Mohon tunggu...
Ni Putu Kompiang Ratna Dewi
Ni Putu Kompiang Ratna Dewi Mohon Tunggu... Paralegal -

Alumni Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Aktif berkegiatan di kantor konsultan hukum. Tertarik dengan permaian paradigma dalam masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Wajah Gerakan Mahasiswa Masa Kini

30 April 2014   18:35 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:01 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Permasalahan beasiswa kini menjadi hal yang menimbulkan kegaduhan. Hal ini terjadi karena banyaknya mahasiswa bermobil justru menjadi calon penerima beasiswa BBP-PPA atau ada juga mahasiswa yang ber ip 4 justru tak masuk list calon penerima beasiswa PPA. Hal ini memang patut untuk dikritisi. beasiswa sudah sepatutnya tepat sasaran, bagi orang bermobil 300 atau 400 ribu mungkin hanya bisa untuk makan tiga sampai empat kali. Tapi bagi mereka yang membutuhkan ini bisa menjadi penentu masadepan mereka. Sebelumnya banyak mahasiswa yang mengundurkan diri akibat UKT yang terlalu mahal dan kini yang terjadi justru beasiswa yang tidak tepat sasaran dan sarat dengan muatan politis.

Kegaduhan yang saat ini terjadi dalam rangka penyaluran beasiswa PPA dan juga BBP-PPA tidak akan terjadi jika saja proses sleksi dilakukan dengan transparan dan dengan kriteria penerima yang jelas. Sayangnya, permasalahan yang oleh beberapa kalangan dianggap akan terjadi ini, tidak diantisipasi secara masif. Banyak opini yang beredar mulai dari yang menganggap pihak birokrat yang tidak becus, hingga anggapan adanya kepentingan politis yang disisipkan didalamnya, dan ini melibatkan mahasiswa pula. Memang selayaknya hal-hal seperti ini diwaspadai.

Banyak gerakan yang timbul sebagai wujud kepedulian atau ada pula yang menjadikannya untuk mendongkrak eksistensi. Sayangnya mayoritas gerakan bersifat permukaan dan tidak menyentuh substansi permasalahan. Birokrat dan pejabat kampus mungkin saja menganggap euporia ini sebagai tontonan yang bersifat sementara. gerakan sendiri-sendiri dan hanya dipermukaan. model gerakan yang sesungguhnya melemahkan mahasiswa. Setelah reformasi nyaris tidak ada lagi gerakan mahasiswa yang substansial. Tak jarang yang muncul hanyalah gerakkan permukaan yang mementingkan eksistensi. Bagi mereka yang punya jabatan dan kekuasaan apalah arti langkah sekelompok kecil mahasiswa yang bagaikan segelas teh hanggat dalam lemari es yang akan segera dingin.  Apalagi antara satu kelompok kecil dan kelompok kecil lainnya justru juga gontok-gontokan. Fenomena saat ini mahasiswa LUPA atau mengiklaskan diri untuk lupa mana kawan mana yang harus dikawal.

Gerakan mhasiswa tidak untuk eksistensi, bukan juga untuk menjatuhkan sesama, atau ajang unjuk gigi. Gerakan mahasiswa sesungguhnya untuk memperjuangkan apa yang seharusnya diperjuangkan. Tak peduli baju atau ideologi. Perbedaan bukan benteng pembatas, perbedaan adalah modal untuk mewujudkan gerak langkah harmoni yang kuat dalam berbagai bidang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun