Mohon tunggu...
Kornelius Ginting
Kornelius Ginting Mohon Tunggu... Administrasi - Lelaki Biasa

-”Scripta manet verba volant”. https://www.korneliusginting.web.id/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pilot sebagai Sebuah Profesi

11 Januari 2015   05:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:23 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tugasnya adalah  mengendarai si burung besi, hampir sama dengan sopir di darat pada umumnya, yang membedakan adalah kendaraan yang mereka kendarai, yang membedakan berikutnya itu adalah dibutuhkannya sebuah keahlian khusus yang diperoleh tidak dengan waktu singkat. Bahkan beberapa syarat fisik tertentu harus mereka miliki, inilah yang membuat sopir siburung besi ini di namakan "PILOT"

Berikut cuplikan salah satu kisah heroik kehebatan pilot yang patut diacungi jempol.

Abdul rozak namanya, kurang lebih 35 tahun sudah berkecimpung dengan si burung besi. Ia adalah Kapten Garuda yang berhasil mendaratkan Pesawatnya di Sungai Bengawan Solo beberapa  tahun silam. Ia menceritakan kisahnya disalah satu TV swasta. Betapa kecil sebenarnya kita diatas sana, betapa kita sangat tergantung kepada sang maha pencipta.

Pengalaman beliau ketika menembus awan yang terkenal karena kebrutalannya dan sangat di takuti oleh para pilot ini menceritakan, saat itu belum ada radar yang mampu mendeteksi awan yang ada didepan kita. Didepan lalu muncul awan besar Cumlonimbus, ia memilih awan dengan warna hijau yang ia yakini sedikit ringan dibandingkan yang lain. Siapa nyana ketika memasuki awan itu rupanya semuanya berwarna merah. Sayangnya di penerbangan ketika sudah masuk awan dan salah,  tidak dapat kita mundur kembali seperti kendaraan didarat pada umumnya.

Abdul Rozak  tahu keputusan yang diambilnya salah dan sudah terlambat, pilihan terakhir yang bisa diambil adalah berdoa kepada yang mahakuasa agar diberi kekuatan. Awan Cumulonimbus ini yang mengandung serpihan air hingga ke butiran es, dan ditenggarai butiran es ini yang membuat mesin pesawat mati.

Pada ketinggian 23.000 kaki mesin sudah mati, dibutuhkan hitungan menit hingga turun kembali ke hitungan 17.000 kaki. Dititik ini Abdul Rozak sudah mampu melihat daratan, masalah tidak berhenti disana. Hamparan sawah dan sungai sudah terlihat. Keputusan harus diambil, apakah mendarat di hamparan sawah yang pastinya akan memakan korban.  Atau mencoba mendaratkan pesawat di sungai bengawan solo. Dibengawan solopun bukan sebuah keputusan yang mudah, jembatan dengan tiang -tiang menjadi sebuah halangan yang sulit.

Dengan doa dan sedikit keajaiban, Abdul Rozak sang kapten berhasil mendaratkan Garuda. Hanya 1 korban jiwa dan itupun  awak kabin.

Memang menjadi Pilot dituntut untuk selalu tepat mengambil keputusan, banyak keterbatasan yang dihadapi. Dengan segala keterbatasan yang dihadapi, Pilot dituntut untuk mampu membawa penumpang dengan selamat.  Kalaupun selamat, sedikit yang memuji akan kepiawaian seorang pilot, beberapa mengatakan "memang sudah itu menjadi tugasnya". Ketika terjadi kesalahan dan memakan korban jiwa, sebagian mengatakan 'ah pilotnya ngga jago".

Bahkan berita miring dari pilot-pilot nakal yang mencoreng citra mereka sendiri lebih sering kita dengar dan perhatikan, daripada cerita-cerita heroik dan ribuan kali penerbangan selamat yang dilakukan pilot.

Pilot juga manusia, mari kita hargai profesi mereka sebagaimana seharusnya.....

Selamat Malam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun