Permasalahan beasiswa kini menjadi hal yang menimbulkan kegaduhan. Hal ini terjadi karena banyaknya mahasiswa bermobil justru menjadi calon penerima beasiswa BBP-PPA atau ada juga mahasiswa yang ber ip 4 justru tak masuk list calon penerima beasiswa PPA. Hal ini memang patut untuk dikritisi. beasiswa sudah sepatutnya tepat sasaran, bagi orang bermobil 300 atau 400 ribu mungkin hanya bisa untuk makan tiga sampai empat kali. Tapi bagi mereka yang membutuhkan ini bisa menjadi penentu masadepan mereka. Sebelumnya banyak mahasiswa yang mengundurkan diri akibat UKT yang terlalu mahal dan kini yang terjadi justru beasiswa yang tidak tepat sasaran dan sarat dengan muatan politis.
Kegaduhan yang saat ini terjadi dalam rangka penyaluran beasiswa PPA dan juga BBP-PPA tidak akan terjadi jika saja proses sleksi dilakukan dengan transparan dan dengan kriteria penerima yang jelas. Sayangnya, permasalahan yang oleh beberapa kalangan dianggap akan terjadi ini, tidak diantisipasi secara masif. Banyak opini yang beredar mulai dari yang menganggap pihak birokrat yang tidak becus, hingga anggapan adanya kepentingan politis yang disisipkan didalamnya, dan ini melibatkan mahasiswa pula. Memang selayaknya hal-hal seperti ini diwaspadai.
Banyak gerakan yang timbul sebagai wujud kepedulian atau ada pula yang menjadikannya untuk mendongkrak eksistensi. Sayangnya mayoritas gerakan bersifat permukaan dan tidak menyentuh substansi permasalahan. Birokrat dan pejabat kampus mungkin saja menganggap euporia ini sebagai tontonan yang bersifat sementara. gerakan sendiri-sendiri dan hanya dipermukaan. model gerakan yang sesungguhnya melemahkan mahasiswa. Setelah reformasi nyaris tidak ada lagi gerakan mahasiswa yang substansial. Tak jarang yang muncul hanyalah gerakkan permukaan yang mementingkan eksistensi. Bagi mereka yang punya jabatan dan kekuasaan apalah arti langkah sekelompok kecil mahasiswa yang bagaikan segelas teh hanggat dalam lemari es yang akan segera dingin. Â Apalagi antara satu kelompok kecil dan kelompok kecil lainnya justru juga gontok-gontokan. Fenomena saat ini mahasiswa LUPA atau mengiklaskan diri untuk lupa mana kawan mana yang harus dikawal.
Gerakan mhasiswa tidak untuk eksistensi, bukan juga untuk menjatuhkan sesama, atau ajang unjuk gigi. Gerakan mahasiswa sesungguhnya untuk memperjuangkan apa yang seharusnya diperjuangkan. Tak peduli baju atau ideologi. Perbedaan bukan benteng pembatas, perbedaan adalah modal untuk mewujudkan gerak langkah harmoni yang kuat dalam berbagai bidang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H