Mohon tunggu...
Koteka Kompasiana
Koteka Kompasiana Mohon Tunggu... Administrasi - Komunitas Traveler Kompasiana

KOTeKA (Komunitas Traveler Kompasiana) Selalu dibawa kemana saja dan tiada gantinya. | Koteka adalah komunitas yang didesain untuk membebaskan jiwa-jiwa merdeka. | Anda bebas menuliskan apapun yang berkaitan dengan serba-serbi traveling. | Terbentuk: 20 April 2015, Founder: Pepih Nugraha, Co-founder: Wardah Fajri, Nanang Diyanto, Dhave Danang, Olive Bendon, Gana Stegmann, Arif Lukman Hakim, Isjet, Ella | Segeralah join FB @KOTeka (Komunitas Traveler Kompasiana) Twitter@kotekasiana, Instagram @kotekasiana dan like fanspage-nya. Senang jika menulis di Kompasiana, memberi tag Koteka dan Kotekasiana di tiap tulisan anda! E-mail: Kotekakompasiana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Event Komunitas Online Artikel Utama

Merebaknya Varian Omicron dan Sekilas Zambia

16 Februari 2022   08:00 Diperbarui: 16 Februari 2022   12:46 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahas Omicron, yuk (dok.Koteka)

Hi, everyone, apa kabar?

Masih sehat dan bahagia?

Sabtu lalu Komunitas Traveler Kompasiana bekerjasama dengan Universitas Negeri Surabaya telah mengadakan Kotekatalk-75 membahas tentang "Menjadi Pengajar Bahasa Jerman di  Jerman dan Sekilas Muenchen" bersama Ade Umar Said Schuetz. Ini demi memotivasi dosen dan mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman di Unesa dan universitas lain yang ikut bergabung hari itu. Hampir 100 orang hadir dalam acara. Rame!

Nah, narasumber dari Lampung yang tinggal di Muenchen, kota di mana ia pernah menuntut ilmu itu  menceritakan sekilas tentang apa dan bagaimana ia bisa menjadi salah satu staff dari Goethe Institut Indonesia. 

Mulai dari kuliah bahasa Jerman di UNY, mengulangi lagi S1 di Jerman hingga meraih gelar master, ia berhasil menguasai bahasa Jerman yang tergolong bahasa yang rumit. Luar biasa bagaimana ia harus merantau di negeri orang untuk menuntut ilmu dengan bea mandiri. Hidup di negeri orang itu tak gampang. Harus banyak perjuangan. Berani menerima tantangan?

Yup. Setelah menikah dengan wanita berkebangsaan Jerman, ia kini berada di Jerman. Tapi saat zoom kebetulan sedang ada tugas di Jakarta. 

Mulai dari mengajar bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu sampai dengan bahasa Jerman sebagai bahasa asing kedua setelah bahasa Inggris, telah ia jalani. Oh iya, ia menjajal menjadi pengajar bahasa Jerman 600 jam bagi para pengungsi, yang menurutnya sangat berat. 

Pasalnya tak hanya memberi pengetahuan tentang bahasa Jerman dan wawasan tentang negara dengan 16 negara bagian itu saja, tapi juga harus mengerti dan memahami karakter, pengalaman mengungsi yang tidak nyaman dan latar belakang mereka yang tentu tidak seperti warga biasa. Banyak hal yang membuat pengajar sepertinya harus memiliki usus yang panjang. Sabar. Hitungan honornya juga berdasarkan jam. 

Ade mengingatkan bahwa untuk menjadi pengajar di Jerman, harus memenuhi banyak persyaratan. Antara lain kursus khusus sebagai pengajar di BAMF. 

Tentang Munich atau Muenchen, ia bercerita sedikit bagaimana kota tua ini merupakan salah satu kota mahal di Jerman. Di sana, banyak orang dari seluruh dunia yang berkunjung, tinggal dan bekerja. Kota ini sangat terkenal dengan festival bir pada bulan Oktober. Bir adalah minuman tradisional masyarakat Jerman. Tradisi yang akhirnya justru menjadi magnet bagi seluruh bangsa di dunia. Ke sana, jangan lupa makan Brezel dan sosis putih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Event Komunitas Online Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun