______________________________________________________________________________
“Water is life's mater and matrix, mother and medium. There is no life without water.”
Albert Szent-Gyorgyi (Hungarian Biochemist, Nobel Prize for Medicine in 1937) (1893-1986)
____________________________________________________________________________
Dalam acara Forum Air Dunia II (World Water Forum) di Den Haag (Maret, 2000) disebutkan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang akan mengalami krisis air pada 2025. Penyebabnya antara lain kelemahan dalam pengelolaan air, seperti pemakaian air yang tidak efisien. Laju kebutuhan akan sumber daya air dan potensi ketersediaannya sangat pincang dan semakin menekan kemampuan alam dalam menyediakan air.[1]
Masih jauh dari tahun 2025, masyarakat Indonesia sudah sangat merasakan keterpurukan kualitas dan kuantitas akan air. Kondisi semakin parah dengan diketahui adanya penurunan ketinggian permukaan daratan ibu kota Jakarta yang disebabkan oleh adanya pengambilan air tanah tanpa kontrol.
Selain itu, eksploitasi air tanah dapat menimbulkan intrusi air asin (bukan hanya intrusi air laut) yakni masuknya air asin dalam tanah ke akifer air tanah—yang banyak dimanfaatkan masyarakat. Jumlah air tawar yang berkurang membuat tekanan di lapisan air tawar rendah sehingga air asin di lapisan bawahnya yang bertekanan lebih tinggi menerobos masuk ke lapisan air tawar.[2]
Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, air tanah merupakan solusi ketersediaan air bersih yang bisa mereka dapatkan. Sebagai contoh di Jakarta, disebutkan bahwa 41 persen warga Jakarta masih tergantung pada air tanah.[3] Air tanah menjadi satu-satunya solusi di kala buruknya kualitas air PDAM yang didistribusikan ke masyarakat. Pada tahun 2011, Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, mengutarakan bahwa sebanyak 320 perusahaan daerah air minum (PDAM) di Indonesia masih dalam kategori buruk.[4]
Lebih lanjut, beliau menyatakan bahwa sebanyak 132 PDAM sudah termasuk dalam kondisi sehat.[5] Merujuk pada cukup banyaknya jumlah PDAM yang sehat tersebut, rasa optimis untuk menyehatkan PDAM lainnya pun bermunculan.
Sementara pemerintah berupaya untuk membenahi dan memperbaiki kuantitas dan kualitas air untuk kita, apa yang bisa kita lakukan untuk menekan permasalahan air ini? Pada dasarnya cukup mudah, yakni kita mulai dengan menghemat air, terutama bagi kita yang masih menggunakan air tanah.
Mulailah dengan menutup keran pada saat air sudah cukup di dalam penampungan/bak. Terlalu mudah? Bahkan hal yang mudah ini pun sering kali kita lupakan.
Yang terpenting adalah kita perlu mimpi, mimpi akan Indonesia yang kreatif dan bertanggung jawab dalam mengolah alam, termasuk air. Karena dengan mimpi, kita akan melihat lebih banyak lagi cara untuk memperbaiki kondisi alam Indonesia. Dengan satu langkah awal, yakni menutup keran tepat waktu, kita akan lebih yakin untuk langkah-langkah berikutnya.
[1] Dikutip dari Artikel “Krisis Air di Kota” oleh Rachmat Fajar Lubis (http://www.geotek.lipi.go.id/?p=652)
[2] Dikutip dari Kompas, 4 Oktober 2010, (http://nasional.kompas.com/read/2010/10/04/08510916/Jakarta.Akan.Terus.Ambles)
[3] Dikutip dari Kompas, 11 November 2011.
(http://sains.kompas.com/read/2011/11/11/21512047/Empat.Rekomendasi.Atasi.Masalah.Air.Tanah.Jakarta)
[4] Dikutip dari Republika, 17 Mei 2011,
[5] Ibid.
Previously published as "Air Punya Kita, Tanggung Jawab Kita" in Seteguk Kophi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H