Mohon tunggu...
Ni Putu Kompiang Ratna Dewi
Ni Putu Kompiang Ratna Dewi Mohon Tunggu... Paralegal -

Alumni Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Aktif berkegiatan di kantor konsultan hukum. Tertarik dengan permaian paradigma dalam masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Di Balik Layar Presslist 3

23 Agustus 2012   15:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:24 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Di tulisan sebelumnya yang berjudul "Apresiasi Sineas dan Jurnalis Muda" saya telah mengulas tentang kesemarakan acara besar yang telah digarap oleh bibit jurnalis-jurnalis muda trisma. Dan kini saatnya saya berbagi kisah tentang kegigihan kami dalam menggarap acara ini, hingga berjalan seperti yang telah berlangsung.

Presslist 3 yang merupakan rangkuman berbagai acara jurnalistik ini dipersiapkan selama 3 bulan. Mulai dari menentukan acara apa saja yang akan diselenggarakan, pembuatan proposal, penentuan panitia, penggalian dana, menggali peserta, dan persiapan-persiapan lainnya.

Hampir satu bulan lebih waktu yang dihabiskan hanya untuk membuat konsep dan membuat perincian dana. Seperti biasa untuk kondisi dana yang belum ada sama skali, kami dituntut untuk menekan pengeluaran disana sini. Kendati sudah menekan pengeluaran seminim mungkin, toh angka yang dibutuhkan masih tinggi, mencapai 40 jutaan. Angka yang benar-benar besar bagi kami yang hanya pelajar SMA. Cara kedua kami adalah dengan berusaha mereka-reka dari mana sija kira-kira dana yang akan masuk untuk presslist 3 ini. Namun, tetap saja masih saja, belum tercukupi.

Saat menemukan kebuntuan inilah lelucon dan candaan muncul memecah kekakuan suasana saat rapat. Dengan pemikiran gila beberapa teman saya terutama KDU (Kordinator Divisi Usaha yang bertanggung jawab ,asalah dana) sebut saja namanya Bagus mampu mengendurkan kerutan di dahi para peserta rapat, yha walau hanya sesaat. Lelucon seperti "Jual ginjal aja." atau, "ok ok, aku jual jantung, cukupkan nutupin kekurangannya?" dan "gimana kalau kita jual sampah kertas atau plastik aja?" dari sekian lelucon gila yang terlontar ternyata salah satunya menjadi kenyataan dan kami jalankan untuk memperoleh tambahan dana. Pastinya kami tidak seglila lelucon dan candaan kami, tidak sampe menjual jantung, hati atau ginjal, tapi kami memilih menjual barang bekas.

Petualangan pertama menjual barang bekas adalah dengan memboyong koran bekas milik pembina kami yang total beratnya  lebih dari 500 kg, kira-kira 2-3 kali bolak-balik ke pengepul barang bekas kalau make mobil pic up, tapi disini kami hanya bermodalkan 4 buah kendaraan roda dua. Dapat dibayangkan berapa kali harus bolak-balik mengangkut koran bekas itu. Kejadian cukup miris terjadi saat kloter terakhir pengangkutan koran, hal ini dialami oleh KDO (Kordinator Divisi Online) yang bernama wicak. Tumpukan koran yang diboncengnya tiba-tiba terjatuh dan tercecer di tengah jalan raya, pastinya dilindas truk dan sepeda motor.  Jadi kami harus kepinggir dan memunguti satu-persatu koran yang tercecer dan segera mengangkutnya ke pengepul barang bekas. Koran yang kami angkut dihargai RP 750,00 perkilonya. Setelah dihitung ternyata sore itu kami memperoleh dana kurang lebih 400 ribu rupiah, angka yang sangat lumayan bagi kami. Namun beberapa saat setelah itu, teman kami yang paling semangat menjual barang bekas, sebut saja rahma ( Waka MP saat itu), mendapatkan kenyataan bahwa ada pengepul yang mau membeli koran-koran bekas kami dengan harga dua kali lipat. Itu artinya kami kehilangan 400 ribu rupiah, kenyataan yang cukup menyesakkan. Terutama bagi rekan kami, Rahma.

Diberbagai kesempatan akhirnya kami mengumpulkan barang bekas. Menghubungi alumni, mengorek barang bekas di rumah masing-masing. Mengumpulkan kertas bekas snek saat pertemuan orang tua siswa baru di sekolah, hingga menanyai guru-guru kami kalau-kalau meja mereka ditumpuki kertas-kertas yang sudah tidak dipakai. Terkadang saat mengorek kertas bekas, banyak adik-adik kelas yang memperhatikan kami dengan ekspresi yang bingung. Tapi pembawaan anak-anak Madyapadma yang santai dan biasa ngeleseh membuat hal itu menjadi hal yang biasa.

Seketika saat itu depan ruang radio (VOT) dipenuhi dengan tumpukan sampah, hingga pengepul yang mau membeli barang bekas kami dengan harga dua kali lipat itu mau menjemput kertas-kertas bekas itu di sekolah kami. Alhasil perjuangan kami menjual kertas bekas memperoleh dana hampir 2 juta rupiah. Suatu kebanggaan bagi kami.

Walaupun dengan 2 juta tidak lantas menutupi 40 juta dana yang kami butuhkan, setidaknya bagi saya pribadi ini menunjukan komitmen teman-teman dalam mensukseskan acar ini. Sisa dana kami peroleh dari sponsor, donatur, serta dana sukarela yang kami kumpulkan sehari-hari, seribu duaribu kami sisihkan kala kami masih memiliki sisa bekal. beberapa hari sebelum hari H, akhirnya kami berhasil mengumpulkan dana lebih dari target. Hingga H-2 kami baru bisa lega masalah dana, dan berfokus untuk masalah di lapangan.

Tak hanya persoalan dana. Hal yang membumbui perjalanan kami dalam menyelenggarakan presslist ini adalah waktu persiapan yang terbentur dengan libur kenaikan kelas. Surat-surat yang kami kirimkan ke sekolah-sekolah di seluruh Indonesia beberapahari sebelum liburan terancam tidak sampai kepada pihak yang bersangkutan. Kondisi ini sangat mempengaruhi jumlah peserta yang masuk. Menghadapi kondisi ini kami tidak tinggal diam, kami bolak-balik mengontak peserta yang kami pegang nomber kontaknya, mengkonfirmasi keikutsertaan mereka. Akhirnya usaha kami tidak sia-sia peserta berhasil kami himpun terutama peserta lomba film, meskipun untuk lomba kording kuantitasnya menurun dari tahun sebelumnya.

Penerbitan buku, taun ini benar-benar dikerjakan dengan kilat. Bahan tulisan terutama Novel memang telah disiapkan sejak lama oleh penulis. Namun editing dan layoutnya benar-benar dikerjakan scepat kilat. Editing novel karya wasek Madyapadma yang menjabaat saat itu (Adnya Swari) dilakukan kurang dari seminggu oleh pembina kami, Kak Ananta. Layoutnya juga dilakukan hanya dalam waktu 3 hari oleh KDP (Kordinator Divisi Penerbitan), Baskara. Gilanya lagi, 2 buku lainnya hanya diedit (oleh kak ananta dan alumni), dilayout, dan dicetak dalam waktu 1 hari. Dan itu adalah H-1 Peluncuran buku. (Buku-buku ajaib ini dapat dilihat di madyapadmadigitallibrary.com)

Perancangan dekorasi acara, saat H-1 mengalami kendala, terutama masalah kain. Pagi menjelang siang, kain baru dibeli. Sekian lama kami bingung, mau dijarit atau di sambung dengan peniti kain-kain besar itu. siang menjelang sore, baru nekat membawa kain itu ke tukang jahit, sore menjelang petang kainnya selesai dijahit, dan sore itu juga kain hitam langsung dipasang.  Tapi sukurnya ada tukang jahit yang bisa menjahit kain hitam bermeter-meter dalam waktu sekejap. Dekorasi yang kilat, tapi cukup memuaskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun