Jika membaca buku Cerpen Pilihan KOMPAS 2003 Waktu Nayla, pada pengantarnya yang ditulis oleh tim panitia pemilihan, kita akan tahu: bahwa pada masa itu sedang terjadi kejenuhan yang melanda para penulis cerpen di Harian Kompas. Kejenuhan itu semakin kentara pada pilihan tim juri untuk menentukan cerpen terbaik pada tahun itu. Melihat fenomena semacam itu yang mungkin jadi pertanyaan bagi kebanyakan pembaca seperti ini: bagaimana bisa sebuah tempat yang dijadikan barometer cerpen-cerpen terbaik di Indonesia mengalami kejenuhan semacam itu?
Maslach dan Leiter dalam bukunya yang berjudul The Tructh About Burnout, menjelaskan bahwa kejenuhan itu merupakan hasil dari tekanan emosial yang konstan dan berulang. Tekanan emosional inilah yang kemudian diasosiasikan oleh manusia (baca: para penulis) dalam waktu yang intensif lama.
Melihat kembali pengantar Cerpen Pilihan KOMPAS 2003 Waktu Nayla, bukan berarti cerpen yang termuat sepanjang tahun menjadi kurang berkualitas, melainkan terpatrinya pola-pola karya yang dihadapi dalam benak si penyeleksi. Bila itu pernah terjadi pada cerpen-cerpen (atau karya sastra lainnya) di Harian KOMPAS, bagaimana yang terjadi di kanal Fiksiana yang setiap hari menampung mungkin satu karya untuk satu penulis?
Sebagai pengelola, kami tentu amat terbantu dengan adanya orang-orang baru yang kemudian muncul dan mengisi kanal Fiksiana. Pilihan selalu ada atau tersedia. Sedangkan untuk para penulis lama, kami selalu dengan setia melihat perkembangannya dari satu karya kekarya lainnya.
Untuk itulah barangkali kurasi ini dibuat (doakan selalu ada setiap bulannya) agar supaya bisa menjaga semangat para penulis. Harapan kami tentu untuk menjaga semangat para penulis yang terlebih dulu terbiasa mengisi kanal Fiksiana dan (semoga) menjauhkan kejenuhan dari penulis yang baru akan mulai berkarya di kanal Fiksiana.
***
Lebih dari 200an karya masuk kanal Fiksiana pada Januari ini yang terbagi menjadi 4 (empat) kategori: puisi, cerpen, drama dan dongeng. Dan masih didominasi oleh cerpen dan puisi. Bukan ingin mengesampingkan kedua lainnya, namun untuk lebih memfokuskan kurasi ini hanya berisi cerpen dan puisi sahaja.
Ada 11 karya yang terdiri dari delapan cerpen dan tiga puisi. Semuanya berdasarkan hasil kurasi pengelola kanal Fiksiana.
***
Makna teks selalu diproduksi dalam membaca proses. Lebih atau kurang begitu jika boleh meminjam kalimat Antony Easthope. Namun yang menjadi pertanyaan kemudian adalah proses semacam apa yang kiranya dilakukan penulis pada karyanya – terlebih untuk puisi.
Puisi yang katanya lahir dari ragam permenungan, barangkali selalu menghindarkan dampak yang kemudian bisa muncul pada penulisnya. Dalam hal ini curhat (curahan hati), maksudnya. Bisakah pembaca melepas individu (batin) penulisnya, sehingga bisa melihat puisi sebagai puisi.
Puisi “Dalam Jalanku Berikutnya” yang ditulis Muhammad Armand apakah bisa disebut curahan hati? Jika, ya, di mana letak keresahannya? Puisi itu takayal mencerita sebuah kepasrahan terhadap keadaan. Tetapi engkau semua tak sama / Tiada untaian sabar / Yang engkau jumpai / Engkau lintasi deritamu dengan manisnya. Kesabaran yang ingin ditunjukan tanpa melawan dan menunggu adalah jawaban.