Fenomena korupsi yang luar biasa di Indonesia saat ini tidak terlepas dari sudut pandang yang berubah atau sengaja diubah oleh para pelaku kejahatan luar biasa ini.
Salah satu hukuman langsung dari sebuah kejahatan atau sebuah kesalahan adalah adanya rasa tidak tenang, adanya rasa kawatir, dan hal-hal ini akan sedikit banyak mengendalikan seseorang untuk melakukan kejahatan atau kesalahan. Tapi karena hebatnya SETAN, mereka mampu mengeliminir rasa tidak tenang dan rasa kawatir tersebut dengan pembenaran-pembenaran dari sebuah kesalahan atau kejahatan.
Sebagai contoh kecil, ketika seseorang ingin menjadi pegawai negeri, mereka melakukan penyuapan. Dengan Alasan apapun penyuapan adalah tindakan salah, TAPI dengan berbagai cara mereka mencoba melakukan pembenaran dari tindakan salah ini, contoh alasan yang dipakai "Ah daripada nanti yang Nyuap orang yang gak baik, kalopun jadi pegawai negeri pasti dia akan Korupsi, mending saya yang nyuap nanti saya tidak akan korupsi", ada pembenaran lain lagi "Kalau gak nyuap gak bakal jadi pegawai negeri, trus gimana bisa memperbaiki masa depan dan nama keluarga", alasan lain lagi yang bener-bener kacau balau "Daripada nanti yang nyuap orang selain agama kita, nanti kita malah dipimpin oleh orang-orang yang tidak seagama". Agama dijadikan pembenaran terhadap penyuapan. Benar-benar salah kaprah.
Sebagian besar pelaku korupsi tidak sadar bahwa mereka telah melakukan korupsi, sebagian besar pelaku korupsi tetap beribadah sesuai dengan tuntunan agamanya. Bahkan sebagian darimereka menyumbang masjid, naik haji, membangun gereja dari hasil korupsi yang sebagian besar tidak mereka sadari bahwa itu adalah korupsi.
Sebagai contoh :
Seorang kepala sekolah, mereka bekerja sama dengan pihak rekanan untuk pengadaan peralatan praktek di sekolah, mereka membeli dari rekanan itu dengan harga jauh lebih mahal dari harga pasaran umum, kemudian sang kepala sekolah mendapatkan fee dari si Rekanan. Inilah yang disebut Mark-up atau pengelembungan dana, ini terjadi hampir di seluruh instansi pemerintahan di indonesia. Tapi maaf, apakah sang pelaku ini tidak beragama? apakah sang pelaku ini tidak menjalankan ibadah? MEREKA TETAP BERIBADAH, bahkan sebagian dari mereka menggunakan hasil tersebut untuk maaf NAIK HAJI, Membangun masjid, Membangun Gereja, menyantuni anak fakir. Sehingga mereka tetep tidur nyenyak ketika selesai melakukan kejahatan, mereka dengan tenang bercengkerama dengan tetangga dan para kyai tentang akhlak, bahkan mereka dengan semangatnya menyerukan semangat anti korupsi, mereka menghujat Nazarudin, Gayus dan koruptor-koruptor besar lainya, padahal mereka minum kopi hasil korupsi.
Ketika sebuah kesalahan dibuat pembenaran, ketika hitam sudah menjadi abu-abu, dan yang abu-abu sudah menjadi putih, tinggal menunggu waktu bahwa yang hitam akan menjadi putih dan yang putih akan menjadi hitam. Maka disitulah akhir dunia. Wallahu a’lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H