Eka Kurniawan memulai cerita pada novel Cantik Itu Luka dengan amat mistis: Sore hari di akhir pekan bulan Maret, Dewi Ayu bangkit dari kuburan setelah dua puluh satu tahun kematian.
Akan tetapi, kemarin, sosok Dewi Ayu seperti bangkit lagi: bukan dari kuburan, melainkan potongan video dari sebuah acara malam kemudian berlanjut di Twitter.
"Semua perempuan itu pelacur sebab seorang istri baik-baik menjual kemaluannya demi masa kawin dan uang belanja, atau cinta jika itu ada."
Sepenggal kalimat yang sempat diucapkan Dewi Ayu, dalam fragmen Cantik Itu Luka, dilepaskan dari kontenksnya.
Eka Kurniawan, sebagai penulis novel yang dianggap melecehkan itu, lewat akun Twitter miliknya, @gnolbo merespon: bahaya baca buku, atau bahaya tidak membaca buku?
Kami akan coba rangkumkan 3 resensi novel "Cantik Itu Luka" dengan harapan bisa lebih memberi pandangan baru atas ucapan Dewi Ayu yang dikutip tersebut.
1. Ketika Menjadi Cantik adalah Sebuah Bencana
Kompasianer Widha Karina menduga, novel Cantik Itu Luka yang sengaja dibuat dengan potensi tidak bisa dialihmediakan ke film layar lebar.
#Japatsiana: Alasan Kompasianer membeli buku biasa karena apa, sih? #WorldBookDay #HariBukuSedunia https://t.co/ffEJzEdYcU--- Kompasiana (@kompasiana) April 22, 2019
Novel tersebut jadi buku pertama dari Eka Kurniawan setelah banyak temannya dan banyak sastrawan karena peluangnya untuk menjadi penerus Pramoedya Ananta Toer.