Ketika berada dalam hubungan yang berbeda agama, jangan pernah mengharapkan suatu saat nanti pasangan Anda akan mengikuti kepercayaan yang Anda yakini. Karena hal ini akan sulit dan sudah pasti menjadi kendala besar ke depannya. Karena seperti Anda, seseorang yang mengimani sebuah agama, tentu ia akan mencintai agamanya dan akan sulit untuk menggantinya.
Dan tentu Anda setuju bahwa membangun pernikahan yang harmonis dan langgeng bukanlah perkara yang mudah. Pernikahan yang satu prinsip saja memiliki banyak keruwetan, apalagi jika ditambah dengan perbedaan agama. Perbedaan prinsip akan sesuatu yang mendasar jelas berpotensi untuk menimbulkan masalah di kemudian hari. Tapi, apakah perbedaan ini akan menjadi sumber konflik bagi pasangan, hal ini tentu  kembali ke individu masing-masing.
Selain itu, dalam budaya ketimuran seperti dianut oleh masyarakat kita, pernikahan bukan hanya soal pria dan wanita yang terlibat di dalamnya, tapi juga menyangkut "peleburan" dua keluarga besar. Itu sebabnya, dalam semua budaya dan agama, restu orang tua untuk sebuah pernikahan itu sangat penting. Untuk menikah, tidak bisa nyelonong saja.
Dalam kasus Rina dan Doni, yang sudah berpacaran selama lima tahun, maka isue perbedaan ini harus disadari oleh pasangan ini. Bahwa pernikahan mereka high risk sehingga harus benar-benar memperlengkapi diri untuk menguasai skill yang baik untuk mengatasi friksi yang mungkin timbul ke depannya. Misalnya, bagaimana menjaga agar kedua keluarga besar dapat harmonis, kedepannya bagaimana norma membesarkan anak dalam kaitan dengan kepercayaannya. Pada langkah awal saja, bagaimana agar kedua belah keluarga bisa menyetujui pernikahan mereka pun sudah merupakan "pr" yang cukup besar.
Soal ritual agama pasangan, terutama pada awal pernikahan, dengan cinta yang masih menggebu-gebu, mungkin tidak menjadi isue besar. Tapi, hal yang nantinya berpotensi menjadi ganjalan besar adalah ketika menyangkut anak. Bagaimana keluarga tersebut membesarkan anaknya. Memang, anak bisa memilih agama apa yang akan mereka anut ketika dewasa. Tapi ketika anak masih kecil dan belum bisa memutuskan sendiri agamanya, maka orang tua yang berbeda agama ini perlu mendiskusikannya sejak awal, agama siapa yang akan mereka landaskan pada sang anak.
Saran bagi pasangan berbeda agama yang akan melanjutkan ke jenjang pernikahan, sebaiknya melakukan Konseling Pranikah terlebih dahulu untuk membekali diri dengan skillyang diperlukan untuk mengatasi persoalan yang muncul ke depannya.
Ada dua skill mendasar yang akan dibekali jika Anda mengikuti Konseling Pranikah di www.konselingkeluarga.com. Pertama, skilluntuk membuat kesepakatan di antara pasangan tentang aturan main yang akan ada di keluarga dengan konsep orang tua yang beda agama. Kedua, skill untuk mengatasi friksi yang dapat muncul di sepanjang tahun pernikahan.
Sebagai Konselor Pernikahan yang sudah berpraktek selama 9 tahun dan menjalani pernikahan selama 24 tahun, maka opini saya untuk pernikahan beda kepercayaan adalah, bukan berarti pasti gagal, tapi jelas akan ada banyak sekali potensi konflik yang harus benar-benar dipersiapkan agar tidak menjadi batu sandungan di kemudian hari.
Dan jika Anda seseorang yang cukup religius, dan sangat "setia" dan beriman teguh dalam kepercayaan Anda, maka saya sangat menyarankan untuk mencari pasangan yang satu kepercayaan. Karena hal itu akan sangat memperkuat fondasi pernikahan. Anda akan mantap karena akan sehati seiman dengan pasangan,  memiliki kesamaan visi misi dalam membangun biduk rumah tangga dan juga akan bagaimana  membesarkan  keturunan yang lahir dalam pernikahan tersebut.
Karena pada akhirnya kita semua sepakat bahwa menikah adalah suatu ibadah, bukan? J
Salam Sejahtera,