Secara garis besar, kebijakan ekonomi dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi penawaran agregat, seperti kebijakan ketenagakerjaan, kebijakan perdagangan, kebijakan industri, dan kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (disebut juga kebijakan pemerintah). makroekonomi), seperti kebijakan moneter, fiskal, dan nilai tukar.
Setiap kebijakan ekonomi memiliki tiga komponen, yaitu instrumen, tujuan, dan hubungan sebab-akibat antara instrumen dan tujuan (sering disajikan dalam model ekonomi). Pendekatan lain untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter di Pusat Bank Indonesia akan menerapkan sistem pengendalian industri kebijakan moneter dengan menggunakan suku bunga sebagai target operasional.
Deregulasi regional dan globalisasi keuangan berdampak besar pada perekonomian banyak negara. Selain berdampak positif terhadap perekonomian, perubahan yang cepat di pasar keuangan juga berdampak negatif terhadap efektivitas kebijakan moneter. Friedman mengidentifikasi tiga kemungkinan dampak deregulasi keuangan terhadap kebijakan moneter.Â
Pertama, deregulasi suku bunga, nilai tukar, dan integrasi pasar keuangan di seluruh dunia akan mengubah transmisi kebijakan moneter. Kedua, inovasi keuangan akan menggoyahkan hubungan antara harga (inflasi) dan uang (nilai uang).
Ketiga, mobilitas modal yang meningkat akan mempersulit tercapainya dua sasaran akhir stabilitas harga dan stabilitas nilai tukar secara bersamaan. Pasca reformasi sistem keuangan, hubungan antara pertumbuhan uang beredar dan aktivitas ekonomi serta inflasi cenderung tidak stabil. Kondisi ini menyebabkan banyak negara tidak lagi menggunakan nilai moneter sebagai variabel target kebijakan moneter. Saat ini, banyak negara menggunakan suku bunga dan nilai tukar sebagai target operasional.Â
Di Indonesia, pencapaian target moneter seperti M1 dan M2 cenderung menurun. Pencapaian target M0 mengikuti tren serupa. Bersamaan dengan menurunnya implementasi sasaran moneter, realisasi sasaran yang telah ditetapkan yaitu tingkat inflasi dan neraca pembayaran menjadi semakin sulit. Sasaran inflasi yang ditetapkan sebesar rata-rata 5%/tahun dalam Repelita V dan VI tidak pernah tercapai.Â
Defisit transaksi berjalan dalam tiga tahun terakhir semakin besar, sementara struktur neraca modal semakin didominasi oleh modal jangka pendek yang berisiko tinggi. Tanda pelemahan kebijakan moneter ini tidak terlepas dari dampak deregulasi di sektor keuangan yang dimulai sejak tahun 1983. Deregulasi ini menyebabkan sejumlah perubahan struktur.Â
Pertama, pengecualian penetapan suku bunga pasar menyebabkan perubahan portofolio keuangan masyarakat yang tercermin dari perubahan komposisi kas dan giro serta struktur berjangka dan giro. Kedua, garis antara M1 dan M2 semakin tipis karena substitusi yang semakin dekat, terutama tabungan (komponen M2) dan M15. Ketiga, perubahan portofolio aset keuangan yg menyebabkan perubahan suku bunga.
Kesimpulannya  apabila kebijakan moneter dan fiskal hanya dapat mempengaruhi laju inflasi secara tidak langsung melalui pengaruh kedua kebijakan tersebut terhadap tingkat produksi  maka sasaran produksi dan laju inflasi tidak mungkin dapat dicapai secara bersamaan. Kalau pun koefisien determinasi tidak sama dengan nol namun mendekati nol maka pencapaian kedua sasaran secara bersama-sama hanya dapat terjadi apabila masing-masing instrumen kebijakan berada jauh di atas/bawah tingkat normalnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H