Mohon tunggu...
Eris Munandar
Eris Munandar Mohon Tunggu... Freelancer - Jurnal

Saya suka melihat hal hal yang baru

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dewan Guyonan

23 September 2022   00:05 Diperbarui: 23 September 2022   00:08 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena Dewan kolonel dan Dewan Kopral di dalam kubu PDI P menjadi sorotan Publik. Namun, baru-baru ini, setelah kemudian mendapat banyak kritikan, PDI Perjuangan mulai membantahnya.

Pernyataan itu disampaikan oleh Sekjen PDI P Kristiyanto, dikutip dari kanal berita kompas. Bahwa isu pembentukan dewan kolonel atau semacamnya disebut hanya sebagai guyonan.

Jadi gini. Menakar dari pernyataan tersebut, ada semacam kekonyolan yang terungkap dalam tubuh PDI Perjuangan. Kekacauan yang dipenuhi kepalsuan. Ya sangatlah absurd kejelasannya.

Jika ditarik premisnya, seperti ada upaya untuk menebar sensasi, namun salah menarasikannya. Mau serius, tapi melahirkan kelucuan bagi publik.

Baca juga: Dewan Kolonel

Sehingga jalan terakhir adalah melontarkan penyangkalan. Karna sudah tercium oleh publik, lantaran sudah dianggap tidak masuk akal. Jika tepat sasaran, bisa saja itu tetap  menjadi upaya serangan senyap untuk menjatuhkan lawan atau pun kawan politik.

Kedepan, gelar 'Dewan Kolonel' akan hilang atau diganti dengan lainnya. Sedangkan  'dewan kopral' yang memang  masih belum terbentuk urung dibuat sehingga tetap menjadi relawan yang sudah melekat.

Terus gini, manipulasi citra, tak bisa dihilangkan karna menjadi andalan senjata jelang pemilu bagi politikus. Sementara, salah-salah, itu juga mampu menjatuhkan si pelakonnya sendiri. Atau jadi malu sendiri, karna kalah kelas dalam adu gengsi. kansudah ada contohnya barusan.

Di politik, hampir segala jurus, sekecil apapun, yang ditunjukkan politikus ke publik, baik untuk pemilih maupun lawan dan kawan adalah upaya pembentukan karakter.

Seperti suka musik rock, suka melukis juga suka bagi-bagi sembako, sekaligus penggunaan atribut di tubuh sang politikus akan dipamerkan ke publik oleh media nasional ataupun relawan. Setelah jadi, hal itu pun akan bias terlupakan.

Membiarkan sebagian orang untuk tidak turut memahami politik adalah kesalahan. Karna secara tak langsung semua penduduk Indonesia mempunyai hak politik. Contoh kecilnya, adalah sebagai pemilih atau pendudukung. Jadi Politik itu tidak jahat, jika hanya untuk dipahami.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun