Mohon tunggu...
konten energi
konten energi Mohon Tunggu... Dosen - Solusi energi untuk ekonomi & lingkungan yg berkelanjutan

Penulis adalah PhD Candidate dari Lab of EEcon, Graduate School of Energy Science, Kyoto University. Dosen di Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik Industri, Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mekanisme Pasar Energi yang Merugikan Konsumen

27 Juli 2020   08:05 Diperbarui: 27 Juli 2020   11:34 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa bulan lalu banyak masyarakat yang mengeluh karena tagihan listriknya tiba-tiba meningkat tajam akibat efek dari pandemik. Sebagian besar aktivitas yang biasanya dilakukan di luar rumah, tiba-tiba harus menjadi aktivitas rumahan. 

Diduga hal ini mengakibatkan peningkatan penggunaan peralatan listrik rumah tangga, dan sekaligus meningkatnya aktivitas "vampir" energi dari peralatan listrik rumah tangga. 

Masyarakat yang awalnya menyalahkan PLN, tiba-tiba berbalik menjadi pihak yang bersalah, karena tidak mampu mengendalikan penggunaan listrik dan "kebocoran" listrik mereka. 

Dan seperti yang sudah-sudah, semakin gencar pula himbauan untuk masyarakat agar bergaya hidup hemat energi. Efektifkah cara ini? Jawabannya ada pada pengalaman masing-masing.

Bagi saya, kejadian ini hanyalah salah satu indikasi adanya masalah pada mekanisme pasar energi. Anak teknik pasti memahami ungkapan "You can't control what you can't measure". Kita tidak bisa mengendalikan sesuatu yang tidak dapat diukur. 

Terkait dengan konsumsi energi, entah apa yang otoritas harapkan saat menghimbau masyarakat awam untuk melakukan diet konsumsi listrik. Satu-satunya ukuran yang terlihat adalah tagihan listrik sebagai indikator jumlah listrik yang ditransmisikan ke rumah tangga tersebut. 

Ditransmisikan ke peralatan mana saja? Pada saat apa? Berapa jumlah yang ditransmisikan? Tidak ada yang mengetahui. Lalu bagaimana bisa mendeteksi adanya kebocoran listrik? Atau bagaimana untuk mengetahui konsumsi pada peralatan apa yang harus kurangi? 

Kalau dikurangi, bagaimana pengaruhnya pada kualitas hidup dan produktifitas? Jika hal-hal seperti ini tidak mudah dicerna oleh masyarakat, lalu bagaimana harus "diet listrik"?

Mengapa konsumen rumah tangga kesulitan untuk diet listrik?

Karena listrik merupakan permintaan turunan. Kebutuhan terhadap listrik timbul dari kebutuhan terhadap penerangan (dengan lampu), pengawetan makanan (dengan kulkas), pengkondisi ruangan agar nyaman (dengan AC atau kipas angin), atau pakaian yang bersih (dengan mesin cuci). 

Listrik bukan kebutuhan utama, dan siapapun pasti lebih suka jika bisa membeli listrik dengan harga murah. Tidak seperti produk lainnya, dimana orang bersedia bayar lebih mahal karena merk atau selera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun