"Belasting" mengingatkan kita pada sejarah Perang Kamang dan Manggopoh (1908). Itu perang rakyat melawan kolonial Hindia Belanda akibat pemberlakuan pajak langsung atas tanah, rumah tangga, hewan ternak, serta segala macam properti dan transaksi.
Perang Belasting yang kemudian meluas ke berbagai daerah di Sumatera Barat sesungguhnya pemberontakan rakyat yang merasa ditindas lewat beban pajak oleh pemerintah kolonial.
Menghadapi perlawanan rakyat itu, pemerintah mengirim Korp Marsose, yaitu pasukan bayaran yang dikenal suka mabuk-mabukan, berjudi dan memperkosa wanita.
Kata "belasting" karenanya menjadi ingatan kolektif kita tentang jenis penindasan penjajah pada rakyat pribumi melalui semacam upeti.
Kata ini mencuat ke publik beberapa hari terakhir. Itu gara-gara Menkeu Sri Mulyani minta Belasting Rijder DJP dibubarkan. Ini komunitas penyuka motor besar aka Moge yang beranggota pegawai dan pensiunan Direktorat Jenderal Pajak.
Dari bahasa Belanda, "belasting rijder" ke English "tax rider" terjemah lebih kurang "penunggang pajak." Alasan bu menteri membubarkan komunitas Moge karena hobi dan gaya hidup semacam ini menimbulkan persepsi negatif masyarakat dan kecurigaan mengenai kekayaan pegawai kantor pajak.
Menurut bu menteri, memamerkan Moge (a.l. dengan cara konvoi di jalan) melanggar azas kepatutan dan kepantasan publik. Singkatnya, bikin rakyat sakit hati.
Sebelumnya beredar banyak komentar dan meme di media sosial mengandung kritik dan satire soal integritas pegawai kantor pajak. Misalnya "Ogah bayar pajak", "Zakat dari si kaya untuk si miskin, pajak dari si miskin untuk si kaya."
Ada sebuah meme bergambar sepeda motor keluaran 1980-an dengan caption "Pembayar Pajak" bersanding mobil Rubicon ber-caption "Pegawai Pajak", "Tetap bayar pajak ya karena belum semua pegawai pajak punya Rubicon." Koran Tempo (27/2) menulis headline "Tajir Melintir Pejabat Pajak", menyoal integritas pegawai pajak.
Soal meme bergambar mobil Rubicon bermula dari kasus penganiayaan oleh seorang pemuda bermobil seharga lebih 1 miliar itu.
Pemuda dimaksud tidak lain daripada putra salah satu pejabat Ditjen Pajak.Video penganiayaan terhadap anak di bawah umur hingga koma dan menderita cedera otak traumatis (DAI) tersebut viral, dan dikecam banyak kalangan.