Di tengah keramaian Jalan Cipete Raya yang terletak di bilangan Jakarta Selatan, terdapat sebuah kedai kopi yang mengusung “Jakarta” sebagai bagian dari namanya, Jakarta Coffee House (JCH). Sebuah tempat yang tepat untuk istirahat sebentar dan menikmati secangkir kopi di kala jalanan sedang ruwet-ruwetnya. Bangunannya cukup mungil, dengan pintu gebyok kayu jati khas Jawa menghiasi bagian depannya. Idealisme Dalam Secangkir Kopi Sebuah mesin roaster besar menyambut Kopling begitu masuk. Di tengah ruangan terdapat bar kecil dan berjejer toples berisi biji kopi dari barat sampai timur Indonesia. Interior dengan lapis batu bata membuat suasana kedai seperti rumah, penuh kehangatan dan kenyamanan. Rupanya, ini adalah tanda bahwa JCH bukanlah sebuah coffee shop. JCH adalah micro-coffee roastery. JCH kerap menyuplai biji kopi hasil olahannya ke berbagai tempat yang membutuhkan kopi seperti restoran, hotel, dan kedai kopi lokal maupun internasional. Singkatnya, JCH merupakan pabrik pengolah kopi di Jakarta sejak awal berdirinya, Maret 2011. Ibarat showroom mobil, untuk mengetahui bagus atau tidaknya mobil itu perlu dilakukan test drive. Begitupun JCH, berangkat dari micro coffee roastery, JCH ingin hasil dari olahannya dapat dicicipi oleh orang banyak. “kalau biji kopinya berkualitas baik, di manapun, kapanpun, siapapun yang membuatnya pasti rasa kopinya akan enak,” tambah Adit di sela kegiatannya. Seiring dengan perjalanan JCH, mereka juga membuka Barista Class Academy, Coffee Consulting, dan Customized and Refurbished Espresso Machine. Barista Class Academy, ditujukan untuk mewadahi orang-orang yang ingin serius belajar mengenai kopi atau melatih barista untuk meracik kopi. Selain membuka kelas untuk barista, JCH juga memberikan jasa restorasi dan atau kustomisasi espresso machine bekas pakai atau mesin baru, di bawah naungan Coffee Chief Machinery. Sudah ada beberapa espresso machine yang menjadi prototipe Coffee Chief Machinery, salah satunya dapat kalian lihat jika kalian berkunjung ke JCH.
Adit, barista trainer, sedang tekun mengajari Steve, ekspatriat asal Australia yang sedang mendalami ilmu barista. Menghadap mesin espresso prototype-nya, ia sibuk menyiapkan cangkir, susu, dan biji kopi untuk bahan latihan. Ia mendampingi Steve berlatih membuat caffe latte. Terus menerus dan bersambut-sambutan, bagaikan grinder yang tiada henti menggiling. Kopling sempat mendatangi Steve dan Adit untuk sekadar melihat bagaimana kelas berlangsung. Keheranan muncul ketika tidak ada timer dan thermometer, yang mana kedua alat ini biasa digunakan atau minimal ada di saat barista membuat kopi. Timer dan thermometer ini sebagai alat bantu barista untuk mengukur waktu dan suhu dari secangkir kopi. Rupanya ini adalah kesengajaan dari JCH untuk mengingatkan kembali pada naluri yang sebenarnya dimiliki oleh manusia. Dengan menanggalkan teknologi timer dan thermometer, para barista trainer menggunakan panca indera untuk mengukur panas sebuah kopi. JCH berhasil menawarkan cara yang sederhana namun sarat makna dalam membuat kopi. “kalau kulit pada tangan kita saja merasakan panas yang luar biasa, bagaimana jika panas ini dirasakan oleh lidah?” tungkas Adit di sela kegiatannya. “Sebetulnya, jalur meminum kopi yang baik itu sudah ada, sekarang tinggal kita mengembalikan peminum kopi kepada jalur yang sudah ada itu.” Tegas Borie, coffee chief JCH. JCH nampaknya benar-benar ingin mengembalikan “jalur” kopi yang telah mencar ke banyak arah dengan melakukan eksperimen pada blending dan manual brewing untuk mendapatkan rasa yang pas dari biji kopi. Tidak hanya itu, dengan menawarkan biji kopi arabika asli Indonesia, JCH ingin memperkenalkan kopi Indonesia ke khalayak ramai.
Foto espresso machine di atas merupakan hasil restorasi dan kustomisasi espresso machine yang dilakukan oleh JCH, di bawah naungan Coffee Chief Machinery. Membumikan Kopi Indonesia Berangkat dari rendahnya kepedulian terhadap kopi lokal, JCH menjadi media untuk membumikan kopi Indonesia. Pada showroom-nya, JCH menyajikan pilihan kopi asli Indonesia, Aceh Gayo, Mandailing, Sumatra Lintong, Java Raung, Bali Kintamani, Toraja, Papua Wamena, Flores Bajawa, Si Petung, Java Ciwidey, Luwak dan hasil racikan dari tangan mereka sendiri, JCH Blend. Mereka, JCH, satu suara mengatakan bahwa “siapa yang bisa selamatkan kopi lokal kalau bukan orang lokal itu sendiri?”
Selain single origin, biji kopi yang biasa dijual di Jakarta Coffee House ialah, JCH Blend. House blend ini mereka gunakan sebagai campuran hampir di seluruh minuman yang memiliki bahan dasar ekstrak kopi, seperti cappuccino, caffe latte, iced coffee, terkecuali espresso. JCH Blend merupakan racikan khusus yang dibuat agar saat kopi tersebut dicampurkan bahan-bahan lain tidak menghilangkan cita rasa dari kopi itu sendiri. Salah satu biji kopi spesial yang dimiliki Jakarta Coffee House adalah “Si Petung”, berasal dari daerah Bondowoso, Jawa Timur. Kopi ini merupakan kopi special karena Jakarta Coffee House meminta secara khusus kepada para petani kopi di perkebunan tersebut untuk hanya melakukan petik merah, red ripe picked.Perlakuan khusus ini memberikan karakteristik rasa manis yang lembut, sweet aroma and smooth. Jakarta Coffee House ada karena kopi Indonesia. Dengan membumikan kopi arabika asli daerah-daerah di Indonesia, Harapannya mereka menginginkan kopi Indonesia mampu merdeka di negeri sendiri, lalu kopi yang baik akan kembali pada jalurnya. Sekarang giliran kita, ingin menjadi bagian dari solusi atau tidak dengan meminum kopi asli indonesia. Salam sruputh!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H