Menyaksikan berita disalah satu stasiun Nasional mengaminkan berita yang sudah lebih dahulu beredar di media sosial wa lingkungan setempat. Polres Jakarta Timur tetap melaksanakan kegiatan rutin penindakan terhadap pelaku kejahatan. Dan benar saja kemarin malam aksi tersebut terekam jelas dan beredar luas. Pelaku pembegalan berusaha melarikan diri dari kejaran petugas.
Pfuf, akhir-kahir ini hidup kok ya seperti menegangkan. Padahal beberapa hari sebelumnya kembali polisi sudah berhasil meringkus kawanan rampok spesialisasi alfamart di daerah Duren Sawit.
Atau lagi-lagi korban yang terkapar mengenaskan akibat penjambreatan dan sejenisnya.
Seberapa efektif pemberlakuan program asimilasi yang diberikan kepada para pelaku kejahatan.
Sepakat diawalnya ketika program yang coba pemerintah kita lakukan untuk mengurangi penumpukan jumlah tahanan yang bisa mengakibatkan penyebaran COVID 19 dan berdampak kemana-mana.
Dan mencoba mengabaikan suara-suara sumbang yang tidak mendukung kebijakan ini. Tapi kok ya, selepas diberlakukan kebijakan, seolah-olah berita kejahatan yang beredar juga semakin meningkat. Entah semacam kebetulan atau apa ya, fenomena yang saya sendiri kurang paham.
Apa mungkin, ini salah satu efek untuk menekan masyarakat agar tidak keluar selama pelaksanaan PSBB berlangsung. Terpatahkan ketika petugas / aparat keamanan berjuang keras membekuk dan menangkap pelaku kejahatan yang kambuhan.
Memang sih, tidak dapat dipungkiri juga, kalau bicara data, dari jumlah narapidana yang dilepaskan, Yang kembali ber-ulah tidak signifikan jumlahnya, tapi sudah cukup menebar teror ketakutan kepada warga.
Bahkan Kepala Kajati (saya lupa namanya dan dari daerah mana) menyebutkan bahwa pembebasan ini juga sudah melalui seleksi yang cukup ketat. Bahkan ditengarai kalau melakukan perbuatan kejahatan kembali akan dikenai sangksi yang lebih berat dari sebelumnya. Ia berpendapat karena sudah diberikan kesempatan bebas lebih awal tetapi tidak digunakan dengan sebaik-baiknya.
Teringat Masa Itu.
Semua yang bertato dan berada diluar ketika malam, singkirkan, tidak ada kata ampun. Setidaknya itu yang kabar yang beredar di tahun 90 an. Beberapa menganggapnya tidak serius, sehingga bergelimpangan mayat dengan identitas tidak dikenal dipinggiran trotoar atau dibeberapa kali besar sekitaran Jakarta.