Mohon tunggu...
kopi barbar
kopi barbar Mohon Tunggu... Penulis - Bismillahirtohmanirrohim

My name is Siti Robiqoh

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Larangan Mudik Lebaran

3 Mei 2021   08:50 Diperbarui: 3 Mei 2021   09:04 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hi hi all. Bagaimana dengan kabar kalian? Semoga sehat selalu dan semoga yang sedang menjalankan ibadah puasa diberi kesehatan jasmani maupun rohani sehinga dapat dengan lancar menjalankan kewajibannya. Aamiin.

Membicarakan ssoal puasa pasti membicaarakan soaal liburan, mudik, juga lebaran. Siapa sih yang gak ,au pulang kampung bertemu dengan keluarga besar di sana? Pasti semua ingin kan? Begitu pun dengan saya. Sebagai anak rantau saya juga sangat merindukan orangtua, keluarga, juga kerabat di kampung. 

Akan tetapi, lagi-lagi karena Covid-19 yang belum juga usai membuat kita sangat sulit untuk pulang bahkan tidak bisa pulang. Bagi kita yang anak rantau harus bersedia menahan rindu dengan orangtua dankampung kita untuk beberapa waktu ke depan. Akan tetapi, peraturan ini juga berguna untuk memutus mata rantai dari Covid-19 tersebut. Dengan adanya larangan ini, tentu saja ada dampak positif dan dampak negatifnya, dan kita sebagai masyaraka harus pandai menyikapi hal-hal seperti ini di masa yang dirasa sangat sulit.

Dampak positif dari adanya larangan ini yaitu, membantu pemerintah, tenaga medis dalam rangka memutus mata rantai covid-19. Dengan adanya larangan ini, harapannya dapat segera menyembuhkan bumi dari segala keluh kesah mengenai covid-19 tersebut. Dampak positif lainnya yaitu dapat meminimalisir polusi udara yang dapat memperberat kerja tanaman hijau di pinggir-pinggir jalan.

Dampak negatif dari larangan mudik, yaitu dpat menghalang masyarakat untuk bertemu dengan keluarga nya yang berada jauh dari keberadaannya. Mengapa larangan mudik menjadi hal negatif bagi masyarakta? Karena hanya larangan mudik saja yang tidak diperbolehkan, sedangkan tempat wisata, dan pusta perbelanjaan banyak diknjungi oleh orang-orang banyak. Bisa jadi tidak hanya dari daerah tersebut, namun juga dari luar daerah. Karena bulaan ini sudah semakin mendekati lebaran idul fitri, banyak orang yang berbondong-bondong pergi ke pasar untuk membeli pakaian baru, menambah barang dagangan, dan lain sebagainya. Hal ini sangat tidak seimbang dengan larangan mudik juga tutupnya masjid-masjid khususnya di kota Jambi sendiri. Seharusnya pemerintah lebih memikirkan keseimbangan larangan wisata, mudik. Juga beribadah supaya tidak terjadi simpang siur antar masyarakat yang merasa diberatkan oleh salah satu larangan-larangan terutama mudik.

Sikap kit sebagai masyarakat dalam menghadapi krisis di zaman sekarang yaitu harus berfikir kritis. Mari kita gunakan kecerdasan kita masing-masing dalam mengambil keputusan. Karena pilihan kita hari ini menentukan nasib kita kemudian hari. Dengan adanya larangan mudik dari pemerintah, kita harus pandai-pandai menentukan apakah kita harus mudik atau tidak, kebanyakan kita pasti menjawab harus mudik, begitu pun dengan saya yang juga perantau jauh dari orangtua. 

Akan tetapi, kita harus memikirkan juga nasib orangtua juga keluarga kita jika kita mudik. Apakah kita sehat? Apakah kekebalan tubuh kita dapat melawan serngan virus yang tidak jelas adanya? Apakah kita yakin jika kita pulang kita akan tetap sehat? Bagaimana jika kita terpapar virus ketika kita diperjalanan? Namun, tidak ada yang tidak mungkin. Jika kita yakin kita tidak akan menularkan atau tidak akan terserang, maka sebelum mudik sebaiknya kita menjaga stamina tubuh kita agar tetap sehat, sehingga kita dapat dengan tenang saat mudik.

Kesimpulannya, larangan mudik tahun ini ada dampak negatif dan positifnya. Bagaimana baiknya larangan ini, semua tergantung cara fikir kita masing-masing dalam menanggapi hal yang cukup rumit ini.

Sekian opini dari saya, happy Ramadhan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun