Mohon tunggu...
kornelius agustinus
kornelius agustinus Mohon Tunggu... -

saya suka menulis dan membaca :D

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Sok Lu!!!

14 Juli 2010   02:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:53 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah punya teman yang sangat “SOK”? Ampun, menjengkelkan sekali. Pada saat saya masih mahasiswa kami mengadakan seminar nasional. Ada teman yang ditunjuk jadi MC, si “sok penting ini” ngelunjak minta ampun. Kebetulan seminar yang kami adakan mengundang artis papan atas. Maka dia mengatur sana sini, seakan tanpa dia semua tidak dapat berjalan. Pada saat semua panitia mengatur-atur kursi, dia duduk santai2 aja. Ketua panitia aja ikut ngangkut2 kursi. Nda ada yang nganggur selain si “sok penting”. Yang parahnya, di “sok penting” ini nda tau dia nda disuka. Mau belajar hal ikhwal ttg “Si SOK” ini? Agar kita tidak sperti itu atau setidaknya tidak memandang rendah orang lain tanpa kita sadari.

Pada saat preview film “Surat untuk bidadari”, Garin Nugroho memperlihatkan filmnya pada teman2nya kritisi film. Teman2nya bilang, film apa ini? Belajar lagi gih! Film itu juga dipertunjukan pada mahasiswa penggemar film Kine Klub, dari sekitar 7 kelompok yang berdiskusi, hanya sekitar 2 kelompok saja yang memuji, yang lainnya mengkritik habis. Garin hanya tersenyum saat itu. 1-2 bulan kemudian, film itu ikut festifal film di luar negeri. 2-3 penghargaan yang didapat film ini kalau tidak salah. Saya tidak tahu bagaimana pendapat teman2nya yang mengkritik saat film itu diputar preview. Jefri S. Chandra menceritakan saat pertama dia mencipta lagu rohani, dia perdengarkan lagu ciptaanya pada teman-temannya. Teman2nya waktu itu menganggap biasa saja. Dia tidak patah arang, dia terus berkarya, sampai beberapa bulan kemudian, lagu yang sempat dipandang sebelah mata oleh temannya,menjadi hit meledak di pasaran. Ada fase dalam hidup ini dimana ada orang tertawa pada orang lain dan terkesan merendahkan. Namun ada fase juga dalam hidup ini yang pernah ditertawakan dapat saja tertawa kembali pada yang mentertawakannya. Pernah menjadi bagian apakah anda saat ini? Yang mentertawakan atau yang ditertawakan?

Alkisah seorang jendral di negeri di cina, ketika itu dia sedang berjalan jauh dari pasukannya. Dia dikepung beberapa orang perampok. Jendral ini tidak melawan ketika dia dirampok, dan dipermalukan dengan menyuruhnya berjalan merayap dan maaf melewati kedua kaki para perampok ini. Pada saat itu orang yang berbuat seperti ini derajadnya dianggap rendah dan dinilai pengecut. Sebenarnya jendral ini bisa saja melawan, tapi karena dia memikirkan nasib prajurit dan rakyatnya yang akan berperang melawan pemberontak, dia merendahkan diri dengan berpura seperti pengecut agar tidak terjadi hal-hal yang fatal. Si perampok melepaskannya karena tidak berminat pada”prajurit kelas rendahan” pikirnya waktu itu. Si perampok ini tidak tahu, dalam beberapa hari kemudian si Jendral ini memimpin pasukannya mengalahkan pemberontak yang jumlahnya ribuan dengan hasil gilang gemilang. Kisah ini pernah juga terjadi di timur tengah, mantan pemimpin tentara yang sering menang dalam perang tertangkap musuhnya. Si tentara ini terpaksa berpura-pura gila agar musuhnya melepaskannya. Untuk memperkuat aktingnya, si tentara ini sampai berpura-pura mengeluarkan air liurnya agar mirip orang gila. Musuhnya melepaskannya. Setelah lepas, si tentara ini dikemudian hari malah menjadi raja. Dialah raja Daud. Pernahkah anda menjadi orang yang direndahkan? Atau mungkinkah pernahkah anda menjadi orang yang merendahkan orang lain?

Seorang kondektur bis di kampus marah pada seorang penumpang, pasalnya penumpang ini protes mengatakan bahwa dia salah mengembalikan uang kembalian. Ketika si kondektur menghitung kembali yang dikatakan kurang, ternyata uangnya tidak kurang sama sekali. Lalu dengan ketus dia katakana pada si penumpang yang protes pada dia, “anda tidak bisa berhitung ya!” Ada seorang mahasiswa yang melihat dosennya dimarahin kondektur ini terpaksa diam saja, sebab dosennya ini bernama Albert Einstein. Seorang motivator ulung mengajak murid-muridnya ke sebuah rumah tua di sebuah kota dekat batu malang. Ketika si penghuni rumahnya keluar, dia hampir tidak kenal dengan guru yang memimpin rombongan yang datang ke rumahnya itu. Ketika memperkenalkan diri, si penghuni rumah ini teringat puluhan tahun yang lalu. Dia pernah mengatakan pada si motivator handal ini karena nakalnya, ketika dia sebagai guru SD, bahwa si anak ini pasti tidak akan berhasil dalam hidupnya. Kata-kata si guru ini membekas dalam hati si murid. Dia bertekat membuktikan bahwa si guru salah walaupun akhirnya dia hanya sampai kelas 5 SD. Namun berkat usaha kerja keras dan ketabahannya yang tidak kenal lelah, akhirnya dia berhasil lulus dalam sekolah kehidupan. Kesuksesan dia raih dan banyak yang datang belajar pada dia tentang rahasia sukses dalam kehidupan. Dia ajak murid2nya ke tempat tinggalnya dulu ketika dia masih SD. Gurunya saat dia masih SD dulu menyadari kesalahannya puluhan tahun lalu, dia minta maaf pada motivator ulung ini.

Sok lu! Ini sebenarnya ditujukan kepada saya, tidak pada orang lain. Kadang saat menonton sepak bola, saya merasa lebih pintar dari pemain, wasit dan bahkan pelatih. Kadang dalam organisasi atau perusahaan saya merasa lebih penting kedudukannya dari semua orang, seakan tanpa saya tidak bisa berjalan. Kadang dalam hubungan suami istri, saya merasa jadi suami yang baik, yang memperhatikan istri saya, menyayangi istri saya, tapi istri saya malah mengatakan saya terlalu sibuk dengan diri sendiri. Yang terparah, kadang saya mengatur Tuhan dengan doa-doa saya, Tuhan harus ini dan itu, jangan ini dan itu, seakan saya yang lebih tahu dari Tuhan yang punya pengalaman hidup mungkin miliaran Tahun. “Sok lu!”, kata Tuhan. Sebelum bersikap, sebelum mengutarakan apa yang di hati, ada baiknya kita berpikir, “Apakah mungkin ada yang terluka dengan perkataanku? Apakah tidak terkesan merendahkan?” “Berpikir sebelum berbicara” memang perlu latihan, kadang yang sering kita lakukan, “Berbicara dulu lalu berpikir”. Sungguh sakit jika kita dibilang “Sok!” Apalagi jika Tuhan yang bilang “Sok lu!” :D Tapi saya tidak patah arang kok, belajar dan belajar lagi dalam sekolah kehidupan. 2 hal yang saya pelajari, agar tidak terlihat “sok”. Meminta pendapat orang lain terlebih dahulu sebelum mengutarakan pendapat, mendengarkan orang lain dahulu. Jika terlihat ada yang salah, mulai bertanya dahulu dan menghindari menegur, menegur jika perlu saja. Mohon maaf juga, kadang hal di atas saya lupa juga. Mohon yang mendengarkan atau membaca artikel ini tidak mengatakan balik “Sok lu!” pada saya :D Mohon kalau boleh kita bersama-sama mengatakan pada diri kita sendiri, “Sok lu!!!!” dan tersenyum sendiri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun