Tak ada larangan bagi setiap warga negara untuk melakukan inisiasi mendirikan sebuah organisasi, bahkan terlebih sekalipun itu bernama partai politik. Tentu semangat pendirian itu perlu disertai dengan aneka syarat sesuai koridor undang-undang yang berlaku, dalam konteks ini adalah UU No 2 Tahun 2011 sebagai Perubahan atas UU No 02 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
Partai Politik, sebagaimana yang digariskan dalam UU tesebut adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan citacita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Unidang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Negara ini selalu penuh gegap gempita dengan ragam kisruh dan rupa-rupa peristiwa politik dan pemerintahan, dimana partai politik memberikan kontribusi besar atas hal itu, dan media massa selalu tampil terdepan sebagai alat produksi sejarah dalam memainkan peta politik nasional, tak terkecuali bagi MNC Group.
Perindo lahir terlalu Prematur
Partai Perindo, besutan pengusaha -sekaligus CEO MNC Group-, Bung Harry Tanoe, adalah partai politik yang tentu saja tidak lahir dari perkecamukan ideologis, partai ini lebih tepat sebagai ‘terminal darurat’ untuk pasang kuda-kuda mempersiapkan panggung politik bagi Bung Harry. Sebuah eksistensi politik yang tidak begitu melekat dimiliki oleh seorang Bung Harry. Namun sekali lagi, ini tidak dilarang, dan sah-sah saja.
Sebagai parpol yang baru dideklarasikan, sosok Bung Harry tentu menjadi personifikasi dan icon yang sangat melekat dan kuat dengan Perindo, tentu sepak terjangnya tidak bisa lepas begitu saja dari rangkaian peristiwa politik pada pilpres 2014 yang lalu. Kita tahu, pecah kongsi Bung Harry dengan Bung Surya Paloh disinyalir karena porsi peran kekuasaan yang kurang seimbang tentang siapa yang memiliki otoritas dan kendali atas partai Nasdem? Publik sudah paham, sebab Nasdem sudah terlanjur melekat dengan Bung Surya Paloh,.....dan kita tahu, Bung Harry Tanoe pun terlempar, yang kemudian tiba-tiba bergabung dengan partai Hanura dan mendeklarasikan diri sebagai cawapres berpasangan dengan Jendral Wiranto sebagai capresnya.
Bila dikomparasi dengan Nasdem misalnya, jauh sebelum bermetamorfosis menjadi partai politik, awalnya adalah ormas dengan banyak merekrut tokoh-tokoh politik dan para aktifis lintas generasi untuk diproyeksikan agar bisa tampil sebagai peserta dalam kontestasi politik 2014. Dan terbukti, partai Nasdem berhasil merebut perhatian dan simpati publik dengan periuk suara yang cukup signifikan. Rentang waktu yang panjang ini, dari perubahan ormas ke parpol, tentu didayagunakan oleh para aktifis Nasdem untuk melakukan konsolidasi organisasi, penguatan sel-sel jaringan dan kreasi-kreasi politik lainya untuk dijadikan amunisi dalam membangun isu-isu politik nasional, sehingga sebagian publik menoleh. Ini juga ditunjang oleh faktor personal dari sosok Bung Surya Paloh yang sudah dikenal luas sebagai mantan politisi partai Golkar, meskipun publik juga sudah tahu bahwa ia adalah pengusaha media yakni pemilik Media Group.
Ini yang kemudian sedikit membedakan antara Bung Harry Tanoe dengan Perindo nya dan Bung Surya Paloh dengan Nasdem nya. Ormas Perindo bermetamorfosis menjadi partai Perindo dengan rentang waktu yang terlalu pendek, miskin isu, ekspose program yang nyaris tidak nampak ke permukaan, tidak ada tokoh politik yang sentral dalam pendirian Perindo, kurangnya pemberitaan untuk membuka ruang konsolidasi tentu sangat beralasan menjadikan partai ini relatif disebut lahir prematur.
Ayo Bung, Rebut Jokowi !
Atmosfir politik Indonesia memang selalu tidak pernah stabil. Stabilitas politik memang ditentukan oleh sistem politik itu sendiri, dan kita tahu bahwa sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya.
Sistem politik, yang menurut Almond, adalah interaksi yang terjadi dalam masyarakat yang merdeka yang menjalankan fungsi integrasi dan adaptasi. Dalam konteks isu politik hari ini, Bung Harry berhasil menggunakan momentum ‘politik dilema’ Presiden Jokowi dengan memainkan fungsi integrasi dan adaptasi, sekalipun partai Perindo sebagai poros utamanya. Tak dapat kita pungkiri, pikiran dan energi Presiden Jokowi banyak terkuras habis diseputar kasus perseteruan BG dan KPK.
Tentu, sebagai manusia biasa, mungkin saja Presiden Jokowi sedang mengalami ‘pengap politik’didalam istana, belum lagi ketika posisinya sebagai ‘petugas’ partai harus menghadap ibu ketua umum terkait gejolak internal PDI Perjuangan, dan tentu ini sesuatu yang lumrah, biasa bahkan sah-sah saja jika ia sedang mencari ruang yang segar dan teman yang baru.
Barangkali ini lah jalan masuk bagi Bung Harry untuk ngajak Presiden Jokowi agar bisa bergabung dengan partai barunya. Ya, bukan sesuatu yang mustahil, jika Tuhan mengijinkan.....Ayo Bung, (kalo bisa) Rebut Jokowi !
Baca juga ;
KOMPAS.com “Setelah Gagal di Nasdem dan Hanura, Hary Tanoe Deklarasikan Partai Perindo”
Sabtu, 7 Februari 2015 | 20:16 WIB
KOMPAS.com “Hary Tanoe Mau Ajak Jokowi Gabung Partai Barunya”
Sabtu, 7 Februari 2015 | 22:59 WIB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H