Mohon tunggu...
Kornelius Ginting
Kornelius Ginting Mohon Tunggu... Administrasi - Lelaki Biasa

-”Scripta manet verba volant”. https://www.korneliusginting.web.id/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berat Tapi Sejatinya Harus Tetap Dihadapi (Kenaikan BBM Efek)

19 November 2014   11:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:26 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepertinya sudah bulat keputusan Presiden RI Bpk. Jokowi untuk menaikan sebesar 30% tepatnya Rp. 2000,-  (dua ribu rupaih) untuk bahan bakar minyak, khususnya jenis Premium dan solar. Meskipun sekilas untuk sebagian lain apalah arti kenaikan Rp. 2000,-  sementara itu sebagian lainnya berteriak dengan sangat kencang akan keberatan dengan nominal kenaikan yang sudah final diumumkan.

Bukan sebuah keputusan yang mudah memang sebagai sosok presiden kita saat ini, bahkan salam 2 jari yang merupakan simbol pemersatu, berubah menjadi salam gigit jari (dan sempat menjadi trending topic di media sosial). Dilema juga, jika dilihat dari pemahaman ekonomi yang beliau anut, bahwasannya subsidi yang selama ini diberikan kepada Bahan Bakar Minyak, tidak tepat sasaran dan dialihkan subsidinya kepada yang sisi yang lain. Seorang teman mengatakan hal ini sebagai "peralihan dari sektor konsumtif kepada sektor Produktif". Semoga benar demikian nanti kedepannya.

Meskipun demikian, beliau berkejar-kejaran dengan waktu, efek dari kenaikan bahan bakar pastinya akan langsung memberikan dampak sosial di masyarakat terutama masyarakat kelas menengah kebawah. Mulai dari biaya transportasi serta merta akan naik (msekipun belum ditentukan besaran kenaikannya berapa, untuk saat ini akan di kenakan kenaikan seiklhasnya). Bahkan sebagian rumah makan sudah meraba-raba kenaikan ongkos produksi mereka.

Bpk. Jokowi selaku presiden menugaskan kepada menterinya terutama menteri Sosial, untuk mensegerakan penerbitakan 3 kartu yang bermanfaat bagi masyarakat, Kartu Indonesia Pintar, Indonesia Sehat dan Indonesia Sakti (hmmm, semoga bukan kartu Indonesia Hebat ya). Semoga juga dengan disegerakan penerbitan kartu ini, memberikan dampak yang baik, sehingga imbas kenaikan BBM dapat langsung dirasakan masyarakat.

Bukan tidak mungkin, kegagalan dari ke 3 kartu ini akan memicu masyarakat untuk "mengusir" Bpk. Jokowi dari tahta ke-presiden-nannya dan jika berhasil, mungkin sedikit yang akan memuji beliau, sebagian lain mungkin akan berujar "wajarlah kan subsidi BBM sudah diaihkan untuk ke 3 hal ini".

Sementara itu, mahasiswa langsung bergerak mengatasnamakan rakyat, menyatakan keberatan akan besaran dan kenaikan BBM yang sudah diputuskan. DPR bahkan sempat menyatakan (disalah satu TV swasta)  akan langusng menanyakan kepada Pemerintah perihal kenaikan. Ahli ekonomi  dan perminyakan pun langsung angkat bicara, adanya yang menyatakan keberatan ada yang setuju, ada yang membandingkannya dengan negara tetangga dan macam lainnya.

Lalu bagaiman dengan kita?

Selaku masyarakat yang baik, taat terhadap hukum dan terhadap pemerintahan yang sedang berlangsung, memang kenaikan BBM ini bukan sebuah hal yang mudah untuk dihadapi, tetapi juga bukan sebuah momok yang harus dihindari. Baiknya kita melihat dari sisi bahwa ini sebuah kebijakan yang sudah diambil, kita hormati dan awasi dalam peralihan subsidi ini.

Dalam Rumah Tangga pun (yang merupakan konsep terkecil dari sebuah pemerintahan) ada kalanya keputusan yang dibuat oleh orang tua berseberangan oleh sang anak, mungkin pada saat itu si anak tidak mengerti maksudnya. Pada suatu saat nanti ketika menjadi orang tua kelak barulah sadar dampak dan arti dari keputusan yang dibuat. Dan bukan tidak mungkin keputusan yang diambil akan sama jika ditempatkan pada posisi yang sama.

Dan bukan tidak mungkin pula keputusan yang dibuat ini bukanlah sebuah keputusan yang super duper benar, bahkan bisa jadi akan salah dikemudian hari. Lalu apakah dibenarkan bagi kita untuk mencelanya. Katakanlah orang tua kita salah dalam mengambil keputusan, apakah pantas bagi kita untuk mencaci-maki atas kesalahan yang dilakukan.

Saya juga bukan salah satu pendukung Bpk, Jokowi yang fanatik, tetapi sebagai rakyat jelata saya menghormati keputusan beliau selaku kepala negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun