Siapa di antara kita yang jadi penggemar penjual makanan keliling atau toko keliling? Segala sesuatu yang bersifat “mobile” di masa sekarang lebih menarik, karena lebih praktis, terutama buat kita yang tinggal di kota-kota yang lalu lintasnya selalu macet seperti Jakarta.
Rodi Gallery
Rodi Gallery tampak dari luar
Rodi Gallery tampak dalam Mungkin
Rodi Gallery bukanlah galeri
mobile pertama di dunia, tapi yang membuat galeri berjalan yang sering parkir di banyak institusi budaya dan pendidikan di Amerika Serikat ini adalah karena mobil ini dijalankan oleh seorang perempuan,
Elise Graham, yang selain menjadi supir, juga sekaligus pemilik galeri ini. Elise tentunya nggak sendiri, karena dia ditemani oleh putranya, Aaron Graham, yang berusia 23 tahun. Baik Elise maupun Aaron, keduanya adalah seniman yang berpendidikan. Elise mendapat gelar BFA dalam bidang seni lukis dari Cornell University dan MFA dari Hunter College. Sementara Aaron mendapatkan gelar BFA dari The Cooper Union di tahun 2013. Lalu mengapa keduanya memutuskan untuk berkeliling Amerika dengan galeri mereka. Tujuannya adalah untuk mendekatkan seni kepada para audiensnya. Ini adalah cara mereka untuk mengenalkan karya mereka kepada orang lain, meskipun juga ada beberapa karya orang lain yang juga mereka pamerkan. Cukup berbeda dengan biaya operasional yang harus dikeluarkan untuk menjalankan
museum keliling di Paris seperti yang pernah Kopling ceritain di sini, biaya yang dibutuhkan Elise untuk menjalankan galeri ini hanya $395 dalam sebulan, dan itu termasuk biaya asuransi mobil dan bensin. Memang jauh lebih rendah dibandingkan dengan biaya operasional galeri konvensional.
Caravan Gallery-Parlor & Roadside Attractions
Caravan Gallery-Parlor & Roadside Attractions Brenda Scallon yang tinggal di Seattle juga mempunyai alasan yang sama ketika dia memutuskan untuk mengubah galerinya yang konvensional menjadi galeri berjalan. Biaya sewa tempat untuk galeri konvensional yang harus dibayarnya dulu adalah sebesar $1.200 per bulan dan dia harus bekerja 12 jam selama 7 hari dalam seminggu. Jauh lebih melelahkan. Dengan biaya operasional yang lebih minim seperti sekarang, dia jadi lebih punya banyak waktu untuk membuat karya seni dan juga seniman lainnya yang karyanya ikut dipamerkan dalam galerinya yang diberi nama
“Caravan Gallery-Parlor & Roadside Attractions” itu juga nggak perlu membayar komisi terlalu tinggi kepada Brenda.
Station to Station
Station to Station Lain lagi dengan apa yang dilakukan oleh seorang seniman asal Los Angeles,
Doug Aitken. Doug membuat galeri berjalan bukan dengan mobil, tapi di dalam sebuah kereta api, yang diberinya nama
“Station to Station”. Kereta api yang gerbongnya penuh diisi dengan para seniman dari berbagai bidang, seperti musisi, penulis, fotografer, desainer, dan lain sebagainya berjalan melintasi kota-kota di Amerika pada bulan September 2013 lalu. Mengenai biaya operasional, Doug nggak perlu khawatir seperti rekan-rekannya yang membuka galeri dalam mobil, karena dirinya disponsori oleh Levi’s,
Moog, dan beberapa sponsor lainnya. Semua seniman yang berpartisipasi nggak dibayar, dan hanya menerima uang dari hasil penjualan karyanya. Konsep mendekatkan seni kepada masyarakat ini memang kedengarannya sangat menarik, tapi banyak kritikus seni yang nggak setuju dengan cara ini. Menurut mereka, cara itu merendahkan nilai seni. Para kritikus seni itu lebih setuju dengan para seniman yang
menjual karyanya secara online. Selain itu, apa yang dijual dengan cara berjalan nggak akan maju. Sebagai contoh, Kenneth Cole, seorang desainer pakaian ternama dari Amerika, yang di awal karirnya menjual sepatu yang didesainnya sendiri di toko mobilnya baru dikenal orang ketika dia menjual sepatunya di dalam toko yang sesungguhnya. Semua orang memang punya idealismenya masing-masing. Menurut Kopling sih, jalankan saja yang menurut kita lebih nyaman. Toh Kenneth Cole mungkin nggak akan punya modal untuk membuka toko kalau sebelumnya dia nggak berjualan di dalam mobil? Mungkin. Selengkapnya baca di
siniBaca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya