Mohon tunggu...
Muhamad Fauzi Mujeni
Muhamad Fauzi Mujeni Mohon Tunggu... Guru - Guru di SMK Salafiyah Syafi'iyyah Pangkalan Jati Depok

makhluk Tuhan penganut paham 'ikuti riak air tapi awas hati-hati jangan sampai tergelincir'

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Lakon dan Laku

7 Juni 2011   15:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:46 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia sering berlakon (bersandiwara:baca) bukan berlaku (mengamalkan kesadaran yang mutlak:baca) dalam hidup.

Berbuat sesuatu akan menjadi sia-sia ketika tidak diringi dengan kesadaran terhadap apa yang telah ditetapkan untuk dilakukannya. Namun kesadaran mutlak terhadap keputusan yang diberlakukannya itu tidak menjamin manusia melakukan penempatan yang benar dalam bertindak dikehidupannya sehari-hari. Banyak realita terjadi bahwa orang yang sadar tidak melakukan apa yang disadarinya. Hal demikian terjadi karena Ia terlena dengan dorongan ‘energi negatif’ yang mewujud menjadi keinginan negatifyang terus mendorongnya sehingga membentuk ketidakkeselarasan antara perilaku dan kesadarannya. Hal ini yang selalu menjadi penghambat manusia untuk menjadi waras secara mutlak dalam memberlakukan apa yang disadarinya.

Sebelum melakukan analisis terhadap penyebab terjadinya penempatan yang salah atas apa yang disadarinya, perlu diketahui bahwa dalam diri manusia terdapat dua komponen penting yang menentukan tindakan yang diberlakukan oleh seseorang. Pertama adalah hati yang berfungsi sebagai subjek yang mengatur diri untuk bertindak dan kedua adalah sel otak yang berfungsi sebagai objek yang diarahkan hati untuk memerintahkan diri bertindak.

Keinginan-keinginan negatif yang mendorongnya untuk diberlakukan disebabkan oleh disfungsionalisasi subjek (hati) dalam diri menjadi objek (otak) dan begitu juga sebaliknya objek (otak) dijadikan sebagai subjek (hati). Sehingga ruang subjek (hati) yang begitu sempit dijadikan wahana untuk menampung hal-hal yang diadopsi objek (otak) yang ruangnya begitu luas.Dengan kata lain subjek (hati) menerima beban yang berat karena seluruh keputusan yang seharusnya ditetapkannya dalam hidup, subjek (hati) pulalah yang memerintahkan diri untuk menggerakkannya. Begitu juga sebaliknya objek (otak) yang semestinya diberikan hasil keputusan subjek (hati) untuk selanjutnya diperintahkan untuk diberlakukan oleh organ tubuh malah dijadikan hakim bagi diri untuk mengambil keputusan.

Dikarenakan memasuki permasalahan kedalam ruang sempit subjek dan menuntut objek untuk memberlakukan keputusan. Maka manusia sering memainkan lakon bukan mengamalkan laku dalam hidup karena menggunakan sifat syaitan- sifat yang dominan dalam objek (otak)-dalam mengambil keputusan, yang cendrung mengutamakan keinginan negatif dalam diri dan menggunakan sifat malaikat-sifat yang dominan dalam subjek (hati)-dalam memberlakukan keputusan, yang cendrung tanpa hasrat untuk melakukan yang terbaik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun