Mohon tunggu...
Kopi Keliling
Kopi Keliling Mohon Tunggu... -

Latar Belakang\r\n\r\nSeni, budaya, dan kreativitas bangsa Indonesia sudah terbukti luar biasa hebatnya. Bisa kita lihat dari betapa banyak negara lain yang jatuh cinta terhadap Indonesia sehingga membawa berbagai kesenian Indonesia ke negara mereka masing-masing. Bahkan ada yang ingin ‘ngambil’ seni budaya kita.\r\n\r\nContoh lainnya? Luar biasa banyak. Mulai dari relic peninggalan budaya masa lalu, musik tradisional yang luar biasa banyak, sampai kain dan motif yang luar biasa banyaknya. Kalau dibahas satu per satu mungkin gak akan ada habisnya.\r\n\r\nNamun kebanyakan apresiasi terhadap hal-hal luar biasa di atas lebih besar datang dari pihak luar daripada orang Indonesianya sendiri. Sesuatu yang cukup ironis ketika dipikirkan kembali.\r\n\r\nJadi Kopi Keliling Project itu apa?\r\n\r\nKopi Keliling adalah sebuah gerakan (dalam bentuk beragam kegiatan kreatif) yang percaya bahwa seni dan kreativitas dapat melakukan perubahan berarti bagi bangsa Indonesia. Dengan mendekatkan seni, kreativitas (baik dari segi karya maupun orang dibalik karya tersebut) ke masyarakat yang lebih luas, Kopi Keliling berharap dapat menciptakan gairah untuk terus berkarya.\r\n\r\nBerkarya di sini tidak terpaku kepada orang-orang yang berada di ‘dunia’ kreatif saja, namun untuk siapa saja yang ingin berekspresi dan mengkomunikasikan sesuatu. Karya-karya yang tidak melulu ‘berbicara’ tentang apa kebisaan kita, namun lebih ke apa yang bisa kita sampaikan melalui kebisaan kita.\r\n\r\nMaka dari itu, Kopi Keliling menghadirkan para visual artist muda berbakat untuk menampilkan karya-karya mereka melalui acara yang diadakan berkala secara berpindah dari ruang publik satu ke ruang publik lainnya. Walau bertujuan untuk menampilkan karya-karya seni dari para visual artist, namun Kopi Keliling memahami bahwa tanpa penonton karya-karya tersebut tidak akan ada artinya. Jadi melalui berbagai kegiatan dalam acara, Kopi Keliling selalu berusaha untuk menciptakan interaksi antara penonton dengan karya para visual artist, visual artist dengan penonton, penonton dengan penonton lainnya, visual artist dengan visual artist lainnya, dan seterusnya, dan seterusnya.\r\n\r\nDengan adanya interaktivitas tersebut, Proyek ini berharap dapat menciptakan sinergi yang baik antara visual artist dengan audience (siapa pun itu), sehingga melalui pertemuan dalam acara Kopi Keliling dapat menjadi katalis terbentuknya kreativitas lainnya.\r\n\r\nLalu Mengapa Kopi?\r\n\r\nKopi adalah salah satu contoh dari ratusan, bahkan ribuan kekayaan Indonesia yang mendunia. Indonesia masuk dalam 5 besar penghasil kopi terbesar di dunia. Indonesia merupakan negara dengan jumlah single origin kopi terbanyak di dunia. Beberapa fakta tersebut cukup dapat menjelaskan betapa hebatnya kopi Indonesia.\r\n\r\nKenapa gak bahas yang lain? Batik, Laut, Musik, dan lainnya? Jawabannya mudah dan mungkin cenderung ke arah subyektivitas, namun singkat kata, kami suka sekali minum kopi. Kami di sini bukan hanya Kopi Keliling, namun juga para peminum kopi lainnya di seluruh Indonesia yang jumlahnya pasti sangat banyak! Kecintaan terhadap minuman hitam itulah yang kemudian menjadi energi terciptanya acara demi acara. Dengan didukung oleh banyak pihak yang mempunyai kecintaan yang sama, akhirnya Kopi Keliling hadir untuk semakin mewarnai dunia seni dan kreatif Indonesia.\r\n\r\nSeni + Kopi = ?\r\n\r\nKopi di sini mempunyai banyak kandungan arti. Bisa kopi dalam bentuk sebenarnya, bisa juga menjadi analogi dari gambaran Indonesia yang terjadi saat ini. Setelah melalui proses pemahaman yang ‘sengaja-sengaja-tidak-sengaja’, Kopi Keliling merasa ada kaitan yang luar biasa antara seni dan kopi. Keduanya luar biasa di Indonesia, namun mengalami nasib yang kurang lebih sama, yaitu minimnya apresiasi yang datang dari bangsanya sendiri.\r\n\r\nMaka dari itu Kopi Keliling mengambil kopi sebagai tema besarnya yang kemudian menjadikan kedai-kedai kopi lokal sebagai ruang ekspresi dan komunikasi. Mengenai ini kami juga memiliki sebuah teori. Kecenderungan yang paling kerap terjadi di kedai-kedai kopi adalah ‘ngobrol’. Komunikasi menjadi luar biasa lancar apabila ditemani oleh secangkir kopi, setuju? Melalui gabungan dari berbagai elemen tersebut di atas, Kopi Keliling berharap menjadi sebuah acara kreatif yang unik, edukatif, sekaligus menghibur, yang kemudian menjadi hiburan alternatif bagi semua orang.\r\n\r\nLalu Perubahannya Di Mana? \r\n\r\nPerubahannya ada di setiap elemen acara Kopi Keliling. Dari mulai visual artistnya, karyanya, kedai kopinya, narasumbernya, kopinya, bandnya, pengunjungnya, sampai kamu yang sedang baca tulisan ini melalui website Kopi Keliling. Kami sangat percaya, orang kreatif (kreatif di sini artinya suka berkarya, mencipta, bukan dunia atau industri) cenderung lebih kritis, ekspresif, aktif, dan cepat bertindak. Lihat saja MacGyver dengan segala keahlian dan kreativitasnya, selalu menjadi kunci dari ‘keselamatan’ segala rintangan yang menghadang dirinya dan juga orang-orang di sekitarnya.\r\n\r\nKunci perubahan Indonesia ada di tangan kita semua, melalui tindakan kita, melalui karya-karya kita. Jadi, Kopi Keliling berharap dengan menampilkan orang-orang muda kreatif dengan menampilkan karya yang ‘berbicara’ tentang betapa luar biasanya Indonesia, dapat menjadi inspirasi kita semua dalam membuat karya-karya berikutnya. Semakin banyak yang bangga dengan budaya lokal dan terus mengangkat hal-hal lokal dalam kesehariannya, maka Kopi Keliling yakin kita tidak akan kalah dengan bangsa lain!\r\n\r\nLike they say, “Good things happen over coffee”. Jadi siapa pun kamu, mau pelajar, mahasiswa, art director di agency, bankir, pengacara, dokter, atau bahkan ibu rumah tangga, yuk ikut ‘ngopi’ bareng kita di Kopi Keliling.\r\n\r\nwww.kopikeliling.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Seni Lukis Kuno Indonesia Udah 3D Lho!

3 Januari 2015   19:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:53 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dua tahun yang lalu, di tahun 2011, enam anak muda dari Bandung menemukan sesuatu yang mengejutkan. Awalnya, mereka cuma pengen nyari tau tentang geometri fraktal dalam batik dan candi di Indonesia, dan mereka menemukan “kode-kode matematis” dalam penelitian yang berlangsung selama lima tahun, dengan melibatkan ilmu fisika, matematika, biologi evolusioner, dan ilmu komputer. Mereka menemukan pola kekerabatan bangunan tradisional dan struktur candi di Pulau Jawa. Hasilnya menunjukkan bahwa Candi Borobudur bersifat fraktal. Sementara sebenernya struktur geometri kayak begini baru dikenal sekitar tahun 80-an! Selain itu, mereka juga menemukan bahwa candi-candi di Pulau Jawa dibuat secara algoritmik. Semuanya dibangun pake rumus yang sama, tapi kondisi awal dan aturan pembangunannya beda-beda. Tanpa sengaja, penelitian ini juga jadi berlanjut ke penelitian lukisan nusantara kuno. Mereka menemukan bahwabatik yang ada sekarang itu sebenarnya hasil interaksi seni dua dimensi kuno nusantara dan tradisi Islam, karena di agama Islam dilarang menggambar manusia dan hewan secara langsung. Orang-orang prasejarah di Indonesia udah mengenal lukisan. Terbukti dengan ditemukannya ratusan lukisan di gua-gua di seluruh Indonesia: Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua Barat, Sumatera Selatan, sampai Bali. Nggak cuma itu, budaya Indonesia kuno juga udah mengenal seni 3 dimensi yang lahirnya kurang lebih sama dengan waktu lahirnya karya-karya besar dari Michelangelo dan Leonardo da Vinci. Buktinya? Ya relief-relief di candi-candi di Pulau Jawa itu, termasuk Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Nggak cuma berupa relief, lukisan kuno Indonesia juga dibuat di atas kain, daun lontar, atau kayu. Sayangnya, bahan-bahan ini gampang rapuh, jadi kemungkinan udah susah banget dicarinya. Ada sebuah lukisan di atas daun lontar yang berjudul “Smaradahana” dari Kerajaan Buleleng, Bali, dan diperkirakan berasal dari Abad 12 yang sekarang jadi koleksi National Gallery of Australia. Terus juga ada lukisan kuno di atapnya Puri Kertha Gosa di Klungkung Bali yang diperkirakan berasal dari tahun 1700-1720. Selain itu, yang masih bisa ditemukan adalah lukisan “Panji dan Sekar Taji” yang berupa wayang beber dari Desa Gedompol. Lukisan itu sekarang jadi koleksi NYPL Digital Gallery dan diperkirakan dibuat sekitar Abad 17-19. Jadi, kita boleh bangga bahwa ternyata seni lukis bangsa Indonesia juga dari dulu nggak kalah majunya sama seni lukis di Eropa. Sekali lagi, bedanya kalo lukisan-lukisan antik di Eropa perawatannya lebih baik, sementara di Indonesia kurang terawat jadinya kebanyakan udah musnah… Sayang banget ya? Sumber foto: zoehrermedia.at dan beberapa sumber lainnya

Related posts:

  1. Ketika Budaya Cina Kuno Masuk New Media Art
  2. Seni atau Pornografi?
  3. Ketika Teknologi Mengungkap Misteri Seni
  4. Batik dan Kebudayaan Indonesia
  5. Miss Coffee Indonesia 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun