Akan tetapi, jika menilik rekam jejak pendidikan yang dilalui oleh Reynhard Sinaga, justru Kompasianer Agil S. Habib melihat bahwa dia sosok yang cerdas atau memiliki tingkat intelegensi mumpuni, setidaknya secara akademis.
"Namun di balik kecerdasan intelektual yang ia miliki ternyata hal itu tidak dibarengi oleh kemampuan mengelola hasrat, syahwat, dan moralitas yang baik pula," lanjutnya.
Baca juga: Menguak Akar LGBT dari Sudut Pandang Hipnoterapis
Oleh karena itu, Kompasianer Agil S. Habib berpendapat bahwa pendidikan tinggi dan intensitas beribadah semestinya selaras dengan nilai-nilai moral dan etika.
Mengutip dari Daniel Goleman, seseorang yang cerdas secara emosi adalah mereka yang mampu memadukan kecerdasan didalam dirinya untuk mengelola emosi yang dimiliki.
"Spiritualitas bukan sebatas kita merutinkan diri menjalani ritual ibadah, tetapi hal itu juga harus diimplementasikan dalam tindakan nyata," tulis Kompasianer Agil S. Habib.
Dokter Andri membuat tulisan menarik untuk menjelaskan apakah seorang homoseksual memang biasa dan bisa berbuat kejam?
"Dia melakukan itu karena dia orang yang jahat, kebetulan aja orientasi dia homoseksual. Sama aja ada heteroseksual memperkosa anaknya sendiri, sama-sama jahat!" tulis Dokter Andri.
Organisasi kumpulan para dokter di seluruh dunia juga menganggap homoseksual sebagai varian alami orientasi seksual manusia (sumber: wma.net).
Sejak kasus Ryan Jombang hingga Reynhard Sinaga, pelajaran apa yang bisa kita dapat?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H