DRAMATURGI POLITIK INDONESIA
Oleh: Konfridus Roynaldus Buku
Dosen STPM Santa Ursula Ende
Hasil Musyawarah Nasional (MUNAS) Partai Golkar yang mengusung Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil Presiden baru-baru ini menyuguhkan kepada kita dinamika politik di Indonesia.Â
Gibran yang kemudian diputuskan dan dideklarasikan mendampingi Prabowo Subianto untuk mendaftar ke KPU. Gibran, Kaesang dan Bobby Nasution yang merupakan trah Jokowi kemudian memutuskan untuk tidak bersama PDIP dalam mendukung Ganjar-Mahfud.Â
Di sisi lain keputusan abu-abu yang coba dimainkan oleh PDIP dalam mengambil sikap terhadap trah Jokowi juga merupakan gambaran bahwa politik di Indonesia selalu identik dengan yang tidak pasti, penuh intrik, dan merupakan dunia abu-abu.Â
Tidak pernah ada yang abadi dalam dunia politik. Dalam dunia politik selalu ada inkosistensi baik dalam keputusan maupun dalam tindakan. Inkonsistensi politik Indonesia selalu berkaitan dengan intrik untuk menang dan mencapai apa yang dinginkan.Â
Inkonsistensi politik juga berkaitan dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan. Singkatnya bahwa inkonsistensi selalu berkaitan dengan ketidakpastian.Â
Hal ini kemudian semakin dilegitimasi dengan pro kontra hasil keputusan Mahkama Konstitusi tentang batas usia capres dan cawapres yang disinyalir merupakan cara memuluskan langkah Gibran menjadi bacawapres. Â
Ini juga dapat menjadi gambaran bahwa  hukum dan konstitusi dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai kekuasaan. Hal ini hanyalah secuil gambaran politik di Indonesia yang disuguhkan oleh para elit politik bangsa ini.
Dunia politik Indonesia yang penuh intrik dan inkonsistensi ini bisa digambarkan dalam konsep dramaturgi seperti yang digambarkan oleh Erving Goffman dalam konsepnya tentang dramaturgi.Â