Mohon tunggu...
rizqa lahuddin
rizqa lahuddin Mohon Tunggu... Auditor - rizqa lahuddin

hitam ya hitam, putih ya putih.. hitam bukanlah abu2 paling tua begitu juga putih, bukanlah abu2 paling muda..

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Perbedaan Kuil Shinto dan Buddha di Jepang

7 April 2018   18:05 Diperbarui: 19 Maret 2021   07:21 4299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kuil Shinto. Dokumentasi Pribadi

"In Japan, you born in Shinto, married in Christian and buried in Buddhist"

Seperti kata salah satu iklan maskapai penerbangan, Jepang memang tempatnya segala hal yang unik-unik. Bahkan dari sudut pandang orang Barat yang berpikiran lebih terbuka, budaya Jepang masih bisa membuat mereka geleng-geleng kepala, apalagi bagi kita orang Indonesia. Itulah salah satu alasan kenapa banyak sekali turis pergi kesana. Unik. Apalagi dengan harga tiket ke Jakarta-Tokyo saat ini yang bahkan lebih murah dibandingkan dari Medan ke Makasar.

Salah satu keunikannya adalah dalam hal kepercayaan. Walaupun secara textbook dan soal-soal di pelajaran IPS, disebutkan bahwa mayoritas mereka menganut Shinto, kenyataannya tidak seperti itu. Mereka tidak seserius kita dalam menanggapi soal agama sampai-sampai puisi saja bisa dilaporkan ke polisi. Shinto pada dasarnya tidak terpusat ke satu tuhan atau dewa, tetapi lebih ke arah spirit dan roh yang ada di mana-mana.

Jika Kompasianer pernah berkunjung ke Jepang, dan mengunjungi salah satu kuil, mungkin kuil Shinto dan Budha akan terlihat sama saja. Padahal ini ibarat perbedaan Candi Prambanan dan Candi Borobudur. Sama-sama candi, terbuat dari batu, penuh relief dan patung, dan terletak di dua tempat yang berdekatan (Magelang dan Jogjakarta), Prambanan merupakan Candi Hindu sedangkan Borobudur merupakan candi bagi penganut Buddhisme.

Ada sedikit perbedaan antara Buddhisme di Jepang dengan yang ada di Myanmar, Thailand dan Indonesia dalam hal bentuk tempat ibadah. Di Jepang, ciri khas "stupa" seperti yang ditemui di Candi Borobudur atau Pagoda di Thailand sama sekali tidak terlihat. Mungkin ini alasannya turis agak susah dalam membedakan keduanya.

Walaupun sama-sama disebut kuil dalam bahasa Indonesia, berikut ini ada beberapa ciri khas yang bisa diingat untuk membedakan mana yang merupakan kuil Shinto dan mana yang merupakan kuil Buddha saat traveller sedang berada di Jepang.

Kuil Buddha

  • Jika traveller membuka google map, peta, atau buku dan menemukan kuil dalam bahasa inggris tertulis "temple" maka itu adalah kuil Buddha
  • Secara fisik, kuil Buddha lebih sering didominasi warna cokelat atau gelap seperti warna kayu yang tidak dicat.
  • Dalam hal penamaan biasanya menggunakan kata berakhiran -Ji atau -Dera, misalnya Kyomizu Dera.
  • Gerbang adalah hal pertama yang bisa diperhatikan. Jika gerbangnya berupa bangunan beratap (memiliki genteng, atau ornamen yang mirip bangunan yang bisa dimasukin oleh orang) maka itu adalah kuil Budha.
  • Suasana di dalam kuil Budha selalu terkesan sederhana, terlihat lebih tenang, dengan ornamen-ornamen yang tidak terlalu mencolok.
  • Sama seperti di film-film Shaolin, hampir semua kuil Buddha memiliki satu lonceng besar yang dipukul dengan kayu untuk membunyikannya.
  • Biasanya berukuran besar dan luas karena dihuni oleh banyak Bhiksu sebagai tempat ibadah.

Foto ini merupakan salah satu wujud kuil Budha yang terletak di kota Kyoto. 

Kuil Budha (temple). Dokumentasi Pribadi
Kuil Budha (temple). Dokumentasi Pribadi
Kuil Buddha (temple). Dokumentasi Pribadi
Kuil Buddha (temple). Dokumentasi Pribadi
Kuil Shinto
  • Dalam buku, peta atau petunjuk lain tertulis "shrine" dalam bahasa Inggris, maka itu adalah kuil Shinto.
  • Bangunan lebih sering didominasi warna merah atau jingga walaupun tidak selalu seperti itu. Shrine kecil lebih banyak berwarna cokelat atau mirip arsitektur rumah khas Jepang secara umum.
  • Dalam hal penamaan, berakhiran -Jinja atau -Jingu seperti Heian Jingu.
  • Bangunannya terlihat megah, berwarna warni sangat mencolok, dan biasanya penuh dengan ornamen.
  • Gerbangnya berbentuk torii, atau hanya seperti kayu gelondongan yang ditumpuk membentuk gerbang.
  • Banyak terdapat lonceng kecil-kecil yang digoyangkan dengan kain.
  • Ukuran bisa sangat bervariasi. Bahkan ada kuil yang terletak di tengah-tengah pasar yang hanya berukuran sama seperti rumah biasa.
    Kuil Shinto (shrine). Dokumentasi Pribadi
    Kuil Shinto (shrine). Dokumentasi Pribadi

Selain perbedaan, ada juga persamaan di antara keduanya. Baik shrine maupun temple memiliki kertas-kertas berisi doa dari pengunjungnya yang dipasang pada bagian tertentu, dan ada semacam kolam air berisi gayung yang dipakai sebagai tempat "membersihkan diri" sebelum berdoa. Berdasarkan pengalaman, entah kenapa kuil Shinto hampir semuanya gratis untuk dikunjungi, sedangkan ada beberapa kuil Buddha yang mengenakan tiket masuk bagi pengunjungnya. Hehe.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun