Inilah Beberapa Hal yang Luput Soal Aksi Teror Terhadap Novel Baswedan
Publik dikagetkan dengan aksi teror yang menimpa seorang penyidik senior KPK, Novel Baswedan pada Selasa 11 April 2017. Novel saat itu telah menyelesaikan salat Subuh di sebuah masjid dekat rumahnya, korban disiram dengan air keras oleh pelaku. Kasus tersebut menyita perhatian masyarakat apalagi publik mengetahui bahwa KPK, khususnya Novel tengah menyelidiki kasus korupsi E-KTP yang menyeret nama-nama besar. Berikut lima diantara sederet opini Kompasianer soal teror terhadap Novel Baswedan.
1. Antara Koruptor, Air Keras, dan Novel Baswedan
Aksi penyiraman air keras terhadap Novel dianggap sebagai luapan emosi oleh Kompasianer bernama Endro S Efendi. Menurutnya pelaku penyiraman maupun otak dari serangan ini adalah manusia berhati baik, karena semua manusia memiliki sosok baik dan jahat. Dalam kasus ini, sosok jahat tersebut punya tujuan baik yaitu melindungi diri dari serangan orang lain, jika kita menganggap pelaku maupun dalang penyerangan ini adalah koruptor yang enggan terbongkar perilakunya oleh KPK.
Lalu pertanyaan baru akan muncul, mengapa manusia bisa memiliki sifat korup padahal tidak ada bayi yang dilahirkan langsung menjadi koruptor? Perilaku ini lahir dari banyak hal mulai dari keadaan, sistem atau karena kerakusan. Awalnya manusia akan korupsi karena sistem, karena hasilnya baik maka tumbuhlah sebuah nilai di pikiran bawah sadar bahwa uang dari hasil korupsi banyak serta mudah di dapat. Selanjutnya perilaku korup disetujui dan dijalankan secara otomatis.
Kemudian Endro kembali membuat analisis perihal pelaku yang tega menyiram air keras ke Novel, menurutnya ketika pikiran bawah sadar manusia telah menajalankan sebuah sistem dalam hal ini perilaku korup, maka ia juga siap menghadapi rintangan dalam melakukan tindakan korupsi. ketika bagian diri manusia yang jahat telah memegang kendali, semua logika dan akal sehat tidak berlaku.
Menurutnya, pada kasus ini pelaku ingin berpesan bahwa semua bisa dirundingkan dan berharap dirinya tidak di ganggu.
2. Novel Baswedan dan Risiko Sebuah Pekerjaan
Banyak yang mengutuk aksi teror yang dialami oleh Novel Baswedan, lebih dari itu Kompasianer bernama Idris Apandi melihat bahwa ini adalah risiko sebuah pekerjaan. Menurutnya semua pekerjaan mengandung risiko tersendiri seperti kecelakaan, PHK, intimidasi, bahkan penganiyayaan berujung kematian.