Lukisan yang kita liat pada umumnya adalah lukisan 2D, atau lukisan yang punya 2 dimensi: panjang dan lebar. Nggak usah lukisan yang gambarnya rumit-rumit deh contohnya. Lukisan sederhana yang cuma terdiri dari titik, garis, lingkaran atau coretan-coretan kita di atas kertas itu juga bisa dikategorikan sebagai lukisan 2D. Seperti halnya komposisi sebuah musik, setiap lukisan punya ceritanya sendiri tanpa harus ditulis kata-katanya, atau sebuah pertunjukan drama tanpa skrip dan dialog.
Lukisan Kazimir Malevich, misalnya. Pelukis dari Rusia ini adalah pionir dari seni lukisan abstrak yang mengambil bentuk-bentuk geometris, dan dia juga adalah bapak dari aliran suprematisme yang bentuknya boleh dibilang terlalu sangat sederhana, seperti lingkaran, persegi, garis, atau segitiga yang diwarnai dengan berbagai macam warna.
Contoh lainnya adalah karya-karya dari Peter Young, seorang pelukis dari Amerika Serikat yang terkenal dengan lukisan abstraknya yang beraliran minimal art, post-minimalisme, dan lyrical abstraction. Peter selalu hanya menggambar titik dan garis. Hanya itu.
Ada juga sebuah lukisan karya Andy Warhol yang diberi judul Eggs yang “isinya” memang hanya telur berwarna-warni. Sesederhana itu.
Yang sederhana itu memang indah, tapi manusia dan kekreativitasannya nggak akan berhenti di hal yang sederhana. Sekarang udah banyak seniman yang nggak cuma melukis dalam 2 dimensi aja, tapi juga 3 dimensi (3D). Biasanya, mereka nggak cuma bisa melukis sih, tapi juga bisa membuat patung. Seperti Claire Morgan ini misalnya, seorang seniman dan pematung dari Belfast, Irlandia Utara, dan saat ini tinggal di London. Liat gimana kerennya gagak ini jatuh dari tumpukan stroberi…
Yang lebih memesona dari lukisan 3D adalah lukisan-lukisan yang dibuat dengan menggabungkan kedua dimensi: 2D dan 3D, seperti yang dibuat oleh Gregory Euclide ini. Dia menggabungkan lukisannya dengan instalasi landscape yang dibuat dari akrilik, kawat, dan busa. Lukisannya terasa hidup dan keluar dari bingkainya.
Tapi yang paling jadi favorit Kopling adalah karya-karya dari Shintaro Ohata. Dasarnya adalah lukisan sederhana dari cat minyak, tapi kemudian lukisan itu digabungkan dengan patung-patung yang juga dibuatnya sendiri, nyaris tanpa cela baik dalam warna maupun teksturnya menjadi satu kesatuan. Yang jadi inspirasinya juga sebenarnya hal-hal yang sederhana yang dia temui sehari-hari, misalnya pemandangan di supermarket pada malam hari, atau jalan raya saat hujan turun. Pengaturan cahaya lampu juga punya peranan penting dalam karyanya, untuk memberi kesan hidup dan suasananya jadi lebih nyata.
Luar biasa ya? Rasanya jadi kepingin masuk ke dalam lukisan-lukisan itu dan menjadi bagian dari “cerita-cerita” di sana nggak sih?
Shortlink: (click to copy)
Related posts:
- Ketika Budaya Cina Kuno Masuk New Media Art
- Coffee Art: Nggak Hanya Lukisan di Atas Kopi
- Ketika Kata Menjadi Gambar
- Lukisan dan Film pt.1
- Kejahatan Lukisan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H