BUKTIKAN "GOLKAR BERSIH" BUKAN SEKADAR SLOGAN
Ketua Umum baru Partai Golkar Airlangga Hartarto saat menyampaikan pidato penutupan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar di Jakarta Convention Center, Senayan Jakarta, Rabu (20/12/2017) tegas mengatakan bahwa Golkar tak hanya mengusung "Golkar Bersih" sebatas slogan. Airlangga berjanji akan mengimplementasikan slogan tersebut dalam mengelola Partai Golkar ke depan.
"Partai Golkar yang bersih bukan hanya sebuah slogan, bukan pula sebuah moralisme tanpa isi, tapi merupakan keniscayaan politik. Kalau kita mengingkari ini, partai Golkar akan merosot dan tersisihkan," begitu kata Airlangga.
Tentu saja, janji ini harus dibuktikan jika Partai Golkar tidak ingin tergerus elektabilitasnya pada pemilu 2019 mendatang.
Langkah pertama yang harus dilakukan ketua umum baru guna "membersihkan" Partai Golkar adalah menindak tegas kader-kader Partai Golkar, baik yang ada di kepengurusan partai maupun di DPR, yang telah terbukti terlibat masalah hukum seperti korupsi.
Jangan sampai kasus seperti anggota DPR RI dari Fraksi Golkar Zulfadli yang berstatus terpidana korupsi, didiamkan. Padahal anggota DPR dari dapil Kalimantan Barat itu telah divonis oleh Pengadilan Tinggi Kalimantan Barat sebagai terpidana korupsi Dana Bansos KONI 2007-2008 dan Dana Fakultas Kedokteran Untan 2006-2008. Hingga saat ini status kader Golkar ini masih sebagai anggota DPR RI.
Demikian juga kasus Fahd A Rafiq yang telah dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Tipikor dalam korupsi Al-Quran, namun namanya belum dicoret dari kepengurusan DPP Partai Golkar. Nama lain, Markus Nari, anggota DPR Fraksi Golkar yang terseret korupsi e-KTP bersama Setya Novanto. Statusnya saat ini tersangka.
Tidak adanya tindakan tegas terhadap para kader yang terlibat masalah hukum, bahkan ada yang sudah dinyatakan bersalah oleh putusan pengadilan, membuat citra Partai Golkar tidak bisa pulih, dan slogan baru "Golkar Bersih" benar-benar sekadar slogan belaka. Jika demikian, kapan Golkar akan bangkit dari keterpurukan?
Ketua Umum baru tidak boleh diam, sebab publik akan menilai tidak ada perubahan apa-apa di Partai Golkar, meski dengan slogan barunya itu. Mestinya, Zulfadli, Markus Nari, dicopot dari anggota DPR RI, dan Fahd A Rafiq dicoret dari kepengurusan DPP Partai Golkar. Sebab secara etika, mereka sudah melakukan pelanggaran berat yang mencederai amanat rakyat.
Kasus Zulfadli, Markus Nari, dan Fahd A Rafiq hanya sebagi misal saja, pengurus Partai Golkar lain yang juga terlibat masalah hukum, khususnya korupsi tentu juga harus "dibersihkan" oleh ketua umum baru, jika memang frasa "Golkar Bersih" tak hanya sekadar slogan.
 Majid