Mohon tunggu...
Koalisi Pemuda Hijau Indonesia
Koalisi Pemuda Hijau Indonesia Mohon Tunggu... -

Mepersatukan generasi muda Indonesia untuk peduli dan tanggap demi terwujudnya lingkungan Indonesia yang lestari

Selanjutnya

Tutup

Nature

Diet makanan ternyata mampu melawan Global Warming

17 Juli 2012   03:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:53 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Global warming disebut-sebut sebagai ancaman terbesar bagi kelangsungan hidup manusia. Banyak orang telah berkumpul dan mencoba untuk mencari cara meminimalisir dampak atau adanya global warming dengan berpartisipasi dalam melakukan gerakan efisiensi energy. Namun ilmu pengetahuan, telah banyak menunjukan bahwa melakukan diet vegetarian atau vegan adalah salah satu cara terampuh untuk melawan global warming.

Berikut merupakan beberapa alasan mengapa melakukan vegetarian dapat membantu mencegah dan meminimalisir dampak global warming:

Peternakan sapi merupakan penghasil gas methane terbesar.

Gas metana (CH4) merupakan salah satu gas penyumbang global warming terbesar disamping CO2. Bahkan nilai potensi gas rumah kaca (Global Warming Potential) dari metana dinalisir 21 kali lebih kuat dibanding CO2.[1] FAO (Food Agricultural Organization) memperkirakan bahwa produksi daging menyumbang hamper 51% emisi gas rumah kaca global. Hal ini dihasilkan selama produksi dan pemeliharaan hewan ternak, khususnya sapi yang menghasilkan metana terutama dari kotoran yang dihasilkan. FAO memperkirakan bahwa akan terjadi peningkatan konsumsi daging sebanyak dua kali lipat pada pertengahan abad 21. Hal ini tentu saja akan meningkatkan kebutuhan akan adanya peternakan hewan yang keberadaannya menjadi penyumbang besar bagi gas metana.[2]

Deforestasi

Peternakan hewan dalam kegiatan pertanian menyumbang lebih dari 80% dari deforestasi tahunan dunia, sebagian besar oleh sapi dan ayam. Kurang lebih satu hektar hutan dibuka untuk dijadikan ladang gandum dan jagung, dimana 70% penggunaannya digunakan untuk konsumsi hewan. Hal ini tidak hanya mengakibatkan deforestasi, melainkan turut membawa ancaman terhadap keanekaragaman hayati dan memicu kerapuhan tanah yang menyebabkan erosi baik di tanah maupun penggurunan yang memicu masalah yang lebih seperti banjir dan tanah longsor.

Kebutuhan akan air tawar yang semakin tinggi

Ada beragam perhitungan mengenai seberapa banyak air yang diperlukan untuk memelihara hewan ternak. Namun sebuah penelitian memperkirakan bahwa setidaknya dibutuhkan tiga kali lipat air untuk memberi makan hewan dibanding untuk memproduksi sekilo kentang. Sebagai contoh, dibutuhkan 60, 108, 168, dan 229 pon air masing-masing untuk memproduksi satu pon kentang, gandum, jagung dan beras masing-masing. Sedangkan satu pon daging sapi dibutuhkan sekitar 9.000 liter atau kurang lebih 20.000 lbs air.[3] pertanian, yang menggunakan 70% air yang tersedia bagi manusia, sudah merupakan kompetitor tersendiri bagi langsung kota-kota dengan kebutuhan air yang juga cukup besar.

Meracuni bumi

Seekor sapi dalam pertanian mampu menghasilkan lebih dari 40 kg pupuk kandang dan urin untuk setiap kilogram daging sapi yang dapat dimakan. Sebagian besar kotoran dan urin disalurkan ke pipa air limbah yang memuat sebanyak 40 gallon pada setiap pipa. Septik tank ini sering pecah, bocor dan bahkan mengalami kelebihan muatan sehingga mencemari persediaan air bawah tanah dan sungai dengan nitrogen, fosfor dan nitrat.

Berkomitmen untuk mengurangi konsumsi daging tidak hanya mampu mereduksi global warming, melainkan dapat membawa lebih banyak dampak positif bagi kehidupan manusia, terutama menyangkut peningkatan kesehatan bagi tubuh manusia. Hal ini diungkapkan dalam dalam pertemuan para ahli nutrisi FAO/WHO pada bulan September 1998 yang menyebutkan;

"Households should select predominantly plant-based diets rich in a variety of vegetables and fruits, pulses or legumes, and minimally processed starchy staple foods. The evidence that such diets will prevent or delay a significant proportion of non-communicable chronic diseases is consistent. A predominantly plant-based diet has a low energy density, and may protect against obesity.”[4]

Info lebih lanjut mengenai Vegetarian dan Global Warming dapat dilihat dalam laporan Earth Save International (August 2005)[5] yang berjudul “A New Global Warming Strategy: How Environmentalists are Overlooking Vegetarianism as the Most Effective Tool against Climate Change in Our Lifetimes” yang mengungkapkan bahwa “The best way to reduce global warming in our lifetimes is to reduce or eliminate our consumption of animal products. Simply by going vegetarian (or, strictly speaking, vegan) we can eliminate one of the major sources of emissions of methane, the greenhouse gas responsible for almost half of the global warming impacting the planet today.”[6].

Diet vegetarian ini memang mengundang banyak kontroversi dari berbagai lapisan masyarakat di seluruh dunia. Hal ini lebih dikarenakan kehidupan mayoritas manusia sudah tidak dapat dipisahkan dari kebiasaan untuk mengkonsumsi daging. Namun bagi saya, poin utama dari seluruh penelitian mengenai hubungan antara global warming dan menjadi vegetarian adalah bukan pada berhenti mengkonsumsi produk hewani, melainkan menunjukan kepedulian kita terhadap kelangsungan bumi kita dengan mengubah konsumsi harian kita menjadi lebih bersahabat dengan lingkungan. Tentu saja, lingkungan yang lestari akan memperpanjang umur bumi kita. Dan mungkin dengan diet hewani ini kamu akan dapat mengkonsumsi produk hewani dengan jangka waktu yang lebih panjang dan lingkungan yang lebih sehat.

-By Adinda Aksari-

[1] http://www.earthsave.org/globalwarming.htm

[2] http://www.guardian.co.uk/environment/2008/sep/07/food.foodanddrink

[3] http://www.guardian.co.uk/lifeandstyle/2010/jul/18/vegetarianism-save-planet-environment

[4] http://www.fao.org/docrep/004/Y2809E/y2809e08.htm

[5] Can be downloaded from www.earthsave.org/news/earthsave_global_warming_report.pdf

[6] Ibid.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun