Mohon tunggu...
Kornelius Ginting
Kornelius Ginting Mohon Tunggu... Administrasi - Lelaki Biasa

-”Scripta manet verba volant”. https://www.korneliusginting.web.id/

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Mengalah Itu?

21 November 2014   15:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:14 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mengalah bukan berarti kalah dan mundur terkadang bukan berarti tidak mau bertempur".  Kata-kata ini saya temukan dalam majalah Luar biasa edisi bulan Nopember 2014. Memang terkadang diperlukan sebuah kesabaran dalam memecahkan setiap persoalan akan dihadapi.

Dan mundur ataupun mengalah juga merupakan sebuah pilihan keputusan yang lebih baik.  Analogi sederhananya adalah anak panah yang direntangkan ke belakang untuk mencapai sebuah jangkauan yang jauh.

Dikisahkan di Tanah Karo, tepatnya dibawah kaki Gunung Sinabung, hiduplah sepasang Adik dan kakak, Sepeninggal orang tua mereka, ditinggalkanlah warisan yang tidak sedikit. Demi menghindari konflik sang adik membiarkan sang kakak untuk memiliki warisan yang lebih banyak.

Dengan harta warisan yang lebih banyak sang kakak di hormati penduduk sekitar, banyak penduduk sekitar yang bekerja kepadanya. Sebagian yang bekerja kepadanya tidak suka dengan perangai sang kakak yang terkesan arogan, tapi masyarakat sekitar tidak berani mengutarakannya. Setiap hal selalu diperhitungkan dengan untung rugi.

Sementara sang adik, tinggal disisi yang lain dengan kesederhanaannya.  Keterbatasan harta tidak membuatnya berkecil hati. Penduduk desa lebih suka dengan tabiat dan perilaku  sang adik.

Hingga suatu ketika, penduduk desa memutuskan untuk membangun sebuah jalan yang memudahkan untuk membawa hasil desa ke kota. Dan jalan yang akan dibangun ini melintasi tanah dari sang kakak. Masyarakat memohon ijin agar diberikan sedibidang tanah yang dibutuhkan demi pembangunan jalan. Sang kakak dengan arogannya, menolak jika ia tidak diberikan keuntungan yang maksimal dan memaksa siapa saja yang melewati tanahnya untuk melakukan pembayaran.

Alhasil penduduk sekitar  meminta sebidang tanah kepada si adik, meskipun letak tanahnya tidak sebagus sang kakak, setidaknya menolong penduduk desa untuk tetap membangun jalan pintas ke kota. Sang adik memberikan tanahnya untuk kepentingan desa dan penduduk tanpa membebankan tarif dan embel-embel lainnya.

Lambat laun dengan berjalannya sang waktu, jalan yang dibangun diatas tanah sang adik ramai dilewati penduduk desa, disana sang adik membangun sebuah kedai yang kecil dan selalu ramai dikunjungi warga yang melintas. Sedikitnya menambah penghasilan bagi ia dan keluarganya. Dan mampu mendapatkan hasil melebihi harta warisan yang didapat sang kakak.

Sementara sang kakak yang hidup disisi lainnya masih dengan tanahnya yang luas dan tidak ada yang mengurus. Para pekerja meninggalkan ia dengan segala ketamakan dan kerakusanya. Lambat laun dan pasti, kemiskinan menghampirinya....... :)

Selamat pagi dan selamat beraktivitas...

Disarikan dari  Majalah Luar biasa Andrie Wongso....

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun