Mohon tunggu...
john gentar
john gentar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humor

Lidah Sang Peludah

3 April 2011   17:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:09 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Di dunia kerja saya identik dengan lidah. Teman saya bilang lidah saya tumpul, itu karena jarang diruncingin. Dia bilang kalau lidahnya lancip jilatnya lebih enak, lebih nikmat, lebih dalam dan lebih lancar . Tapi saya bingung apa yang mau dijilat, apakah itu es krim, atau manisan yang perlu dijilat. Saya bayangkan yang jilat itu yang rasanya manis dimulut. Maka saya berusaha untuk terus mencari cara dengan apa harus melancipkan lidah saya. Saya pikir ini ide gila kalau benar-benar saya menggunakan pisau cukur untuk melancipkan ujung depannya. Sampai di rumah saya menyadari kalau saya terlalu bodoh untuk meruncingkan sedikit ujung lidah saya.

Lalu teman saya bertutur kalau saya terlalu jujur dan mudah dikibuli . Menurut saya itu karena dia sudah berhasil mengibuli saya lalu lari dari tanggung jawab. Bahasa gaulnya dengan “speak” aja sayapun langsung percaya. Saya lebih percaya pada teman yang sudah lama kenal dan akrab karena karakter dan keperibadiaanya saya tahu dan kenal. Itupun yang terjadi pada teman saya. Tapi setelah dia ada kelebihan sedikit diapun jadi berubah dan mulailah menjilat saya dan saya tidak sadar kalau dia saat itu menjilat saya. Maka sayapun jadi korban jilatnya. Rasanya saya terbius dan langsung percaya 101%. Maka setelah sadar ternyata badan saya habis terjilat maka hubungan pertemananpun jadi keruh.

Dan saat kampanye pilkada saya melihat begitu banyak spanduk terpampang sepanjang jalan. Bahasa yang kata teman saya itu “Speak” nya mantap sebab rayuannya sangat menjanjikan. Saya tidak melihat puitisnya bahasa politik itu tapi saya berpikir tentang para calonnya karena tidak merasa bersalah ketika mereka terpilih lalu menelantarkan orang yang memilih mereka. Lihat aja Bapak saya yang tukang mie ayam digusur gara-gara dijualan dipinggir jalan. Mie bapak sayapun berseliweran dijalan karena tumpah saat di gusur tuan POL.PP yang katanya sesuai dengan keputusan bos.Tapi, koq sebelum pilkada nggak digusur? Janjinya AMAN tidak ada penggusuran. Terus,Yang lain gimana? Bebas banjir Bo……..!? Lha wong ujan sehari aja banjirnya setinggi genteng? Iya……..kata Bos “dia belum setahundikursi goyang”. Jadi, sekarang masih dalam tahap adaptasi. Itu aja koq repot?

Mungkin itu yang dimaksud teman saya dengan lidah yang runcing. Rasanya terlalu enak kalau menjilat apapun, apalagi kalau yang jilat itu yang nikmat dan manis buat lidah sendiri dan sangat mustahil kalau saya menjilat yang pahit karena itu membuat saya turun derajat. Sebab hanya sedikit orang yang menjilat sesuatu yang pahit. Itu karena mereka melihat dengan mata hati, dengan ketulusan dan logika manusia bahwa dibalik sesuatu yang pahit pasti ada sesuatu yang manis. Tapi yang manis bukan buat mereka melainkan untuk anak cucu mereka kelak. Itu juga karena lidah mereka pendek dan tidak ada rasa yang manis dalam lidah itu dan yang merasakan manisnya adalah orang lain. Sebaliknya kalau saya menjilat dengan lidah yang lancip dengan mudah nikmat itu saya rasakan, meskipun wadahnya sudah kosong manisnya tetap saya jilat. Saya bayangkan pejabat yang sudah menjabat itu, sudah rakyatnya miskin, lapar masih juga dijilatin, masih juga ditelantarin, masih juga di gusur.Seandainya pejabat itu punya lidah yang pendek mereka mungkin tidak mengibuli, menggusur bapak saya yang kerjanya jualan mie ayam dan sekarang mungkin sayajadi seorang dokter lulusan universitas terkemuka di dunia yang bisa meng-amputasi lidah yang “Lancip” . Itu seandainya lidah bos di kursi goyang pendek dan tidak mengusil usaha bapak saya yang mungkin sekarang bisa buka cabang.

Saya jadi berpikir bahwa saya harus tetap merawat lidah saya agar tidah menjulur dan tidak lancip karena saya takut diamputasi. Lebih baik saya menjilat dulu yang pahit dari pada menjilat yang manis lebih dulu.

John  Gentar Gegalino

Staf kios informasi kesehatan

PKPM Unika Atmajaya Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun