Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Persoalan Sampah Masih Tercecer, Kita Perlu Ikut Kurangi Beban Lingkungan

12 Maret 2024   13:27 Diperbarui: 13 Maret 2024   00:05 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Permasalahan sampah di Indonesia memang tak pernah ada habisnya. Selalu tercecer di mana-mana. Lalu bisa apa kita sebagai masyarakat?

Kompasiana berkolaborasi dengan Kompasianer sekaligus Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO), Nara Ahirullah dalam program "Topik Pilihan Kolaborasi Ramadan Bareng Pakar".

Ramadan Bareng Pakar adalah program kolaborasi dengan Kompasianer pakar. Di sini, kamu bisa berkonsultasi ke pakar melalui fitur "Tanya Pakar" dan mengikuti tantangan menulis tentang isu yang diangkat oleh pakar melalui "Topik Pilihan Kolaborasi" ini.

Permasalahan sampah belakangan ini boleh dikatakan terbilang masih jalan di tempat, meski edukasi sudah banyak dilakukan di mana-mana dan oleh banyak pihak.

Problem mendasarnya ada di kesiapan sistem hingga infrastruktur. Dan keduanya berada di tangan pemerintah.

Jika melihat aturan yang ada, dalam hal pengelolaan sampah, kewenangan untuk menetapkan kebijakan, strategis, memfasilitasi dan mengembangkan kerja sama, kemitraan, dan jejaring antardaerah, hingga menetapkan kebijakan untuk menangani perselisihan antardaerah.

Kemudian kewenangan serupa juga ada di tangan pemerintah daerah. Bedanya, pada penyelesaian perselisihan pengelolaan sampah. Jika pemerintah pusat dalam tatanan menetapkan kebijakan penyelesaian perselisihan, sementara pemerintah daerah memiliki wewenang langsung, yaitu memfasilitasi penyelesaian perselisihan dalam pengelolaan sampah lintas kabupaten atau kota.

Namun pada praktiknya belum dapat dirasakan. Jumlah sampah di Indonesia menjadi salah satu yang terbesar di dunia. Mengutip dari KOMPAS, menurut berdasarkan data UNEP, Indonesia merupakan negara penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah China. Setiap tahunnya, ada 3,2 juta ton sampah plastik yang tidak terkelola.

Masih dari sumber yang sama, menurut data Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah (Jaktranas) dalam Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017, proyeksi timbulan sampah pada 2025 mencapai 70,8 juta ton. Jumlah tersebut meningkat 7,6 persen dari tahun 2017 dengan 65,8 juta ton sampah.

Belum lagi berbicara peningkatan sampah pada periode tertentu. Bulan Ramadhan, misalnya. Sampah pada bulan ini mengalami peningkatan sebesar 20 persen dan mayoritasnya adalah sampah makanan.

Kompasianer Nara mengatakan bahwa hal tersebut tak terlepas dari meningkatnya aktivitas masyarakat terkait makanan dan wadahnya. Dengan bertambahnya pedagang selama bulan Ramadan, maka meningkat pula jumlah makanan yang ada.

"Karena saat bulan puasa banyak yang berjualan. Dari yang biasanya tidak berjualan, pas bulan puasa dia jadi jualan. Otomatis makanannya bertambah banyak, sampahnya juga jadi banyak. Belum kalau ada acara-acara bukber, semuanya pasti kan butuh plastik untuk wadahnya," kata Kompasianer Nara.

Demi menekan atau mengurangi jumlah sampah, terutama sampah rumah tangga, masyarakat tidak bisa mengandalkan para pengambil sampah semata. Sebab para pengambil sampah lebih memilih sampah yang hanya bisa didaur ulang, atau bisa dimanfaatkan kembali.

"Retribusi pengambilan sampah di perumahan warga jumlahnya kurang sesuai, maka pengambil sampang sering mengambil sampah yang hanya bisa didaur ulang. Tujuannya untuk menambah penghasilan," katanya.

Kendati begitu, dikatakan Kompasianer Nara, masyarakat bisa ikut berperan untuk mengurangi beban lingkungan satu ini, yakni dengan memiliki komposter.

Komposter merupakan untuk membuang sampah organik agar terdekomposisi. Dengan komposter, sampah organik tidak lagi dibuang dan bisa dimanfaatkan sendiri sebagai pupuk organik setelah terdekomposisi sesuai kaidah dekomposisi.

Dengan adanya komposter ini kita bisa menahan untuk membuang sampah hingga bertahun-tahun lamanya.

Mengutip apa yang sudah ditulis Kompasianer Nara, "Dua kunci dekomposisi pengolahan sampah organik adalah wadah dan mikrobanya. Proses komposter dan dekomposisi yang benar akan menghasilkan cairan yang bisa dijadikan pupuk juga."

Nah, Kompasianer bagaimana dengan kamu sendiri dan lingkunganmu? Sudahkah bijak memilah dan mengelola sampah dengan baik?

Kebetulan, Kompasianer Nara ingin mengajak dan menantang kamu untuk berbagi pengalaman dan tips terkait hal ini di Kompasiana. Mulai dari bagaimana kamu menghitung sampah di rumahmu, memilahnya, dan mengelolanya, hingga bagaimana kamu menyisihkan barang-barang tak terpakai di rumah.

Selain itu, diajak untuk berbagi pengalaman dan memberikan tips bagaimana kamu mengedukasi anggota keluarga untuk tertib mengelola sampah di rumah.

O, iya. selain bikin konten kamu juga bisa kok berkonsultasi seputar persampahan dengan Kompasianer Nara.

Yuk, persiapkan konten terbaik kamu untuk ikutan tantangan dari Kompasianer Nara di Kompasiana!

Untuk tahu caranya, tunggu informasi selanjutnya, ya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun