Mohon tunggu...
Korneles Materay
Korneles Materay Mohon Tunggu... Relawan - Pegiat anti-korupsi, peminat bulutangkis

Kadang menyanyi, membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyatukan Kepentingan Anti-Korupsi

6 Juli 2019   12:10 Diperbarui: 6 Juli 2019   13:11 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pansel KPK / Sumber: tps://nasional.kompas.com

Umur jabatan pimpinan KPK periode 2014-2019 tidak lama lagi berakhir. Pansel KPK, 9 orang telah ditetapkan Presiden Joko Widodo, sedang menjalankan tugas untuk menjaring calon pimpinan baru lembaga anti-rasuah lima tahun ke depan. Pada momentum baik ini, urgensi menyamakan persepsi kepentingan anti-korupsi wajib disatukan. Persepsi dimaksud adalah bahwa baik peserta capim KPK maupun pansel nir-kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Sejak pembentukan pansel sudah membikin gerah publik. Aliansi masyarakat sipil berteriak kencang bahkan menolak dengan tegas komposisi itu. Memang cukup mengherankan, bagaimana pansel anti-korupsi tanpa pegiat anti-korupsi. Kira-kira sesederhana itu mengkritisi komposisi pansel.

Namun, lebih dari itu faktor kedekatan dari anggota pansel dengan institusi kepolisian/kejaksaan misalnya, sangat mengkhawatirkan publik. Persepsi tentang hubungan oknum pansel yang mesra itu sangat signifikan ketika mencari sosok yang mau bekerja penuh untuk memberantas korupsi. Hingga akhirnya, kita melihat dengan mata telanjang juga bahwa fakta kekhawatiran itu nyata. Pansel nekat mendekatkan diri dengan Kapolri dan Jaksa Agung. Entah apa yang hendak dikejar?

Hal ini direspon langsung dengan mengirimkan anak buah terbaik untuk diseleksi. Per 4 Juli ini, sudah ada 5 jaksa dan 10 orang dari unsur polisi masuk dalam bursa capim KPK. Karena yang kita ketahui, dua institusi ini juga menangani kasus korupsi dan selama ini belum maksimal. Terbukti dari rekaman historis KPK dibentuk karena kejaksaan dan kepolisian belum mampu dalam memberantas korupsi. Bagaimana nasib pemberantasan korupsi di kepolisian dan kejaksaan apabila yang terbaik tidak ada di sana?

Sebenarnya persoalan di atas baru lapis luarnya. Yang terdalam adalah jejak hubungan yang tidak harmonis dan persepsi memberantas korupsi yang tidak serasi. Misalnya, ketika KPK mencoba menjerat para jenderal polisi berekening gendut. Segala upaya perlawanan balik malah dilakukan institusi ini. Kemudian terbukti juga bahwa beberapa anggota polri yang masuk KPK malah bermasalah.

Pada hal tujuan menegakan hukum itu agar Indonesia bebas korupsi dan supaya tidak ada orang yang merasa di atas hukum. Namun, reaksi polri dalam hal ini terkesan memberikan toleransi pada korupsi anggotanya.

Kita perlu nafas baru yang tegar dan bugar untuk memimpin lembaga anti-rasuah itu dengan tanpa titipan agenda tertentu. Pilihan kita wajib jatuh pada sosok anti-korupsi yang bersih, berintegritas, berani, dan tidak terikat atau punya kepentingan khusus, baik untuk harta maupun kekuasaan. Kita butuh mereka yang ketika berbicara sosok anti-korupsi, memenuhi sembilan nilai anti-korupsi yaitu jujur, disiplin, bertanggungjawab, adil, berani, peduli, kerja keras, mandiri, dan sederhana.

Tampaknya, kita mungkin bisa saja gagal memenuhi harapan itu. Bila tidak dibarengi dengan tindakan antisipatif. Maka, tindakan yang diperlukan ialah pansel harus bekerja profesional dan kolaboratif. Saya yakin pansel yang diisi para professor, doktor, pakar hukum/perundang-undangan, pakar politik, dan pakar HAM itu bisa memaksimalkan pengetahuan, pengalaman, dan jaringannya untuk mendapatkan mutiara yang mengkilap untuk anti-korupsi Indonesia.

Pansel sebagai penyeleksi kunci harus mampu menembus ruang-ruang kegelapan yang mau menguasai KPK. Sudah menjadi rahasia publik bahwa mencari orang bersih di Republik ini sulit. Maka, harus ada kolaborasi yang baik, dalam hal ini pansel wajib mendengarkan suara publik. Siapa sosok yang menurut publik pantas untuk menjadi pimpinan KPK. Yang jelas selama ini, publik selalu menolak keras orang-orang bermasalah, tidak jelas juntrungan harta kekayaannya, atau yang melindungi koruptor. Karena suara publik lebih jujur dan apa adanya. Suara publik selalu penuh keresahan dan harapan, KPK kuat untuk Indonesia bebas korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun