Berselancar di dunia maya memang bisa menemukan banyak hal menarik, mulai dari video "Tutorial Unboxing Nasi Padang" sampai bagaimana cara merakit sendiri sinar laser yang bisa membakar rumah seseorang dalam sekejap. Ada banyak informasi yang tersedia dan kadang kesannya terlalu liar karena informasi tersebut tersaji dalam berbagai sudut pandang dan opini si pembuatnya.
Salah satunya adalah mengenai "perlambatan" ekonomi yang mungkin dialami berbagai negara di dunia (dan apakah di Indonesia juga?). Lucunya membaca komentar-komentar berbagai orang banyak yang mengeluhkan toko yang sepi, penjualan yang menurun, dan bonus yang tidak didapatkan karena tidak terpenuhinya target menjadi berbagai opini seseorang tentang adanya perlambatan ekonomi. Padahal walaupun kesannya mirip, ada perbedaan yang cukup jelas antara ekonomi yang melambat dan penurunan omset suatu usaha.
Perlambatan Ekonomi, terjadi secara global, bisa dalam skala dunia, regional maupun negara. Jadi jika hanya skala kota pun belum bisa disebut sebagai perlambatan karena ruang lingkupnya yang terlalu kecil. Dan.. terjadi di hampir semua jenis produk baik barang maupun jasa. Jadi bukan perlambatan ekonomi namanya jika usaha travel anda hampir bangkrut karena konsumen beralih ke pemesanan tiket online.Â
Seorang pengusaha pemilik toko di sebuah kota di Sulawesi sempat berbincang kepada saya, tokonya yang menjual peralatan sanitary (keran air, selang, wastafel, dll) saat ini sepi pengunjung karena perlambatan ekonomi, bahkan sempat menyalahkan pemerintah dan bersedia berdemo ke istana negara kalau saja ada yg mengajaknya. Padahal, tahun tersebut, perusahaan besar penjual produk serupa yang kita samarkan saja namanya menjadi "ABC Hardware" dalam kurun waktu yang sama membuka tenant nya di mal kota tersebut.
Tahun 2008 saat saya masih berkuliah di Jakarta, adalah saat awal boomingnya "laptop", dan saat itu barang tersebut masih sangat mahal jadi kalangan mahasiswa lebih banyak beralih ke PC Rakitan dimana "Mangga Dua" adalah pusatnya. Hampir semua mahasiswa di jakarta pernah merasakan keliling-keliling di Mangga Dua baik untuk mencari komponen PC maupun membeli laptop/pc. Dulu parkir disana susahnya bukan main. Kini lihatlah kondisi mangga dua sekarang. Terakhir kesana sekitar tiga bulan lalu dan mobil saya sampai bingung mau diparkir dimana karena saking sepinya.
Apakah yang terjadi dengan pedagang di Mangga Dua dan pedagang sanitary tersebut merupakan perlambatan ekonomi atau hanya penurunan omset?
Pasar laptop maupun PC rakitan memang menurun sejak adanya tablet pc dan smartphone. Kalau dipikir-pikir, toh sebagian dari kita memang membeli barang tersebut lebih banyak digunakan untuk berinternet ria dibanding hal-hal yang sifatnya pekerjaan. Kini setelah fungsi tersebut bisa digantikan tablet dengan harga yang lebih murah, tentu saja peminat PC atau laptop semakin menghilang. Kini pembeli PC sebagian lebih banyak ke segmen korporat atau perkantoran dan usaha. Itupun mereka tidak perlu spesifikasi yang perlu diupgrade setiap tahun sehingga tidak ada urgensi untuk membeli barang yang sama.
Lalu apakah indonesia juga mengalaminya? Hanya ada dua cara mengetahuinya yaitu melalui data dari Badan Pusat Statistik dan melihat indikator ekonomi seperti inflasi/deflasi. Kenapa demikian? Karena perlambatan ekonomi terjadi di hampir semua jenis barang dan jasa. Katakanlah Seseorang karyawan bergaji 4jt perbulan, tahun-tahun sebelumnya bisa menghabiskan 3jt uangnya untuk kebutuhan makan, pulsa, jalan-jalan dan sebagainya. Kini setelah ada program rumah subsidi, dia bersedia menghemat konsumsinya untuk membayar cicilan rumah. Dari kacamata pemilik warung makan, karyawan tersebut menyebabkan penurunan omset, tetapi dari kacamata developer rumah subsidi ini memberikan kenaikan.
Jadi bukan perlambatan ekonomi jika usaha kita menurun karena konsumen kita beralih ke penjual yang lain, merk yang lain, atau jenis barang lain karena pasti ada pihak di luar sana yang mendapatkan kenaikan. Perlambatan ekonomi terjadi jika terjadi penurunan tetapi tidak ada pihak manapun yang mendapatkan kenaikan karena konsumen tidak beralih kemana-mana dalam menggunakan uangnya. Harga barang meningkat tetapi pendapatan tetap. Hal ini hanya bisa terjadi jika pendapatan konsumen tidak mampu mengikuti daya beli/harga barang yang semakin naik di hampir semua sisi dan penyebabnya adalah inflasi. Gaji tetap 4jt tetapi dulu yang sekali makan nasi bungkus harganya cuma 10.000 kini naik menjadi 12.000.
Berdasarkan data BPS ekonomi Indonesia justru mengalami kenaikan. Sayangnya produk yang dihasilkan selama ini lebih banyak di ekspor, sehingga jika walaupun ekonomi di Indonesia bagus tetapi ada negara yang kondisi ekonominya sedang tidak baik, maka lama-lama akan berimbas juga jg ke negara ini. Kebijaksanaan masyarakat dalam memilah informasi sangat diperlukan di era dimana semua hal bisa didapatkan secara mudah. Informasi bisa digunakan oleh berbagai pihak dan kadang-kadang untuk tujuan yang tidak sesuai atau menggiring opini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H