Fenomena yangterdengar sudah tidak asing lagi di dunia perpolitikan Indonesia. Sejak pemilu Juli 2014 kemaren usai, masih banyak sekali luka hati yang diakibatkan oleh proses tersebut. Pertarungan dunia maya antar netizen sampai sekarang masih sangat kuat untuk saling melempar cacian bahkan komentar-komentar pedas kepada pihak oposisi. Tentunya fenomena ini sangatlah tidak sehat untuk perkembangan negara ini sendiri.
Sikap tidak gentle yang ditunjukan oleh pihak-pihak yang kalah, membuat mereka sulit move on menghadapi keadaan yang sekarang. Setiap aksi ataupun tindakan yang dilakukan oleh Pak Jokowi dan Tim, seolah-olah selalu salah.. Mereka sangat perhatian terhadap Beliau, setiap hal kecil yang diliput di media selalu menjadi bahan postingan mereka untuk mengeluarkan argumen-argumen yang tentu saja sifatnya berkebalikan dengan keadaan yang ada dan cenderung negatif. Mulai dari pemilihan lokasi pengumuman kabinet, hasil pengumuman kabinet, sikap anaknya di media, penerbitan kartu sakti, sampai pidato Beliau dihadapan para petinggi negara anggota APEC tak luput dari santapan para nyinyiers. Seandainya aktifitas beliau dikamar mandi itu dimediakan, sudah pasti akan banyak sekali yang menyerbu Beliau, padahal itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan aktifitas kenegaraan.
Kekuatan para nyinyiers memang sangat luar biasa. Sayangnya kekuatan tersebut tidak digunakan pada tempat yang pas. Budaya mengkritik itu sangat bagus, karena kritikan itu mampu menunjukan sisi yang tidak terlihat. Sehingga kritik itu dapat menunjukan mana yang masih kurang dan siap untuk diperbaiki selanjutnya. Tetapi kitikan yang semata-mata ditujukan untuk menjatuhkan itulah yang kurang tepat. Jika yang dijatuhkan ternyata tidak jatuh, tunggulah waktu yang tepat untuk melihat mereka terjatuh sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H