Penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya; Keempat, Penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi; Kelima, hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif; Keenam, Keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, KPK juga diberi wewenang untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap kasus tindak pidana korupsi yang: Pertama, Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; Kedua, Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau. Ketiga, Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Tetapi dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, KPK tidak berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi. Proses peradilan terhadap perkara tindak pidana korupsi dilaksanakan dengan menggunakan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 merupakan ketentuan khusus mengenai hukum acara pengadilan tindak pidana korupsi. Sedangkan KUHAP merupakan ketentuan yang bersifat umum dalam hukum acara pidana di peradilan umum. Dalam pelaksanaannya, ketiga undang-undang tersebut saling melengkapi. Hal ini dengan tegas dinyatakan dalam Pasal 26 UU No. 31 Tahun 1999, Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 dan dalam Pasal 39 ayat (1) dan Pasal 62 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002.

Ketentuan di atas menandakan berlakunya asas hukum Lex Specialis Derogat Legi Generalis, karena ketentuan yang tidak ditentukan lain dalam undang-undang yang bersifat khusus ini (Undang-Undang No.31 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002) akan tetap menggunakan ketentuan dalam undang-undang yang bersifat umum (KUHAP). Untuk itu dalam hal ditentukan lain oleh UU No. 31 Tahun 1999 dan UU No. 30 Tahun 2002, maka hal yang sama yang diatur dalam Undang No. 8 Tahun 1981 tidak berlaku. Akan tetapi apabila hal tersebut tidak ditentukan lain maka yang berlaku adalah ketentuan yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981. Pengecualian atas ketentuan tertentu melalui penggunaan asas hukum Lex Specialis Derogat Legi Generalis.

KPK sebagai organ yang menjalankan tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam Pengadilan Tindak Pidana Korupsi maka dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya mengikuti hukum acara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai ketentuan khusus (Lex Specialis) dan UU No. 8 Tahun 1981 (KUHAP) sebagai ketentuan umum (Lex Generali).

Merujuk pada ketentuan di atas, dapat kita lihat bahwa KPK akan mengambil alih fungsi dan tugas kepolisian dan kejaksaan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam perkara-perkara korupsi tertentu. Oleh karena itu, terjadi perubahan besar dan mendasar dalam pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang juga berarti perubahan di dalam hukum acara pidana, khususnya mengenai kasus-kasus tindak pidana korupsi. Penyelidik, penyidik, dan penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Penyelidik, penyidik dan penuntut umum yang sebelumnya bekerja di instansi Kepolisian dan Kejaksaan yang karena diangkat menjadi pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi, maka mereka diberhentikan sementara dari instansi kepolisian dan kejaksaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun