Komunitas adalah bentuk dari aset sosial yang dimiliki sekolah yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas program/kegiatan pembelajaran di sekolah. Yang dimaksud dengan komunitas di sini dapat terdiri dari murid, guru, orang tua, orang dewasa lain yang ada di sekitar murid, dan masyarakat atau lingkungan sekitar, yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi proses belajar murid. Sebagai pusat dari proses pendidikan, murid ‘berada’ dalam lintas komunitas. Mereka dapat berada sekaligus pada: komunitas keluarga (anggotanya dapat terdiri orang tua, kakak, adik, pengasuh, dsb), komunitas kelas dan antar kelas (anggotanya dapat terdiri teman sesama murid, guru), komunitas sekolah (anggotanya dapat terdiri dari kepala sekolah, pustakawan, penjaga sekolah, laboran, penjaga keamanan, tenaga kebersihan, petugas kantin, dsb), komunitas sekitar sekolah (anggotanya dapat terdiri dari RT/RW, tokoh masyarakat setempat, puskesmas, tokoh agama setempat, dsb), komunitas yang lebih luas. (anggotanya dapat terdiri dari organisasi masyarakat, dunia usaha, media, universitas, DPR, dsb). Semua komunitas tersebut secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi proses pembelajaran murid. Komunitas-komunitas tersebut merupakan aset sosial yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas program/kegiatan pembelajaran di sekolah, termasuk dalam menumbuhkembangkan kepemimpinan murid, yaitu dengan bersama-sama ikut mempromosikan dan mendorong ‘suara, pilihan, kepemilikan’ murid dalam berbagai peran yang mereka mainkan dan interaksi mereka dengan murid. Komunitas-komunitas yang mendukung kepemimpinan murid akan memahami bahwa sesungguhnya murid-murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan. Mereka akan berusaha menciptakan kesempatan-kesempatan yang mendorong tumbuhnya dan berkembangnya berbagai sikap dan keterampilan-keterampilan penting dalam diri murid, misalnya sikap percaya diri, mandiri, kreatif, gigih, keterampilan berpikir kritis, dalam berbagai interaksi yang mereka lakukan dengan murid, sehingga murid akan senantiasa merasa didukung, berdaya, dan memiliki efikasi diri yang tinggi.
Keterkaitan modul 3.3 dengan modul sebelumnya :
Keterkaitan modul 3.3 dengan 1.1
Melalui filosofi dan matafora “ Menumbuhkan padi “ Ki Hajar Dewantara mengingatkan kita bahwa dalam mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada murid,kita harus sadar dan terencana membangun ekosistem yang mendukung pembelajaran murid, sehingga mampu memekarkan mereka sesuai dengan kodratnya. Dengan demikian, saat kita merancang sebuah program / kegiatan pembelajaran disekolah, baiki itu intrakurikuler, ko – kurikuler atau ekstrakurikuler,maka murid juga seharusnya menjadi pertimbangan utama.
Keterkaitan modul 3.3 dengan 1.2
Melalui nilai mandiri, Reflektif,Kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid diharapkan guru bisa menyusun dan mengelola program yang berdampak pada murid. Nilai – nilai tersebut harus di pedomani guru agar kegiatan yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik dan dapat mengembangkan kepemimpinan murid. Agar kita dapat menjadikan murid sebagai pemimpin bagi proses pembelajarannya sendiri, maka kita perlu memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri, sehingga potensi kepemimpinannya dapat berkembang dengan baik. Peran kita adalah mendampingi murid agar pengembangan potensi kepemimpinan mereka tetap sesuai dengan kodrat,konteks dan kebutuhannya serta kita tidak mengurangi control kita terhadap mereka.
Keterkaitan modul 3.3 dengan 1.3
Visi guru penggerak sangat berkaitan bagaimana lingkungan pembelajaran yang berpihak pada murid dan menjalankan rencana program sekolah dengan dukungan para pemangku kepentingan dalam mendukung ekosistem pembelajaran yang berpihak pada murid. Perencanaan yang dilakukan dapat menggunakan IA ( Inquiri Apresiatif ) dengan model 5D cycle ( BAGJA ).
Keterkaitan modul 3.3 dengan 1.4
Pengelolaan program yang berdampak pada murid diharapkan dapat memberikan dampak positif dengan terwujudnya budaya positif dilingkungan sekolah. Budaya positif berupa lingkungan yang mendukung perkembangan siswa terutama kekuatak kodrat pada anak – anak. Dalam lingkungan belajar budaya postif, murid dibiasakan untuk dapat melakukan komunikasi dua arah bersama guru, serta menamkan nilai – nilai pendidikan karakter untuk mendukung terlaksananya program sekolah yang berdampak pada murid
Keterkaitan modul 3.3 dengan 2.1